Dendam Winarsih

Jangan Mimpi



Jangan Mimpi

0Bram yang mendengar apa yang dukun itu katakan mengepalkan tangannya. Dia tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh dukun itu.     

"Kau dukun atau apa hahh? Aku ke sini ingin kau membantuku untuk menjauhi aku dengan wanita hantu itu. Dia ingin membunuhku, bukan meminta hal lain, kau pikir kau siapa hahh!" teriak Bram dengan nada tinggi.     

Deki dan Diman mengangga melihat Bram yang sudah marah, dia juga tidak tahu kenapa bisa Bram marah. Deki menahan tangan Bram yang ingin memukul dukun itu.     

"Tahan diri Bram, jangan buat kau kena masalah. Kau bisa di penjara jika memukul dia," bisik Deki dengan pelan.     

Bram mengurungkn niatnya memukul dukun di depannya. Diman menatap wajah dukun itu dengan tatapan tajam, tidak ada reaksi sedikit dari dukun itu.     

"Mbah, apa mbah nggak salah ngomong? mbah kan tahu, jika kedatangan kita ke sini tujuannya apa, tapi kenapa kita harus menyerahkan orang lain? Hubungannya apa? Tidak ada kaitan sama sekali sekali kan?" tanya Diman yang tidak percaya dengan yang dia dengar.     

Dukun itu sudah memperkirakan jika wanit itu penting untuk mereka. Hanya senyum yang bisa dia berikan kepada ketiganya. Diman geram karena dukun itu hanya senyum tanpa menjelaskan apa maksud dia.     

"Dengar baik-baik, jangan mimpi ingin aku serahkan dia. Ini tidak ada hubungannya dengan yang terjadi. Jika kau tidak bisa, maka katakan saja, jangan sok paham," ketus Bram yang langsung bangun dan pergi dari rumah dukun itu.     

Deki yang ingin menahan Bram tidak bisa. Bram menepis tangan Deki. Deki hanya pasrah karena dia tidak bisa mengatakan apapun yang bisa dia lakukan hanya membiarkan dirinya pergi. Deki kembali memandang Diman dan memberikan kode untuk pergi menyusul Bram. Diman yang tahu langsung pergi, tinggal dirinya sendiri bersama dukun itu.     

"Apa ini Mbah? Kami ke sini kan tujuannya sudah jelas, kenapa bawa orang lain. Mbah bisa bantu tidak? Jika tidak katakan saja, jangan main minta orang segala, hubungannya apa coba?" tanya Deki yang kesal mendengar permintaan dari dukun ini.     

Dukun itu tersenyum dan memandang ke arah Deki. "Dia berwajah sama, dia juga yang bisa membuat wanita hantu itu menjauhi kalian dan dia akan musnah dan tidak akan mendekati kalian. Hanya wanita itu yang bisa membuat wanita hantu itu hilang dari bumi ini. Kalian tahu bukan, jasadnya masih utuh, itu mustahil, tapi karena itulah dia gentayangan, karena dendamnya belum terbalaskan. Jadi untuk menghentikan balas dendamnya, hanya itu yang bisa kalian lakukan," kata dukun itu lagi.     

Deki terdiam mendengar penjelasan dari dukun itu. Dia tidak mungkin menyerahkan wanita itu, tapi jika itu benar kenapa tidak menyerahkan wanita itu pikirnya. Dukun yang duduk di depannya hanya senyum smirk, dia bisa membuat satu dari ketiganya percaya dengan rencananya. Dukun itu punya rencana lain yang sudah dia susun. Tanpa sepengetahuan ketiganya, dukun itu melihat keberuntungan bila memelihara wanita hantu itu.     

"Terserah kalian, mau tetap bertahan atau tidak. Nyawa kalian yang akan menjadi taruhan. Aku tidak meminta kalian untuk membunuhnya, hanya menyerahkan dia hidup-hidup, setelah itu biarkan aku yang bekerja. Kalian akan menerima hasilnya saja," ucap dukun itu lagi.     

Deki tidak bisa mengambil keputusan, dia tidak mau Bram makin marah dan murka. Dia akan bicara baik-baik sama Bram. Deki memandang ke arah dukun itu dan menghela nafas panjang.     

"Saya tidak bisa berkata apapun. Saya bertiga, bukan sendiri, jadi tolong jangan paksa dan menghasut saya. Saya permisi," ucap Deki yang langsung pergi dari rumah dukun itu.     

Deki pergi dari begitu saja. Dukun yang mendengar apa yang Deki katakan hanya diam. Dukun itu mengepalkan tangannya, dia tahu jika dirinya tidak berhasil menghasut salah satunya dari tiga pria itu.     

"Aku akan mendapatkan semuanya, aku akan membuat dia melakukan apa yang aku katakan. Wanita itu kunciku dalam rencana ini." dukun itu tertawa kencang.     

Mang Jupri dan istrinya datang untuk melihat Dino dan ketiga sahabatnya. Dia membawakan air doa untuk keselamatan ketiganya dan mang Dadang juga Nona. Mang Jupri yang di jemput mang Dadang di terminal langsung menuju rumah sakit.     

Ceklekk!     

Mang Jupri masuk ke dalam kamar dan melihat Dino sedang menikmati makan begitu juga dengan Ian dan Paijo. Nona duduk di sebelah Dino, dia meminta izin untuk tidak masuk karena mau menjaga Dino dan ketiga temannya.     

"Assalamualaikum, apa saya telat ke sini?" tanya mang Jupri ke pada ketiganya.     

"Telat mang, ke buru melayang nyawaku, apa yang mang bawa?" tanya Ian yang langsung berbicara tanpa jedah.     

"Cihh! Paling tidak aku melihatmu kunyuk. tumben kau tumbang? Harusnya jangan tumbang, kuat sedikit," sindir mang Jupri.     

Ian mendengus kesal karena perkataan dari mang Jupri. istri mang Jupri memeluk Nona erat, dia merindukan wanita yang mirip Narsih ini. Mang Jupri menyalami ketiganya dan duduk di tengah tempat tidur Ian dan Dino.     

"Ini airnya, kalian minum sekarang dan jangan lupa untuk berdoa. Ini juga untuk kamu Dang, buk, kasih untuk Nona juga ya," ucap mang Jupri lagi.     

Istri mang Jupri menganggukkan kepalanya dan memberikan botol terpisah. Dino menerima botol dan meminum air yang dibawa oleh mang Jupri. Ian dan Paijo juga meminum air dan mang Dadang ikut meminum air yang dibawa.     

"Gunanya apa ini mang?" tanya Ian yang sudah minum air sampai tandas.     

"Untuk melegakan tenggorokan, kamu kan habis makan, jadi harus minum kan," kata mang Jupri dengan wajah menyebalkan.     

Ian mendengus kesal mendengarnya, air ya untuk diminum dan melegakan tenggorokan jika tidak mana mungkin dia minum air ini. Paijo dan Dino terkekeh mendengarnya, kedua orang ini jika sudah bertemu pasti seperti ini.     

"Mang, sekarang kita harus apa? Kita tidak mungkin mengabaikannya. Dan yang aku takuti Nona akan diculik sama mereka," kata Dino yang menatap mang Jupri.     

Mang Jupri diam sesaat mendengar apa yang dikatakan oleh Dino. Tidak mudah memang lepas dari guna-guna dukun, jika pun bisa itu takdir jika tidak maka takdir juga.     

"Untuk saat ini, Nona jangan dibiarkan sendiri, dia harus bersama kalian, jangan biarkan dia pergi ke kantor seorang diri, paling tidak itu caranya. Dan Nona, kamu juga hati-hati ke kantor," kata mang Jupri.     

Nona menganggukkan kepalanya, dia tahu jika dia sedang diincar karena wajahnya mirip dengan Narsih. Bibi Sum mengelus kepala Nona dengan lembut.     

"Kalian masih mendekati Bram untuk jimat itu ya?" tanya mang Jupri.     

"Masih, kami masih mendekatinya, tapi dia lebih licin, kita kesulitan mengambil jimat itu. Apa lagi temannya yang di rumah sakit, selalu di dampingi oleh keluarganya. Jadi kita masih menunggu momen pas. Nona sudah berusaha untuk mendekati Bram, tapi kesulitan juga," kata Dino lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.