Dendam Winarsih

Amukkan Dukun



Amukkan Dukun

0Dukun yang menunggu anak buahnya datang membawa kabar apakah bisa menculik wanita itu atau tidak. Dukun itu menunggu lama amak buahnya datang. Anak buah dukun yang lain datang menghadapi dukun yang duduk di tempat biasa dia tempati.     
0

"Kenapa? Apa kalian bawa kabar baik buatku?" tanya dukun itu pada anak buahnya yang menghadap kepadanya.     

"Begini mbah, sebenarnya kami dapat kabar, jika rekan kita sudah meninggal. Polisi mengabari ke keluarga mereka. Dan keluarga mereka mengabari ke kita mbah," jawab anak buah dukun yang lain.     

Dukun yang mendengar apa yang dikatakan oleh anak buahnya yang lain mengepalkan tangannya, dia tidak menyangka jika anak buahnya meninggal, amarah dukun makin tidak terkontrol. Barang yang di depannya dia hancurkan. Anak buahnya hanya diam saja, mereka tidak bisa menahan amukkan dukun.     

"Dasar kurang ajar, siapa yang melakukannya? Apa kalian tahu siapa pelakunya?" tanya dukun itu dengan suara menahan amarahnya.     

"Kami tidak tahu, kami belum jelas mendapatkan informasi mbah. Ini kami mau ke rumah mereka. Saya rasa mereka dibunuh sama hantu itu mbah," jawab anak buah yang lain.     

Dukun itu mengepalkan tangannya, dia masih tidak memikirkan hal itu, dia lupa memberikan anak buahnya jimat agar dukun itu tidak bisa menyentuhnya. Anak buahnya hanya menculik wanita itu tapi dia tidak menyangka jika hantu itu juga ikut membantu dia.     

"Sekarang kalian ke rumah mereka dan kasih santunan. Saya akan urus yang lain," ucap dukun itu lagi.     

Anak buah dukun itu pergi meninggalkan rumah dukun itu. Tinggal lah dukun itu sendiri di rumah. Rumahnya sudah berantakan dan kacau. Dukun itu mengusap rambutnya dan menghentakkan meja ritualnya. Tidak berapa lama, benda jatuh ke hadapannya. Dukun yang tengah termenung kaget karena ada suara orang jatuh dan tepat di depannya ada mayat yang tergeletak di depan matanya.     

"Ini anak buahmu, jangan berani mendekati atau berniat menculik wanita itu. jika kau tidak mau berurusan denganku. Aku akan jaga wanita itu dan aku pastikan orang yang berani menculiknya akan berhadapan denganku. Ini peringatan buat kau," ucap Narsih yang berdiri di depan dukun itu.     

Anak buah dukun yang dia bawa Narsih dari lokasi pembunuhan itu di perlihatkan oleh Narsih ke hadapan dukun. Narsih tahu jika ini suruhan dukun yang waktu itu mengambil jasadnya.     

"Kau pikir aku takut? Aku tidak takut sama sekali. Kau jangan berpikir aku akan mundur, tidak sama sekali, aku akan menculiknya demi kepentinganku. Aku akan melawan kau Narsih," ucap dukun dengan wajah datar dan tentu dibalas tatapan mengerikan oleh Narsih.     

Dukun itu tertawa melihat narsih yang memandangnya. Narsih pergi dari hadapan dukun yang tidak mempunyai perasaan. berbeda dengn dukun itu yang berusaha menahan amarahnya. Dia melihat perkakas dukunnya hancur karena amukkan dirinya.     

"Sulit ternyata mendapatkan wanita itu. sepertinya dia yang paling dijaga oleh mereka. Baiklah, aku akan pakai strategi untuk bisa mendapatkan wanita itu." Dukun yang duduk di tempat bersemedi tersenyum smirk dia terobsesi dengan jasad Narsih yang tidak berubah. Dia ingin jasad itu dijadikan bahan percobaan dirinya.     

"Dino, kita dapat tugas dari manajer untuk meliput perusahaan si Bram itu. Aku malas sekali meliput dia, orang sukses yang kejam itu," ucap Ian yang duduk di depan Dino.     

Paijo dan Dino yang mendengar ucapan Ian hanya menyerngitkan keningnya. Dia tidak menyangka jika manajernya meminta mereka meliput Bram si pembunuh itu.     

"Sebenarnya, aku hanya mau meliput orang yang mempunyai jam terbang yang bagus bukan jam terbang dengan dosa." Paijo mulai kesal karena mendengar Ian yang mengeluh karena mau mewawancarai Bram.     

"Aku harap kalian bisa profesional lah, jangan campur adukkan ini. Sekalian kita melihat dimana jimat itu, jika memungkinkan kita ambil langsung," jawab Dino kepada ke dua sahabatnya.     

"Bukan berarti kita mau keroyok dia kan?" tanya Ian dengan wajah yang menyebalkan.     

Dino menggelengkan kepalanya, baginya keroyok si Bram sama saja tidak pria sejati. Dia ke sana juga karena kerjaan dan bukan karena ingin menyerang si Bram itu.     

"Kita pergi saja, kita lihat dia mau apa. Materinya sudah ada?" tanya Dino kepada ke dua sahabatnya.     

Ian menunjukkan kertas yang baru dikasih oleh bagian terkait. Ian meletakkan di meja depan, Dino mengambil dan membacanya. sangat dibuat-buat.     

"Nona ikut tidak ini?" tanya Dino kepada ke dua sahabatnya.     

Ian menggeleng kepala, manajer hanya meminta dirinya dan Paijo juga Dino. "Jadi Nona tidak diajak pergi ya?" tanya Paijo.     

Ian kembali geleng kepala, surat perintah kerja menunjukkan hanya mereka bertiga. Dino mengusap kasar wajahnya, dia harus berhadapan dengan Bram.     

Esok harinya, mereka berdiri di depan kantor Bram. Ketiganya saling memandang satu sama lain. Ada rasa jengah saat mereka berdiri di depan perusahaan Bram.     

"Jika nggak ingat uang dan kehidupan sejengkal ini, aku menolaknya," ucap Ian kepada ke dua sahabatnya.     

"Sabar sahabatku, kita masuk saja. Kita lihat apa yang akan dia sampaikan ke kita, sepertinya aku punya firasat, jika dia akan membicarakan masalah Narsih dan Nona," ucap Dino kepada Ian dan Paijo.     

Ian dan Paijo akhirnya menyerah dan melangkahkan kakinya. Satu jam perjalanan dari kantor ke perusahaan Bram serasa setahun, apa lagi bertemu dengan orangnya dua jam serasa se abad.     

"Permisi kami mau bertemu dengan Bram eh maksud kami pak Bram. Kami sudah ada janji sama beliau," ucap Ian kepada resepsionis Bram.     

"Silahkan ke lantai 16 ya pak, pak Bram sudah menunggu anda di sana," jawab resepsionis Bram.     

Ian menganggukkan kepalanya dan langsung pergi ke lantai atas, dia langsung bergerak menaiki lift. Ian masih menunjukkan wajah cemberut, dia terlalu malas untuk bertemu si Bram. Karena dirinya dia harus berhadapan dengan Narsih dan pembunuh yang lain terlebih karena Bram dia tidak tenang.     

Ting     

Pintu lift terbuka, terlihat sekretaris Bram di depan pintu masuk ruangan Bram. Ketiganya mendekati sekretaris Bram dan menyapa sang sekretaris Bram.     

"Ada pak Bram?" tanya Paijo.     

"Ada, kalian dari kantor berita yang akan mewawancarai pak Bram ya?" tanya sekretaris Bram.     

"Iya, jika dia sibuk, kami kembali lagi besok hari," ucap Ian yang memandang sang sekretaris dengan tatapan tajam.     

Sekretaris itu bangun dan berjalan menuju ke pintu ruangan Bram. Ceklekk! Sekretaris Bram mempersilakan ke tiganya masuk. Bram yang duduk melihat ke arah tiga orang yang masuk.     

"Pak mereka mau mewawancarai anda," kata sekretaris Bram.     

Bram akhirnya bisa bertemu dengan ke tiga orang yang selalu bersama Nona. Dia sengaja meminta ke tiganya mewawancarai dia karena dia ingin Nona tinggal bersamanya dan tentu dalam pengawasannya.     

"Silahkan duduk," ucap Bram dengan wajah angkuhnya.     

Hay sahabat Narsih, yuk samperin Kutukan Nyai Darsimah simpan di rak dan jangan lupa tinggalkan jejak di sana ramekan Kutukan Nyai Darsimah seperti Denda Winarsih ya Mauliate Godang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.