Dendam Winarsih

Aku Mau Nyawamu



Aku Mau Nyawamu

0Bram yang melihat Nona bersama Dino mencoba mendekati Nona. Namun, langkahnya terhenti melihat Ian berdiri di depannya. Ian sengaja menghalangi Bram untuk mendekati Nona.     

"Mundur lah kau, jangan dekati sahabatku. kau yang menyebabkan semua ini. Kau yang memulainya, jadi jangan buat kami kehilangan kesabaran. Selama ini kami menjauhi sahabat kami agar dia tenang tapi kau yang membuat sahabat kami celaka, kau mau apa Bram?" tanya Ian dengan suara lantang.     

Bram mengepalkan tangannya, dia tidak menyangka jika Nona akan celaka, dia masih tidak tahu kenapa terjadi, dia tidak mungkin membuat nona sampai seperti ini. Ini semua karena temannya.     

"Kau buat kami seperti ini, kau tidak tahu malu, kau sudah membunuh Winarsih sekarang kau mau membunuh Nona juga?" tanya Paijo dengan wajah penuh amarah.     

"Bukan aku yang melakukannya. Aku tidak mungkin membuat dia seperti ini. Ini semua perbuatan temanku. Aku tidak tahu menahu akan seperti ini. Aku sudah katakan padamu, untuk menyerahkan Nona padaku, tapi kau menolaknya. Ini lah akibatnya," ucap Bram yang menyindir Dino dan yang lainnya.     

"Cih! kau terlalu Bram. Kau sadar, ini semua karena kau kan. Kau yang membuat Nona seperti ini, Nona dikejar dukun sialan itu, sekarang kau bilang mau meminta Nona, kau siapanya dia? Kau harusnya bersyukur kami tidak membunuhmu dan kalau perlu mencebloskan kau ke penjara." Ian begitu kesal karena Bram meminta Nona diserahkan pada dirinya.     

"Kau menyerah saja, karena kasihan Narsih yang tidak tenang, dia ingin kau mengakui kesalahanmu, bukan mencari masalah baru," kata Dino kepada Bram.     

Bram memandang tajam ke arah Dino, dia geram karena Dino membawa nama Winarsih dalam kehidupan dia, dia hanya ingin Nona bukan Narsih. Bram yang melangkah maju harus tertahan karena Narsih yang tertawa sembari menangis.     

"Pak Bram lebih baik pergi saja, kita nanti bisa habis sama hantu itu. Dia bawa dukun itu terbang entah kemana, kami tidak mau mati konyol di sini jika terus bersama anda," ucap anak buah Bram.     

Bram yang tidak terima terus mendekati Ian dan yang lainnya. Ian berusaha menghalangi Bram untuk mendekati mobil mereka. Tanpa mereka sangka Narsih sudah berada di depan mereka. Bram yang kaget mundur selangkah agar tidak disentuh oleh Narsih.     

"Kang, kemari lah, kenapa menjauh dari neng?" tanya Narsih dengan suara lembut.     

Ian merinding melihat dukun yang berada di bawah Narsih. Dukun itu sudah penuh luka dan seperti tidak berdaya. Ian mendekati Dino dan lainnya.     

"Dukun itu aku rasa sudah tewas. Lihat lah dia tidak bergerak sama sekali," kata Ian sembari berbisik.     

"Lebih baik tidak perlu kita urusin dia, kita harus menyelamatkan Nona dulu, kasihan dia, kalau kita di sini kita akan kena imbasnya," ujar mang Jupri.     

Mang Dadang mengangguk menyetujui apa yang dikatakan oleh mang jupri. Dia tidak mau ikut campur dengan urusan Bram dan Narsih. Dino juga menyetujui apa yang dikatakan oleh mang Jupri. Mereka bergerak masuk ke mobil tapi di cegah oleh Bram dengan suara teriakkan dari Bram.     

"Hei, kalian serahkan dia padaku segera, jangan kalian lari!" teriak Bram dari kejauhan.     

"Kang, ayo ikut aku sekarang," sambung Narsih kepada Bram.     

Narsih yang menyeret dukun itu di tangannya mendekati Bram. Bram tidak begitu takut karena ada jimat yang dia pakai. Selama jimat itu masih dia pakai selama itu dia tidak akan bisa dibunuh oleh Narsih. Ian dan lainnya melihat Narsih mendekati Bram. Mereka ingin melihat apakah Narsih membunuh Bram atau tidak. Bram yang melihat Narsih mendekati dirinya menantang Narsih.     

"Kau mau apa hantu sialan?" tanya Bram dengan ketus dan nada yang tinggi.     

"Aku mau nyawamu, aku mau kau membayar apa yang kau perbuat padaku dan suamiku kang," jawab Narsih yang sudah berubah menjadi menakutkan.     

Narsih membawa golok yang tajam, golok yang penuh dengan darah, kepala Narsih yang mengalir darah dan berbagai jenis binatang menjijikan ke luar dari tubuh Narsih membuat yang melihatnya ingin muntah. Bram yang mendengar jawaban dari Narsih mulai mundur, dia jijik karena melihat Narsih yang berdarah dan membawa golok.     

"Kau pikir aku takut dengan kau ya? Aku tidak takut sama sekali, sini kau kalau berani," ucap Bram kepada Narsih.     

Bram menantang Narsih untuk mendekati dirinya, namun Narsih mundur karena melihat ada jimat yang bergantung di leher Bram. Jimat pelindung itu yang membuat dia tidak bisa membunuh Bram. Bram malah mendekati Narsih, keduanya saling pandang, tidak ada rasa takut sama sekali. Bram yang ingin mencengkram Narsih tidak bisa karena Narsih keburu pergi, Narsih terbang dan menjerit serta menangis.     

"Ini tidak aman, ayo kita pergi dari sini, Nona akan jatuh ke tangan dia." Dino bergegas pergi dari tempat itu.     

Ian dan yang lain buru-buru pergi tancap gas. Mereka tidak mau menyerahkan Nona kepada Bram. Bram yang melihat kepergian Narsih tertawa puas, dia menang bisa membuat Narsih kabur dari dia. Bram beralih kepada Dino yang membawa Nona. Tapi alih-alih mendapatkan Nona, dia geram dan memaki Dino karena membawa kabur Nona.     

"Sialan kalian semua, kalian membawa nonaku, aku akan merebut dia dari kalian. kalian siapkan mobil segera," teriak Bram dengan kencang.     

Bram masih mendengar suara Narsih yang masih berteriak dan menangis. Bram tidak peduli sama sekali. Dia ingin mengejar Dino untuk mendapatkan Nona. Bram yang di mobil berusaha menelpon Deki, temannya ini yang sudah membawa Nona ke sini. Dia ingin membuat perhitungan dengan Deki. Dia tidak terima karena Deki sudah membawa Nona ke dukun yang kini bersama Narsih.     

"Kemana anak satu ini. Kenapa dia tidak mau angkat telponku, sial kau Deki. Kau sudah membuat aku ingin membunuhmu. Apa maksud kau membawa Nona ke dukun itu," gumam Bram dengan wajah yang penuh emosi.     

"Pak kita kejar orang tadi kah?" tanya anak buah Bram.     

"Iya, jadi kau mau kejar siapa? Hantu tadi? Jika iya sana kejar dia aku tidak mau," ucap Bram dengan nada ketus.     

Anak buah Bram geleng kepala, buat apa kejar hantu itu, yang ada dia akan mati seperti dukun yang ada di tangan hantu itu pikir anak buah Bram. Dino yang membawa laju mobil sekali-kali melihat ke belakang, Dia ingin tahu apakah Bram mengikuti dia atau tidak.     

"Dino kau bawa yang benar, jangan suka lihat belakang kau, aku tidak mau kau membawa mobil ini masuk ke dalam jurang. Kalau kau mau masuk jurang kau saja sana, jangan aku juga," cicit Ian yang kesal karena Dino melihat ke belakang.     

"Apa yang kau lihat Dino?" tanya Paijo yang duduk di sebelah Nona.     

Nona yang masih pingsan dan masih berbalut kain kafan putih belum menunjukkan bahwa dia akan sadar. Dino hanya geleng kepala, dia tidak mau membuat yang lainnya cemas.     

"Kita mau bawa dia kemana? Apa kita bawa ke rumah atau ke desa salak untuk bertemu dengan pak Ustad?" tanya Dino pada yang lainnya.     

"Kita bawa ke pak ustad saja, tapi bibi Sumi bagaimana? Dia masih di tempat kita?" tanya Ian kepada Dino.     

"Kalian pergi saja, biar mamang jemput Bibi Sumi, setelah itu kita jumpa di sana," ucap mang Jupri.     

Dino terdiam, mana mungkin dia meninggalkan mang Jupri sendirian di sini. "Kita jemput saja Bibi Sumi, untuk menjaga Nona, mungkin Bibi Sumi bisa bantu Nona sadar. Nanti baru kita ke desa salak untuk bertemu ustad."     

Semuanya menganggukkan kepala dan mengikuti apa kata Dino. Mereka melihat ke belakang, untuk mengetahui apakah mereka diikuti atau tidak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.