Dendam Winarsih

Jangan Ganggu Kami



Jangan Ganggu Kami

0Mobil melaju keluar dari daerah desa tempat dukun itu berada. Mereka menghindari Bram yang menurut mereka mengikuti mereka, itu benar adanya, Bram memang mengikuti mereka, tapi Bram tidak bisa mengikuti mobil Dino. Mang Jupri sudah memberikan kabar kepada Bibi Sumi untuk segera bersiap. Bibi Sumi yang mendapat intruksi dari suaminya segera bersiap.     

"Mang, apa istri mang sudah siap?" tanya Ian yang duduk di sebelah mang Jupri.     

"Sudah, istri saya sudah saya kasih tahu untuk bersiap. Saya cemas dengan istri saya di rumah sendirian. Kita belum sampai juga," ucap mang Jupri yang resah istrinya sendirian di rumah.     

Ian menepuk pelan pundak mang Jupri untuk sabar, lagian jarak mereka memang jauh, tapi paling tidak saat ini mereka sudah berada di kota dan akan segera sampai. Di tempat berbeda, Bram masih mengikuti mobil Dino, anak buah Bram yang membawa mobil Bram kehilangan jejak, malah mobil hanya mutar-mutar tidak menentu.     

"Pak, kita salah jalan. Ini bukan jalan yang tadi," kata anak buah Bram.     

Bram yang terpejam membuka matanya dan melihat ke arah luar. Benar saja, ini jalan yang tidak sesuai dengan jalan menuju kota. Ini malah ke arah desa lain. Bram memijit keningnya, dia pusing kenapa bisa anak buahnya terlalu bodoh untuk mengingat jalan menuju kota.     

"Kau putar balik saja, jangan kau paksa juga ke sini. Kau tidak tahu kita itu harus kejar mereka, jangan kau paksa arah yang salah. Kau tukar dia bawa mobilnya dan kau pindah ke samping. Menyusahkan saja tahu kalian," geram Bram melihat anak buahnya yang tidak mengikuti instruksi dia.     

Mobil Bram berhenti dan anak buah Bram berganti posisi. Mereka salah jalan karena masih dikacaukan oleh Narsih yang berada di atas mobil mereka. Tentu Narsih bersama dukun yang dia bawa, dukun yang dibawa oleh Narsih mengerang kesakitan dan nafasnya juga masih ada walaupun tidak lancar seperti semula.     

Di mobil Dino dan lainnya tidak ada yang bersuara. Mereka menikmati malam dan perjalanan menuju tempat tinggal mereka. Nona membuka matanya perlahan dia melihat sekeliling dan melihat wajah Dino dari belakang. Nona menitikkan air matanya, dia tidak menyangka bisa diselamatkan oleh Dino dan lainnya. Paijo yang duduk di sebelahnya dan Ian duduk di sebelahnya memandang ke arah depan. Nona merebahkan kepalanya di pundak Ian perlahan.     

Ian yang kaget karena pundaknya berat melihat ke samping, Ian menjerit karena mata Nona melihat ke arah mata Ian. Ian menolak Nona ke samping tepatnya ke arah Paijo. Jeritan Ian membuat Dino menghentikan mobilnya.     

"AAAAAAAAA!" teriak Ian dengan suara kencang.     

Ian juga nyunsep ke depan karena mobil berhenti dadakan. Mang Dadang yang duduk di depan kaget melihat Ian sudah berada di depan. Nona mengadu kesakitan karena dirinya ditolak oleh Ian dengan kencang. untung saja Paijo menangkapnya.     

"Kau kenapa Ian? Kenapa kau menjerit dan kenapa kau bisa sampai di sini?" tanya Dino kepada Ian yang mengaduh kesakitan.     

Mang dadang membantu Ian untuk bangun begitu juga Mang Jupri menarik dari belakang Ian. Dino melihat ke arah belakang dan dia melihat Nona sudah sadar dan berada di sebelah Paijo.     

"Nona, kamu sudah sadar?" tanya Dino dengan wajah bahagia.     

Ian berdecih mendengar apa yang dino katakan, Nona membuat dia kaget. Apa lagi dia sekarang memakai pakaian yang tidak cocok untuk dipakai. Ian meringis karena tangannya nyeri. Nona tersenyum ke arah Dino dan lainnya.     

"Sudah Dino, terima kasih sudah menyelamatkan aku. Aku tidak tahu jika kalian tidak ada uhuuu." tangis Nona pecah mengingat dirinya diculik dan diperlakukan tidak wajar.     

Nona melihat pakaiannya yang berbalut kain kafan dan tentunya membuat dia merinding. Dino menganggukkan kepala dan tersenyum mendengar apa dikatakan oleh Nona.     

"Itu sudah kewajiban kami, sudah jangan sedih. Kamu sudah selamat Nona. Paijo tolong berikan air minum untuk Nona," ucap Dino kepada Paijo.     

Paijo menganggukkan kepalanya, dia mengambil air botol mineral dan memberikan kepada Nona. Ian yang mengusap tangan yang sedikit perih mencium aroma yang tidak asing. Apa lagi aroma mbak manis semanis gula.     

"Ini apa lagi, kenapa dia satu hari saja tidak muncul di dekat kita." keluh Ian yang mengetahui Narsih berada di dekatnya.     

Dino melanjutkan mobilnya untuk segera ke rumah untuk menjemput Bibi Sumi. Mang Jupri melihat wajah Ian yang masam dan kesal. Mang Jupri menepuk pundak Ian perlahan dan memberikan semangat kepada Ian.     

"Sudah, dia sudah selamat. Jadi jangan sedih kamu," ucap Mang Jupri kepada Ian.     

Ian geleng kepala dan menujuk ke arah belakang. Mang Dadang, paijo juga Mang jupri melihat ke arah belakang. Dino yang menyetir melihat dari spion depan apa yang Ian ingin tunjuk ke pada mereka. Mereka yang di melihat langsung kaget dan mengangga.     

"Itu-itu kan Narsih sama dukun yang tadi! Kenapa mereka ada di sini?" tanya Paijo.     

"Mana aku tahu, kau tanya saja sama mbak manis Dino kenapa dia berada di sini." Ian sekenaknya mengatakan itu sedangkan Dino mendengus kesal. Karena Ian mengatakan itu yang membuat dia kesal.     

"Nak Narsih, kenapa ke sini? Dan kenapa bawa dukun ini? Kamu kembalikan saja dia ke tempatnya nak. Sudah cukup, jangan lagi kamu membunuh orang ya," ucap Mang Jupri kepada Narsih yang duduk di belakangnya.     

Narsih hanya diam dan tidak sedikitpun memperdulikan apa yang mang Jupri katakan. Dukun yang melihat sekeliling mencoba berbicara, dia sudah lelah karena selalu dibawa Narsih terbang dari terlempar ke sana kemari.     

"Tolong saya, tolong lepaskan saya dari hantu sialan ini," cicit dukun itu kepada Dino dan lainnya.     

Ian yang mendengar dukun itu mengumpat dn menghina Narsih kesal. "Hantu sialan kau bilang? Cihh! Kau minta tolong tapi tetap menghina dia. Bagus kau dibawa dia, kalau perlu bunuh saja dia mbak manis. Karena ulah kau kami seperti ini, kau menculik teman kami, kau tidak pantas untuk hidup, kau menyusahkan kami," geram Ian.     

"Kau benar, bunuh dan lempar dia saja mbak manis. Jangan ganggu kami mbak manis buat dia membayar apa yang telah dia lakukan kepada mbak manis. Dia juga yang bawa jasad mbak manis itu." Paijo menambahkan apa yang ada di hatinya.     

Tidak ada sahutan dari dukun itu, dia kalah kali ini, tapi dia masih memikirkan caranya lolos dari Narsih, dia ingin segera membalas apa yang telah mereka lakukan padanya dan pada hantu yang membawa dia ke sana ke mari.     

"Mbak, tolong bawa dia, aku takut dengan dia, aku takut jika dia menjahati aku lagi," cicit Nona kepada Narsih.     

Narsih memandang ke arah Nona yang lemah dia juga langsung melihat ke arah dukun itu dengan tatapan yang tajam, dukun yang di tatap menelan salivanya, dia takut karena dia belum mau mati konyol saat ini. Dia harus mendapat jasad Narsih dan membuat hantu di depannya menjadi budak dirinya. Tidak berapa lama berpikir, Narsih sudah membawa dukun itu pergi, Hanya suara teriakkan yang terdengar. Ian dan yang lainnya dapat bernapas lega karena Narsih mau pergi. Tidak berapa lama mereka sampai di rumah Dino.     

Yuk singgah ke novel ku yang ke dua ya Kutukan Nyai Darsimah jangan lupa simpan dan tinggalkan jejak di sana ya Mauliate Godang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.