Dendam Winarsih

Kabur



Kabur

0Dino yang sampai di rumah langsung membawa Nona ke dalam. Dengan perlahan Dino dan paijo membawa Nona ke dalam rumah. Bibi Sumi yang melihat Nona kaget dan menutup mulutnya. Bibi Sumi membantu Nona untuk duduk, Bibi Sumi meminta penjelasan kepada para pria. Semua duduk dan saling pandang. Nona merebahkan kepalanya di pundak Bibi Sumi.     

"Tidak ada yang mau menjawab kenapa Nona seperti ini?" tanya Bibi Sumi yang menunggu jawaban dari suaminya dan yang lainnya.     

"Dia diculik Bibi, entah apa yang dilakukan oleh dukun itu, lihatlah dia di unyeng-unyeng seperti lemper. Bibi tolong bawa Nona ke dalam dan ganti pakaiannya ya, saya sedikit merinding melihatnya sumpah," ucap Ian yang menggetarkan badannya.     

"Iya, kita juga takut, takutnya Nona terbang pula kan," cicit Paijo.     

Nona yang mendengarnya mencibir mulutnya, dia tidak terima dengan perkataan Paijo. "Kamu pikir aku apa terbang, dasar jahat kamu Paijo," kesal Nona.     

Nona dan Bibi pergi ke kamar untuk ganti pakaian. Nona juga tidak tahu kenapa bisa dia berganti dengan pakaian yang untuk orang meninggal ini. Nona yang sudah berganti pakaian keluar bersama Bibi. Nona memandang ke arah tas besar di depan matanya.     

"Bibi mau kemana?" tanya Nona yang heran tas si Bibi ada di luar.     

"Katanya mau pulang ke desa, Bibi berberes lah. Pak jadi kita pulang tidak?" tanya Bibi kepada suaminya.     

"Tidak Bibi, Nona sudah sadar. Tadi kami pikir si Nona tidak sadar, jadi kami mau bawa ke desa untuk bertemu ustad yang tempo hari itu." Dino menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.     

"Iya, kamu simpan saja, besok kita pulang. tidak enak kita pulang diantar sama mereka," ucap mang Jupri.     

Dino menepuk pundak mang Jupri pelan. "Tidak apa mang, kami akan antar mang dan juga ingin bertemu dengan pak ustad juga, paling tidak untuk mencari pencerahan juga," jawab Dino kembali.     

Ian melihat jam di tangan, sudah larut pantas matanya sedikit burem alias ngantuk. "kalian tidak mau tidur apa? Sudah malam juga ini. Nanti yang ada kita kedatangan tamu yang tidak diundang," ucap Ian kepada Dino dan lainnya.     

Ian bangun dan masuk ke dalam kamar untuk tidur. "Ian ganti pakaian dan cuci kakimu. Nanti kamu ngigau!" teriak Paijo dengan kencang.     

Ian keluar kembali dengan membawa handuk untuk mandi. Semua pada bubar untuk melakukan kegiatan mereka masing-masing. Para lelaki tidur satu kamar sedangkan Bibi dan Nona tidur berdua. Ian dan Paijo tidur berdua sedangkan Dino dan mang Dadang dan mang Jupri tidur bertiga di bawah.     

"Dino, apa dukun itu sudah meninggal ya? Aku lihat dia dibawa kemana-mana oleh si mbak manis. Kira-kira mereka mau kemana ya?" tanya Ian kepada Dino.     

Dino yang menutup matanya menghela nafas, pertanyaan Ian membuat dia ingin menarik ubun-ubun Ian. Sudah malam dia masih saja memikirkan tentang kedua makhluk itu.     

"Kau pikir aku pengasuh mereka ya?" tanya Dino dengan kesal.     

Ian yang mendengar apa yang dikatakan oleh Dino mendesah. Ian menutup matanya untuk masuk ke alam mimpinya. Begitu juga yang lain. Jam menunjukkan pukul setengah tiga malam, udara malam begitu menyejukkan. ian dan yang lainnya yang baru tidur dan memimpikan hal yang indah harus dikejutkan oleh suara gubrakkan yang cukup kencang.     

Gubrakkk!     

Semua yang tertidur langsung bangun dan terduduk. Mereka begitu kaget mendengar suara yang cukup keras. Ian memandang Paijo dan meminta penjelasan kepada Paijo. Paijo yang dipandang oleh Ian geleng kepala. Dino bangun dari tempat tidur dan mencari tahu suara apa yang begitu keras sehingga mereka terbangun. Mang Dadang dan mang Jupri ikut bangun dan berjalan mengikuti Dino.     

"Ian ayo kita pergi," ucap Paijo yang bangun untuk ikut, tapi Ian menahan tangannya dan menggelengkan kepalanya.     

"Jangan, biarkan saja mereka bertiga. Kita di sini saja, aku takut jika sesuatu terjadi," ucap Ian yang menahan tangan Paijo.     

Paijo yang melihat kelakuan Ian menghela nafas panjang, emang penakut pikirnya. Paijo akhirnya duduk manis di tempat tidur. Dino yang sudah di luar kamar mencari sumber suara tapi tidak ada sama sekali suara tadi.     

"Tidak ada mang, apa kita salah dengar atau kita bermimpi ya?" tanya Dino kepada mang Dadang dan mang Jupri.     

Mang Dadang gelang kepala, tidak mungkin satu mimpi bisa bersama. Mang Dadang mengintip di jendela, tidak ada sama sekali yang mencurigakan. Mang Dadang menghadap ke arah Dino dan mang Jupri.     

"Tidak ada yang mencurigakan sama sekali. mungkin kita kembali tidur lagi, anggap saja ini mimpi indah kita bersama. Ayo kita lanjut lagi tidur." ajak mang Dadang kepada keduanya.     

Di tempat lain dukun yang dibawa Narsih berhasil kabur, dia berlari ke sana kemari. Dia berusaha untuk kabur dari Narsih. Dukun itu bertemu anak buahnya yang selamat. Dia yang menyelamatkan dukun itu. Narsih yang kembali ke tempat yang dia letakkan dukun di pohon tidak menemukan dukun itu. Narsih menjerit kencang karena dia kehilangan dukun itu.     

Narsih kembali ke rumah Dino, dia begitu marah karena sanderanya hilang. Narsih masuk ke rumah Dino dengan cara kasar dan tentu saja itu yang membuat penghuni rumah terbangun. Dan sekarang dia berada di lemari kamar Dino dan itu terlihat oleh Ian dan Paijo yang menunggu di kamar.     

"Dia sudah di depan kita tuh, lihatlah tempat kesukaaanya dan lihat genteng kita itu, sepertinya kita melihat bintang kejora di kamar ini," ucap Paijo yang menunjukkan ke arah Narsih yang duduk di lemari sambil menghentakkan kaki di pintu lemari.     

Ian yang melihatnya menghela nafas, jadi karena kedatangan Narsih mereka harus terbangun. Dino yang masuk bersama kedua mamang melihat Ian dan Paijo duduk dan melihat ke sudut kamar. Ketiganya melihat Narsih sudah di kamar mereka dan duduk di tempat biasa.     

"Sejak kapan dia di sini?" tanya Dino kepada keduanya.     

"Tanya saja dia kapan sampainya. Gara-gara dia tuh lihat genteng, kamu bisa lihat bintang kejora di atas." Ian menunjuk ke arah atas.     

Dino dan kedua mamang melihat ke atas. Dino yang melihat kelakuan Narsih hanya bisa elus dada. Kerjaan lagi pikirnya. Mang Dadang dan Mang Jupri ingin tertawa tapi ditahan, dia tidak mau membuat Dino sedih. Mang Dadang menepuk pundak Dino dengan pelan.     

"Sabar, dia mungkin tidak tahu pintu masuk, ataupun dia tidak punya kunci cadangan." Mang Dadang tertawa geli dan kembali ke ranjang untuk melanjutkan tidur begitu juga dengan yang lain.     

"Eh, tunggu kemana si dukun itu. Mbak manis itu ada di sini, tapi dukun itu mana?" tanya Ian kepada Dino dan yang lainnya.     

Yuk singgah ke Kutukan Nyai Darsimah ya, simpan di rak ya semuanya. Mauliate Godang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.