Dendam Winarsih

Kau Menusukku Deki



Kau Menusukku Deki

0Bram yang kesal meninggalkan kantor berita tempat Nona dan pria menyebalkan itu bekerja. Dia ingin bertemu dengan pengkhianat yang sudah membawa lari Nona dan menyerahkan ke dukun sialan itu. Bram masih beruntung jimat itu masih bersamanya, dia akan selamat dari ancaman Narsih, jadi dia bisa sedikit lega, walaupun pada kenyataannya dia tidak tahu.     

"Pak, kita jadi ke perusahaan Pak deki?" tanya supir yang sudah melajukan jalan menuju kantor majikannya.     

"Iya, aku mau ke kantornya." Bram menjawab dengan nada tegas.     

Bram ingin tahu apa motif terselubung dari Deki, dia sudah sepakat tidak menyerahkan nona dengan alasan apapun, tapi kenapa dia malah main belakang. Bram geram karena Deki sudah menusuk dia dari belakang.     

"Kau menusukku Deki, harusnya kau saja yang mati bersama hantu sialan dan dukun sialan itu. Aku akan buat perhitungan denganmu, kau akan rasakan kejamnya hantu itu," gumam Bram dengan wajah datar.     

Bram akan mengorbankan Deki sahabatnya, dia kesal Deki yang bersahabat dengannya harus mengkhianati dirinya. Dia sudah berusaha ikut apa yang dia inginkan tapi kenapa malah dia yang harus menanggungnya.     

Bram mengingat kejadian tempo hari, dia tidak bisa melupakan malam itu, dia harus berurusan dengan dukun dan Narsih. Narsih terus membuat dia sesat di jalan dan beruntung sekali dia bisa sampai kota dan rumahnya.     

"Maaf pak, kita sudah sampai di tempat pak Deki," ucap supir Bram yang membuyarkan lamunan Bram.     

Bram yang melamun langsung tersadar dan menoleh ke arah luar. Dia sudah sampai di kantor pemgkhinat itu. Bram bergegas keluar dan langsung masuk menuju ruangan Deki. Para karyawan Deki tidak perlu mencegah Bram, karena Bram orang terkenal dan sahabat bos mereka.     

Langkah kaki Bram terdengar begitu tegas, Bram mulai naik lift dan langsung menuju ke ruangan Deki. Bram tidak tahu jika diman sudah di sana. Diman dipanggil oleh Deki untuk mencari bala bantuan.     

"Kau gila Deki, kau buat Bram akan murka, kau tahu wanita itu yang disukai Bram dan kau menjadikan dia tumbal? Demi apa kau berbuat seperti itu hahh?" tanya Diman dengan kencang.     

Dia tidak menyangka Deki berani bermain di belakang Bram, dia tahu jika Bram marah akibatnya fatal, dia akan mati di tangan Bram, Narsih saja ditolak cintanya dibuat mati apalagi Deki.     

Deki mengusap wajahnya dengan kasar, dia tahu kalau dia tidak bisa menahan untuk tidak menjadikan wanita itu tumbal, dia takut jika tidak menuruti, Narsih akan mengejarnya. sekarang rencananya gagal dan pasti Bram akan marah dan membunuh dia seperti yang dikatakan oleh Diman.     

"Sudah cukup, kau benar-benar membuat aku kehabisan akal, kau tahu aku ini berjuang demi kita, kalau tidak mana mungkin aku melakukan ini," ucap Deki yang frustasi karena perbuataanya akan menghancurkan persahabatan dia dan Bram yang sudah berlangsung lama.     

"Iya aku tahu ta ...." Diman menghentikan ucapannya karena pintu ruangan Deki terbuka dan Bram di depannya dan masuk dengan kasar.     

Bram berjalan ke arah Deki dan mulai memukul Deki dengan kuat dan membabi buta. bughhh ... bughhh ... pukulan dari Bram bertubi-tubi sehingga Deki terkapar dan terluka. Diman melerai perkelahian kedua sahabatnya, dia bingung mau bela siapa. keduanya salah karena mempunyai riwayat kejahatan dan itu kejahatan yang sama di masa lalu.     

"CUKUP! Kalian tidak tahu malu! Berkelahi seperti anak muda saja, ingat kalian berdua itu bersahabat, jangan buat persahabatan kalian hancur karena satu masalah. Kita sudah banyak masalah jadi jangan tambah lagi, aku tidak habis pikir kenapa kalian bertindak tidak terpuji seperti ini." Diman berteriak kencang sambil memisahkan keduanya. Dia kesal karena kedua sahabatnya itu tidak ada yang mengalah, mereka saling pukul hingga keduanya terluka.     

Diman yang melerai mereka juga ikut terpukul, alhasil Diman membiarkan keduanya berkelahi, Diman duduk sambil menekan lukanya dengan tisu. umpatan demi umpatan terdengar dari mulut keduanya. puas berkelahi, keduanya tersandar dan tergeletak di lantai. Diman yang melihatnya hanya memandang tajam ke arah keduanya.     

"Sudah selesai kalian berkelahi? Jika belum lanjutkan saja sana, aku sudah tidak mau melarang kalian lagi. Lanjutkan saja sana," ucap Diman yang sudah kesal dan malas berdebat dengan kedua akik-akik ini.     

"Kau benar-benar tidak punya otak Deki, kau menusukku! Aku sudah katakan padamu jangan libatkan wanita itu, dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini, tapi apa yang terjadi? Kau buat dia menjadi tumbal dan aku juga terlibat di dalamnya, kau buat aku mati semalam. Kau tahu itu hahh!" teriak Bram yang kesal bila mengingat semalam.     

Diman dan Deki yang mendengarnya mengangga. Mereka tidak tahu kenapa bisa Bram jadi ikutan terkena masalah. Diman melihat ke arah Deki, dia ingin meminta penjelasan kepada Deki tapi Deki geleng kepala.     

"Aku hanya bawa dia saja, bukan untuk membuat kau celaka juga." Deki menjelaskan yang sebenarnya.     

"Tapi, karena ingin menyelamatkan dia aku jadi korban, hantu itu juga membuat aku celaka, dia membuat anak buahku salah jalan, untung saja aku bisa sampai di sini, jika aku ada di alamnya bagaimana? Aku akan bawa kalian ikut serta juga," ucap Bram dengan suara tinggi.     

Bram benar-benar kesal, dia tidak habis pikir apa yang ada dipikiran Deki. Apa dia begitu terhasut oleh ucapan dukun sialan itu. Deki terdiam dan mengelap lukanya dengan tisu. Bram duduk di sebelah Diman.     

"Kita tidak boleh percaya oleh dukun itu, bisa saja dia ingin sesuatu dengan wanita itu dan hantu itu, juga kita tentunya. Kalian tahu kan maksudku?" tanya dim2an dengan tegas.     

"Kalau untuk hantu itu aku tidak peduli, aku tidak mau kalian membawa wanita itu. Bukannya kita selamat yang ada kita makin mati di tangan Narsih. Dendam Winarsih ke kita sudah mendarah daging, jadi jangan buat dia makin dendam sama kita," ucap Bram dengan wajah penuh amarah.     

Diman menganggukkan kepalanya dia tahu jika saat ini jangan bermain api, jika ingin selamat dari kematian maka jangan dekati kematian, jika mendekati maka kematian yang akan mereka hadapi.     

"Apa yang terjadi semalam? Kau menyaksikan sesuatu yang menakutkankah?" tanya Diman yang penasaran.     

"Dukun itu dibawa Narsih entah kemana, aku melihat dukun itu sudah lemah dan kemungkinan dia mati, tidak ada yang bisa lepas dari dia, anak buah dukun itu saja meninggal dengan cara yang mengenaskan sekali, jadi tentu ketuanya juga meninggal seperti itu juga," jawab Bram.     

Diman merinding mendengar pengakuan Bram, Deki juga ikut merinding mendengar apa yang dikatakan oleh Bram. Dia tidak pernah melihat secara langsung kekejaman Winarsih.     

Jangan lupa singgah di Kutukan Nyai Darsimah ya simpan di rak kalian Mauliate Godang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.