Dendam Winarsih

Dia Lebih Kejam



Dia Lebih Kejam

0"Dino! Dia kenapa? Apa dia sakit?" tanya rekan kerja Dino yang kaget melihat Paijo pingsan di lantai.     

"Kau bantu aku cepat, aku tidak tahu dia sakit apa, cepat sedikit bantu aku," ucap Dino yang berusaha membangunkan Paijo.     

Rekan Dino yang mendengar apa yang dikatakan oleh Dino segera membantu Dino dan mengangkat Paijo untuk di letakkan di atas meja. Rekan Dino juga melihat Ian yang tertidur. Rekan Dino yang melihatnya menatap Dino.     

"Dia pingsan, jadi biarkan dia bangun dengan sendirian," ucap Dino dengab cepat.     

"Pingsan kenapa? Apa dia sakit juga?" tanya rekannya lagi yang bernama Milo.     

"Duh, kau ini Milo jangan banyak tanya, aku saja tidak tahu dia sakit atau tidak. Dia pingsan saja, apa kau mau aku pukul biar ikutan pingsan juga?" tanya Dino dengan geram.     

Milo geleng kepala karena pertanyaan dari Dino. Setelah meletakkan Paijo, ruangan Dino bergerak seperti gempa, lampu juga ikut bergerak. Dino dan Milo yang merasakan gerakkan itu saling pandang.     

"Eh, ini gempa bumi atau apa ya? kok gerak, mana mungkin aku ikutan sakit juga," cicit Milo yang memegang meja kerja Dino.     

Lampu seketika nyala, redup begitu seterusnya. Terdengar suara berjatuhan dari tempat yang tadi. Milo mendekati Dino dan memeluk lengannya. dia takut karena pergerakkan di ruangan Dino.     

"Di-Dino itu, siapa? Kenapa dia memandang kita? Apa di ruanganmu ada penunggunya ya?" tanya Milo kepada Dino.     

Dino yang mendengar perkataan Milo menoleh ke arah yang tadi. Benar saja, pria tadi melihat ke arah dia dan Milo. Dino menelan salivanya dan mundur selangkah kebelakang. Milo juga ikut mundur perlahan.     

"Dino, aku mau keluar saja, aku takut. Kau hadapi saja dia sendirian sana," ucap Milo yang berlari ke arah pintu.     

Tapi, pintu ruangan kerja Dino tidak bisa dibuka dengan mudah. "Dino, pintu kantor kamu kenapa tidak bisa dikunci, aduh! Aku mau keluar Dino, tolong aku Dino. Aku mohon padamu, jangan biarkan aku mati sia-sia di sini," ucap Milo dengan wajah sendu dan pucat.     

Brakkk ... brakkk ..     

Pria tadi menghancurkan barang yang ada di sekitar tempat dia berdiri. Dino tidak mengatakan apapun dia menatap nanar ke arah pria yang dia tidak kenal itu. Milo menggigil karena melihat apa yang dia lihat. Wajah seram dan menakutkan terlihat jelas karena pria itu berjalan mendekati Dino.     

"Dia lebih kejam dari Narsih, apa dia pernah dibunuh oleh Narsih?" tanya Dino kepada dirinya sendiri.     

"Aku kasih kau kesempatan untuk menyerahkan mereka, jika nggak maka aku akan menghabisi kalian tanpa ampun sedikit pun," jawab pria yang wajahnya berubah menjijikan dan menyeramkan.     

Dino yang tidak tahu siapa pria itu hanya diam tanpa mengiyakan permintaan pria itu. Pria yang mengancam Dino menghilang dari balik kegelapan dan situasi menjadi tenang. Dino terduduk di lantai sambil menahan sesak di dada. Dia melihat Milo rekannya sudah pingsan, entah kapan dia pingsannya.     

"Aku harus apa, siapa dia pun aku tidak tahu, aku harus berjumpa dengan mang Dadang dan membicarakan semuanya, aku tidak mau memutuskan sendiri. Narsih, siapa dia, apa hubungannya dengan kamu," gumam Dino dengan suara lirih.     

Dino tertunduk dan merasakan dingin di lehernya, Dino merasakan hembusan angin menyapu lehernya. Dino kembali merinding, dia merasakan apakah ada yang datang lagi.     

"Dino hei Dino apa dia sudah pergi?" tanya seseorang dari atas meja.     

Dino terdiam kenapa bisa hantu tahu namanya dan mengatakan sudah pergi. Dino perlahan menatap ke arah yang memanggilnya. Dia melihat Paijo melihat ke arahnya, Dino yang kaget mundur ke belakang, dia begitu kaget karena melihat Paijo sudah sadar.     

"Kau pura-pura pingsan kah Paijo?" tanya Dino dengan wajah pucat.     

Paijo geleng kepala, dia juga baru sadar dan kepalanya pusing begitu juga pundaknya juga sedikit sakit. Paijo perlahan melihat pundaknya yang memerah seperti terbakar. perih dan sakit itu yang dia rasakan.     

"Pundakku sakit dan sangat sakit sekali. aku ingin ke rumah sakit saja, aku tidak tahu apakah ini bisa sembuh." Paijo merintih kesakitan karena pundaknya benar-benar sakit untuk bergerak saja dia kesulitan.     

"Apa kau bisa bergerak Paijo, jika tidak jangan dipaksakan, aku akan membantumu," ucap Dino yang bangun dan membantu Paijo untuk turun dari meja.     

Dino menarik kursi dan meminta Paijo duduk, Dino merasa ngeri melihat luka Paijo yang seperti orang melepuh dan merah juga berdarah. Ian tersadar dari pingsannya, dia melihat ke arah Dino dan Paijo yang sibuk. Ian bangun dan mendekati Dino, Ian menepuk pundak Dino dengan pelan. Dino yang kaget menjerit sambil menekan pundak Paijo yang terluka. Dino membantu membersihkan luka Paijo tapi tepukkan dari Ian membuat dia kaget dan menekan luka Paijo.     

"AAAAAAA!" teriak dino dengan kencang.     

Ian pun ikut berteriak histeris karena teriakkan Dino. Milo yang pingsan seketika bangun dan ikut teriak, dia juga merangkak ke arah Ian dan memeluk kaki Ian. Ian yang kakinya dipeluk kaget dan ikut menjerit histeris. Alhasil ke empat pria menjerit tanpa ada yang tahu kenapa dan ada apa.     

"DIAM KALIAN!" teriak Paijo yang sudah kesakitan karena pundaknya dipegang kuat oleh Dino.     

Ketiganya terdiam dan saling pandang. Milo melepaskan kaki Ian dan mundur sambil mengusap dadanya. Seumur dia baru melihat hantu lebih tepatnya makhluk yang menakutkan dan menyeramkan.     

"Paijo, kenapa pundakmu?" tanya Ian yang melihat pundak Paijo merah dan melepuh.     

"Makhluk tadi menekan pundak Paijo, dia meminta Narsih dan Nona, aku tidak tahu dia siapa, apa dia suruhan Bram atau dukun itu. Setahu aku dukun itu sudah berada bersama Narsih, tapi entahlah aku tidak tahu menahu," ucap Dino yang menutup pundak paijo dan membangunkan dia untuk pergi ke rumah sakit.     

"Kalian mau kemana?" tanya Milo.     

Ian yang melihat Dino menyerngitkan keningnya. "kau sejak kapan di sini?" tanya Ian yang heran rekannya ada di ruangan kerjanya.     

"Laporanmu salah, jadi kau ubah dulu sana, dari tadi aku telpon kalian tidak angkat, makanya aku ke sini dan sialnya aku melihat yang tidak mau aku lihat," ucap Milo yang bangun dan meninggalkan ruangan Dino.     

"Makhluk itu kejam sekali, dia harus segera kita hindari, pertemukan dia dengan Narsih saja, biar Narsih yang menghadapi dia, aku sudah tidak sanggup lagi," ucap Ian kepada Dino.     

Dino menghela nafas panjang, kenapa harus dia yang menghadapi makhluk yang dia sendiri saja tidak tahu siapa. Dino membawa Paijo ke rumah sakit, dia tidak mau sahabatnya ini terinfeksi atau apalah yang membuat sahabatnya ini tidak bisa apa-apa. ian ikut juga, dia tidak mau sendirian di ruangannya, untuk masalah laporan, nanti saja dia revisi, toh kesalahannya mungkin di tempat kejadian saja.     

Ketiganya pergi meninggalkan kantor dan bergerak menuju rumah sakit. Mereka tidak menyadari ada yang mengikuti mereka. Siapa lagi kalau bukan anak buah Bram. Bram masih ingin membawa Nona agar dia selamat itu yang Bram pikirkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.