Dendam Winarsih

Dukun Itu Selamat



Dukun Itu Selamat

0Dino dan kedua sahabatnya sudah tiba di rumah, mereka sangat lelah karena kejadian di kantor. Dino keluar dari mobil dengan wajah lelah, begitu juga Ian dan Paijo. Keduanya pingsan sehingga tidak tahu kejadian setelah itu.     

Ceklekk!     

Pintu terbuka dan terlihat mang Dadang dan mang Jupri tengah duduk sambil menikmati secangkir kopi. Kedua mamang kaget karena melihat ke tiganya lelah dan wajahnya kusut.     

"Kalian kenapa?" tanya mang Dadang.     

Helaan nafas terdengar dari ketiganya. Mang Jupri menyergitkan keningnya mendapat jawaban dari keduanya, lebih tepatnya hanya helaan nafas saja.     

"Kalian kenapa? Tidak mau berkata apapun?" tanya mang Jupri kepada Dino dan keduanya.     

Ke tiganya duduk dan saling pandang. "Ada hantu lain dan itu yang membuat kami kelelahan." Ian mengatakan sesuatu yang membuat kedua pria paruh baya mengangga, bibi Sumi dan Nona yang baru datang dari dapur membawa cemilan ikutan kaget.     

"Kalian bilang apa? Hantu baru gimana?" tanya mang Dadang.     

"Iya benar, siapa yang jadi hantu? Bukannya ini masih terang belum gelap. Kenapa ada hantu? Mungkin kalian halusinasi, makanya kalian katakan itu," ucap mang Jupri.     

Nona duduk di sebelah Dino dan mengusap keringat di wajahnya. Terlihat Dino benar-benar kelelahan. Dino tersenyum mendengar apa yang dilakukan oleh Nona.     

"Mang, kami juga tidak tahu. Waktu itu suasana di ruangan terang tapi saat kami tengah bekerja belum pun kerja kami dikejutkan oleh suara yang cukup kencang di ruangan pojok yang menyimpan file dan kamera yang sudah tidak digunakan. Ada juga yang digunakan. kami berpikir itu tikus atau apalah, tapi nyatanya, bukan. Saya dan Dino melihatnya dan ternyata gitu lah, sosoknya pria yang lebih menyeramkan. Dia meminta Narsih dan ...." Paijo tidak melanjutkan perkataannya.     

Nona yang tahu sambungannya menunduk sendu, kenapa dia yang diinginkan sama mereka. Apa salah dia, dia saja tidak tahu menahu. Dikarenakan dia mirip jadi dia yang jadi tumbalnya. Dino yang tahu Nona sedih, dia mencoba menenangkan Nona.     

"Ini gila, apa hubungannya dengan Nona, kalau Narsih mungkin iya tapi kenapa harus Nona gitu. Hubungannya apa coba, ini nggak masuk akal. Dan Bram tahu akan hal ini?" tanya Mang Jupri.     

"Dia kekantor, dia sengaja membuat kami merasa teraniaya, dia juga menginginkan Nona, makanya dia datang dan membuat masalah. Untung saja aku bisa balik menyerang dia. Jika tidak, kami bisa dipecat dan gitu lah, kalian tahu kan maksudnya," ucap Ian kepada yang lain.     

"Ngomong-ngomong apa dukun itu selamat? Mana mungkin Bram mencari dukun lagi. Kalau dia cari dukun lagi tentu akan makin lama kita mengambil jimat itu," ucap Paijo kepada yang lain.     

Dino dan Ian geleng kepala, begitu juga dengan kedua Mamang dan Bibi Sumi juga Nona. Paijo menghela nafas, dia sudah menduga ini perbuatan dukun itu. Tapi kenapa dia bisa selamat dan di mana dia sekarang.     

"Aku rasa, dia tidak meninggal. Dia cerdik, saat Narsih lengah dia menyelamatkan diri, kita harus mencari tahu dia. Bisa saja dia yang mengirim itu yang tadi Dino. Dia berusaha menakuti kita dan bisa saja dengan menakuti kita dia bisa mendapatkan keduanya," ucap Paijo yang membuat semua mendengarnya mengangga.     

Ian memandang mang dadang. Begitu juga dengan mang Jupri yang memandang Dino. "Saya rasa benar kata Paijo, dia selamat. Dan kalian ingat bagaimana Narsih datang pada malam kita tiba di sini. Dia masuk dengan penuh amarah dan tidak ada dukun itu, padahal dia ada saat narsih duduk di kursi penumpang belakang," jawab mang Jupri yang menjelaskan apa yang dia pikirkan.     

"Aku sependapat seperti yang mang katakan. bisa saja dia melakukan ini semua. sial, kita harus waspada ini. jangan lengah, incarannya itu Nona, kalau Narsih kita tidak perlu risau sama sekali. Kalau Nona, kita harus jaga dengan baik." Ian menjelaskan apa yang dia risaukan.     

"Aku rasa mungkin iya. Kita jaga Nona saja, karena Narsih bisa jaga diri sendiri. Nona, apa Bram ada menelponmu atau mengirim pesan kepadamu?" tanya Dino kepada Nona.     

"Tidak ada, soalnya dia tidak ada mengabari dirinya. Mungkin karena dia belum sempat. aku juga tidak mungkin pergi dengannya, bisa diculik aku. Aku takut Dino," ujar Nona dengan suara lirih.     

Dino menepuk pelan punggung tangan Nona dengan lembut. Dia tahu jika sebenarnya dia takut untuk melepaskan Nona. Tapi jika tidak bersama Bram bagaimana dia bisa mengambil jimat yang Bram pakai di lehernya.     

"Nona, kalau kamu takut, bagaimana dengan jimat itu?" tanya Paijo.     

"Iya benar, dia tidak mungkin menjauhi Bram, jika dia tidak dekat dengan Bram. tapi, kalau dia dekat dengan Bram, bisa bahaya kita Dino, yang ada dia tidak bersama kita. Makin sulit kita Dino," kata Ian lagi.     

Mang Dadang dan mang jupri menghela nafas karena makin tidak karuan, banyak sekali yang mengincar Narsih dan Nona. padahal narsih hanya mau membalaskan dendamnya, Narsih belum bisa mendekati Bram karena jimat yang dipakai oleh Bram.     

"Kita tidak boleh gegabah, kita harus lindungi Nona, kita jangan percaya dengan Bram, yang katanya mau lindungi Nona, yang ada dia malah buat kita tidak bisa dekat dengan Nona. dia licik, bisa saja dia melakukan hal lain nantinya," kata mang Dadang.     

"Iya saya setuju. Nona kamu harus waspada, jangan buat diri kamu terlalu percaya dan kalau pun kamu punya niat ambil jimat itu, lakukan dengan rencana yang kita ketahui. Jadi, kita tidak salah langkah. Sekarang dukun itu selamat dan dia sudah mengirimkan seseorang yang membuat Paijo terluka," sahut mang Jupri.     

"Sudah diobati nak Paijo pundaknya?" tanya bibi Sumi.     

"Sudah, tadi langsung diobati Bibi. Tapi gitu lah, masih perih dan berdenyut nih." Paijo menunjukkan pundaknya yang berbalut.     

Bibi Sumi menganggukkan kepalanya, dia hanya bisa diam dan menatap sendu pria tampan di depan dia. Nona juga tidak tega karena ketiga sahabatnya terluka.     

"Kalian istirahat saja, bersihkan diri setelah ini kita solat bersama, semoga kita diberikan keselamatan dan bisa menyelesaikan ini semua." mang Jupri meminta ke tiganya untuk membersihkan diri dan ibadah.     

Dino dan lainnya mengganggukkan kepalanya, ketiganya langsung beranjak dan bergantian membersihkan diri. Malam pun tiba suara panggilan ibadah terdengar, para pria bersiap untuk memulai ibadah solat, dengan imam mang Dadang, mereka melaksanakan solat magrib bersama. Bibi Sumi dan Nona juga ikut solat. Narsih yang berdiri di belakang Nona hanya tersenyum saja, dia ingin melakukan apa yang dilakukan Nona dan lainnya, tapi apa daya dia sudah berada di dunia lain. Narsih mengingat saat di desa dia selalu solat berjamaah dengan abah dan mak. tangis Narsih pecah dan tangisannya membuat kosentrasi mereka sedikit terganggu. tapi, mereka masih bisa fokus sampai selesai solat.     

"Kau nangis Nona?" tanya Ian kepada Nona.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.