Dendam Winarsih

Pergi Kau



Pergi Kau

0Narsih mulai memandang tajam ke arah sosok yang mirip dengn suaminya itu. Ada rasa rindu tapi dia tidak bisa mendekati sosok itu karena dia tahu suaminya tidak mungkin bangkit kalau tidak dari dukun itu.     

"Pergilah kau, aku tidak ingin kau di sini. Ini urusanku, PERGI!" teriak Narsih kepada sosok yang mirip dengan suaminya.     

"Ikut aku, kau harus ikut aku dan dia juga, aku tidak mau pergi tanpa kau dan dia," ucap sosok itu kepada Narsih dengan tatapan tajam.     

Dino yang mendengarnya mengepalkan tangannya, dia tidak terima jika sosok halus itu meminta Nona. Dia ingin ke depan tapi ditahan oleh Nona. Nona menggelengkan kepalanya, dia tidak mau Dino terluka.     

"Jangan aku mohon kepadamu, aku tidak mau kau terluka Dino, aku mohon padamu. Aku mohon," ucap Nona dengan suara lirih.     

Dino yang tangannya ditahan oleh Nona hanya menatap tajam ke arah Nona. Dino menghela nafas panjang, dia pun mengurungkan niatnya. Mang Dadang yang sudah terlepas dari. Cengkraman sosok itu mengusap lehernya. Mang Jupri menarik Mang Dadang untuk menjauh dari dua makhluk itu.     

"Mbak manis, bisa bawa dia menjauh dari kami. Siapapun dia kami tidak peduli, mbak manis urus lah ya, dia sudah mencelakai kami," kata Ian dengan wajah memelas dan memohon kepada Narsih.     

Narsih tahu kalau mereka pasti takut berhadapan dengan sosok ini, dia tidak mungkin membiarkan sosok ini membawa Nona dan menyakiti mereka semua. Narsih yang masih memegang golok mulai mengayunkan goloknya ke arah sosok itu.     

"Pergilah kau ke dukun sialan itu!" teriak Narsih yang mulai mengayunkan ke arah sosok itu dan dengan cepat golok itu menancap ke kepala sosok yang mengaku suami Narsih.     

Dino dan lainnya mengangga melihat Narsih tanpa dosa menancapkan golok kesayangannya ke sosok itu. Tidak ada darah sama sekali yang keluar, kecuali binatang yang menjijikkan yang keluar dari kepala makhluk halus itu.     

Ian yang melihatnya muntah-muntah melihatnya, dia baru makan sudah melihat hal yang menjijikan itu. Ian tidak bisa menahan rasa mualnya. Paijo ikut muntah karena melihat pertaruhan antara keduanya.     

"Uekkk ... uekkk ... aku sudah tidak kuat untuk melihatnya," cicit Paijo yang merangkak menjauhi keduanya. Rumah Dino sudah tidak rapi lagi, rumah yang mereka tempati sudah kotor dan tidak berbentuk lagi.     

"Aku peringati kau, menjauh atau aku akan buat kau menyesal. Kau jangan bermimpi untuk mengakui suamiku, pergilah dari sini, jika tidak maka aku akan melenyapkan kau dengan caraku," ucap Narsih dengan suara lantang.     

Di tempat lain dukun itu meremas kain yang ada di mejanya. Dia tidak tahu jika Narsih bisa sekuat itu. Jasad yang dia bangunkan itu adalah sosok pria yang baru meninggal akibat kecelakaan yang dia buat menyerupai sosok suaminya.     

"Langkahi mayatku!" teriak dukun itu yang diikuti oleh sosok yang berdiri di depannya.     

Narsih yang mendengarnya tersenyum karena terlihat jelas jika sosok ini dikendalikan oleh dukun yang terlepas dari dirinya. Narsih mengangkat kembali goloknya dan mengacungkan kembali goloknya tepat di leher makhluk itu dan sekali tebas leher itu lepas dan bergulir ke bawah dan tepat di depan Ian yang duduk lemas.     

Ian yang melihatnya pingsan seketika, dia tidak tahan melihat kepala sosok itu berada di depannya dan melihat dia. Paijo sudah tidak tahan lagi, dia ikut pingsan di tempat. Mang Dadang dan Mang Jupri mulai membaca doa kembali, suasana makin panas dan makin tidak terkendali.     

Lantunan doa membuat Narsih membawa sosok itu pergi dan menghilang dari hadapan Dino dan yang lainnya. Dino yang melihat kepala sosok itu tertinggal dan berubah menjadi asap yang berbau dan lama-lama menghilang yang tersisa hanya bekas hitam di lantai. Nona dan Bibi duduk di kursi dengan rasa lega.     

"Mereka sudah pergi mang," ucap Dino yang melihat kekacauan yang dibuat oleh kedua makhluk itu.     

"Kita sekarang sudah tahu, pelakunya dukun itu. Dia selamat ternyata, kita tidak boleh lengah Dino. Harus jaga Nona dan diri kita sendiri. Bagaimana kita mengambil jimat itu, ketiga pembunuh itu memakainya," sambung Mang Dadang     

"Bukan hanya tiga mang, tapi 4, satunya sedang koma. Entah sampai kapan dia akan sadar. Kami tidak tahu di mana jimat itu di simpan. Kalau kita ambil, yang ada dia meninggal," ucap Dino.     

Mang Jupri duduk kembali di kursi, sambil meminum air dia mencerna apa yang dikatakan oleh dino. "Jadi, bagaimana? bukannya dia pembunuh juga. Kalau dia meninggal itu sudah takdir dia. Siapa yang berani berbuat berani bertanggung jawab," jawab Mang Jupri.     

Dino mengiyakan apa yang mang Jupri katakan, dia tidak mengungkirinya, tapi apa pantas kita melakukan di saat dia sekarat. Mang Dadang mengangkat Ian yang pingsan di lantai untuk dibawa ke kursi tamu dan menidurkannya di sana. Dino juga ikut membantu mengangkat Paijo yang ikutan pingsan.     

Nona membantu membersihkan semua yang berserakkan di rumah Dino. Di rumah dukun yang baru, Narsih tiba dan melemparkan sosok yang menjadi alat dukun itu. Dukun itu hanya memandang Narsih, kali ini dia sudah geram karena Narsih sudah mengacaukan apa yang dia lakukan. Sosok yang dia bangunkan itu harus berakhir tragis.     

Brakkk!     

Lemparan kepala sosok itu tepat di depan wajah dukun itu. Narsih tidak bisa mendekati dukun itu, Dukun itu sudah ada jimat untuk menangkal Narsih untuk mendekatinya. Narsih hanya memandang tajam ke arah dukun itu.     

"Jangan pernah ikit campur, aku tidak mau kau ikut campur. Ini dendamku, biar aku yang selesaikan, jika kau ikut campur dan menganggu mereka maka aku yang akan melepaskan kepala kau dari tubuhmu. Ini peringatan dariku. Pergilah kau sebelum kau terkubur bersama mereka," ucap Narsih dengan suara lantang.     

"Kau pikir aku takut? Aku tidak takut sama sekali, kau paham tidak? Aku itu hanya ingin kau menjadi budakku dan wanita itu juga. Jadi sebisa mungkin itu terwujud. Aku tidak peduli dendam kau dengan dia, itu bukan urusanku. jadi, aku tidak akan menyerah. Sekarang, pergilah kau!" teriak dukun itu dengan suara lantang.     

Dukun dan Narsih saling pandang satu sama lain, tidak ada yang mau beranjak dari tempat masing-masing. Mereka masih bertatap muka satu sama lain. Dukun tersebut mengambil kembang dan membaca mantra ke kembang tersebut. Setelah membaca mantra pada kembang itu, dia langsung melempar ke arah Narsih. Narsih yang di lempar kembang dengan mantra menjerit dan pergi dari hadapan dukun itu. Suara teriakkan Narsih menggema di sekitar rumah dukun itu.     

"Dasar hantu sialan kau. Enyahlah kau!" geram dukun itu dengan wajah kesal.     

Yuk singgah ke novelku Kutukan Nyai Darsimah simpan juga di rak kalian ya novel Kutukan Nyai Darsimah Mauliate Godang     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.