Dendam Winarsih

Bram Menyebalkan



Bram Menyebalkan

0Dino dan yang tidak pingsan duduk di kursi sambil menunggu Ian dan Paijo terbangun dari pingsannya. Dino menatap Nona yang masih sedikit ketakutan. Dino pindah ke tempat duduk sebelah Nona. Dino menepuk pelan punggung tangan Nona dan tersenyum.     

"Sudah, kita hadapi bersama, aku tidak akan menyerahkan kamu kepada mereka, selama ada kami, kamu aman Nona," ucap Dino kepada Nona.     

"Iya aku tahu, tapi bagaimana Bram menculikku tanpa sepengetahuan kalian? Aku tidak mungkin menjauhi dia, tujuan kita kan ingin mengambil jimat itu. Selama masih di tangannya, maka kita tidak bisa berbuat apa-apa, apa lagi sekarang ada dukun yang waktu itu," ucap Nona dengan suara lirih.     

"Jangan takut. Aku yakin, kamu tidak akan diculik lagi. Jika ada yang mencurigai lebih baik kamu hindari dan menjauh saja. Aku yakin kamu bisa dapatkan jimat itu." Dino meyakinkan Nona jika dia bisa mendapatkan jimat pelindung yang Bram pegang saat ini.     

Nona menganggukkan kepala, dia tidak lagi cemas. Tidak berapa lama, Ian dan Paijo bangun dan melihat sekelilingnya. Ian memijit keningnya yang pusing. Dia tidak tahu harus apa saat ini, begitu juga dengan Paijo yang duduk sambil melihat sekeliling.     

"Apa dia sudah pergi? Bagaimana tadi? Aku sudah tidak tahan dan mana pundakku nyeri sekali," cicit Paijo yang memegang pundaknya.     

"Sakit sekali kah nak Paijo?" tanya Bibi Sumi.     

Paijo menganggukkan kepalanya. "Iya sakit sekali, aku merasakan sensasi berdenyut di pundakku. Makanya aku pingsan." kilah Paijo.     

Ian berdecih mendengar apa yang dikatakan oleh Paijo. bisa-bisanya dia mengatakan seperti itu. Paijo yang melihat Ian berdecih memukul kepala Ian.     

Plakk!     

Ian yang kepalanya dipukul meringis, dia ingin membalas tapi Paijo ke buru pindah ke bangku sebelah Mang Dadang. Ian memasang wajah masam melihat Paijo yang pindah tempat.     

"Kau hanya alasan saja, bilang saja kau takut kan? Terlalu banyak drama sekali kau Paijo," ketus Ian yang menatap tajam ke arah Paijo.     

Paijo hanya terkekeh karena perkataan Ian ada benarnya. Nona merasakan ponselnya bergetar, dia mengambil ponselnya dan melihat panggilan dari Bram. Nona merasa kalau Bram menyebalkan sekali, di saat dia mau menenangkan diri dia malah telpon.     

Dino yang melihatnya melirik ponsel Nona. Nona harus mengganti ponselnya tapi tidak dengan nomor ponselnya. Dino hanya diam tanpa berkata apapun, Nona menunjukkan ponselnya ke arah Dino, dia meminta jawaban dari Dino.     

"Kenapa Nona?" tanya Dino yang berpura-pura.     

"Bram menelpon aku, bagaimana ini?" tanya Nona dengan wajah cemberut.     

Nona memberikan ponselnya kepada Dino dan untuk Dino lihat. Dino juga tidak tahu harus jawab apa. helaan nafas Dino terdengar berat dia juga bingung mau jawab apa. Mang Dadang yang melihatnya menepuk tangan Dino.     

"Dijawab saja, siapa tahu dia bisa kita manfaatkan untuk menangkap dukun itu. Kita harus buat dukun itu pergi dari hidup kita, paling tidak dia bisa membuat kita fokus pada bram dan temannya saja," kata mang Dadang.     

"Iya, angkat saja Nona. Siapa tahu dia rindu padamu." ledek Ian sembari cekikikan.     

Nona mencibir mulutnya ke arah Ian. Dia paling tidak suka di ejek oleh Ian. "Kau menyebalkan Ian. Kau sama Bram sama-sama menyebalkan." Nona kesal karena jadi bahan ejekkan Ian.     

"Aku tidak membunuh, cuma menyebalkan saja, kalau dia iya menyebalkan," cicit Ian.     

Nona mau tidak mau mengangkat panggilan dari Bram. Dia sedikit bingung mau jawab apa, apa Bram bertanya keberadaanya? Atau dia ingin membawanya pergi entahlah.     

"Iya, Ram. ada apa?" tanya Nona dengan nada ketus.     

"Kenapa kau lama sekali mengangkatnya, aku risau keberadaanmu. Sejak kau menghilang aku mencarimu," dusta Bram.     

Nona yang mendengarnya hanya membolakan matanya. Bram menyebalkan ini berani berdusta pikirnya. Nona hanya diam saja, dia tidak mau mengatakan apapun, dia sudah lelah karena selalu dibohongi sama pembunuh satu ini. Kalau bukan karena jimat itu dia tidak mau mendekati Bram.     

"Aku lagi di rumah teman kantor. Aku tinggal di sana, kebetulan ada ayah dan ibunya yang menjadi temanku saat dia ke kantor," jawab Nona yang tidak sepenuhnya dusta.     

"Aku merindukanmu, bisa aku ke sana?" tanya Bram yang mencoba memancing Nona.     

Nona yang mendengar Bram ingin bertemunya membolakan matanya. Dino yang menguping pembicaraan keduanya geleng kepala. Dia tidak mau Nona bertemu dengan Bram dulu. Biar kondisi Nona sembuh dulu.     

"Tidak bisa, karena aku harus bilang ke temanku dulu. Karena aku menumpang di sini. Ayah dan ibunya juga tidak mengizinkan aku untuk membawa sembarangan orang," jawab Nona.     

Bram yang mendengar penolakan dari Nona mengepalkan tangannya, dia tidak terima jika ada wanita menolaknya. Bram mengepalkan tangannya dan mulai berpikir caranya untuk Nona mengizinkan dia bertemu. Bram yakin kalau Nona saat ini bersama temannya itu.     

"Aku hanya mampir saja, tidak ada maksud lain. Aku juga sudah lama tidak ajak kamu makan dan jalan-jalan. Kamu bisa belanja sesuka kamu, aku yang traktir, mau kan?" tanya Bram yang bersikeras untuk membujuk Nona.     

Nona mendesah, sulit sekali untuk membuat Bram yakin dan sulit menolak kemauan dirinya. "Aku juga masih lemas dan aku baru diculik, jadi aku takut untuk kemana-mana dan untuk bertemu orang," ucap Nona dengan pelan.     

Bram lagi-lagi geram karena dia tahu ini hanya akal-akalan dari Nona saja yang tidak mau bertemu dengan dirinya. Bram berusaha untuk tidak menunjukkan kalau dia marah. sebisa mungkin dia menahan emosinya.     

"Baiklah, lain kali aku ketemu kamu ya. Selamat malam dan selamat istirahat." Bram mengakhiri panggilannya.     

Nona langsung meletakkan ponselnya setelah menekan tombol merah. Nona memandang Dino dan menghela nafas. Nona merebahkan dirinya di sebelah Dino, dia butuh tempat untuk dirinya agar tidak drop dan stress. Dino menepuk pelan pundak Nona dan tersenyum.     

Bram yang dirumahnya mulai melampiaskan amarahnya. Dia membuang ponselnya hingga pecah. Bram tidak terima jika Nona bersama dengan pria yang ingin memburunya. Dari dulu dia sangat membenci orang yang mengambil miliknya. Seperti waktu Narsih yang menikah dan ujung-ujung dia membunuh keduanya.     

"Sialan kau Dino, aku akan menghabisi kau segera, aku tidak peduli sama sekali dengan kau yang memburuku, bagiku kau targetku. kau harus mati di tanganku. Kau penghalang aku untuk mendekati Nona saat ini," gumam Bram dengan wajah kesal.     

Bram kesal karena Dino tidak mau menyerahkan Nona saat di tempat dukun itu. Dia juga tidak bisa mengejar Nona karena mereka dihalangi oleh Narsih. Dino dan yang lainnya kembali ke kamar masing-masing, mereka akan beristirahat sebentar, kejadian demi kejadian membuat diri mereka lelah dan tidak berdaya.     

"Aku harap tidak ada drama si Bram itu. jika ada maka aku akan melempar dia ke neraka." Ian bergumam sambil memejam matanya.     

"Sebelum kau melempar dia, kau terlebih dulu di lempar olehnya," cicit Paijo yang tidur di sebelah Ian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.