Dendam Winarsih

Peringatan Narsih



Peringatan Narsih

0Narsih yang sudah mendengar apa yang dikatakan dukun itu mendatangi Nona. Dia ingin memperingati Nona melalui mimpinya, dia ingin Nona waspada. Dino dan Ian juga Paijo sudah pulang kerja. Nona untuk sementara waktu tinggal di rumah Dino, semua orang penuh di rumah Dino.     

"Dino, rumah kamu sudah seperti penampungan saja, lihat saja penuh semuanya," ucap Mang Dadang.     

Dino tertawa mendengar apa yang mang Dadang katakan. Ian yang sedang duduk makan berdecih mendengar apa yang dikatakan Mang Dadang. Paijo melirik ke arah Mang Dadang dengan tatapan tajam.     

"Aku bayar mang, bukan nggak bayar ya," ejek Ian dengan mulut penuh makanan.     

Nona dan bibi Sumi geleng kepala melihat kelakuan Ian. "makan yang benar itu. Jangan ngomong kalau makan," ucap Nona yang menyuap makanan.     

Ian makan dengan wajah kesal, Mang Jupri terdiam mendengar suara memanggil Nona. Mang Jupri melihat ke arah belakang tapi tidak ada sama sekali. Sekali lagi mang Jupri mendengar suara yang memanggil Nona, tapi sang empunya tidak mendengarnya.     

"Mang kenapa?" tanya Dino yang melihat mang Jupri celingak celinguk.     

"Apa kalian dengar apa yang aku dengar tidak? Sepertinya ada yang manggil neng Nona. Aku rasa dia ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ada orangnya, suaranya lembut sekali," ucap mang Jupri.     

"Mungkin itu wanita yang suka sama mang Jupri kali," kekeh Ian yang mengejek mang Jupri.     

Mang Jupri yang melihat wajah nakal Ian mendengus kesal. Ian selalu menggodanya. Dan kali ini terdengar suara yang membuat semua orang terkejut. Ian yang makan tersedak mendengar suara gubrakkan dari kamar Dino. uhukkk ... uhukkk ...     

"Allah akhbar, mati lah kau mbak manis!" latah Ian yang membuat semua orang menahan tawanya.     

Ian langsung minum dengan rakus, sudah tersedak latah lagi. "Dino, sepertinya suara itu berasal dari kamar kita lagi. Apa mbak kamu nyasar lagi ya?" tanya Paijo kepada Dino.     

Dino mengidikkan bahunya. Selesai makan Dino bangun dan melihat ke dalam kamarnya dengan di temani mang Jupri dan mang Dadang. Ketiganya masuk ke dalam tapi tidak ada yang aneh, genteng pun tidak menghadap langit malam.     

"Sepertinya tidak dia dino, ayo kita keluar sekarang." ajak mang Dadang kepada Dino.     

Dino menganggukkan kepalanya, Mang Jupri yang jalan terbongkok-bongkok berbalik ke belakang. Ian yang sudah berdiri di belakang mereka membuat ketiganya kaget dan menjerit histeris.     

"AAAAAA!" teriak ketiganya.     

Mang Jupri terduduk ke belakang sedangkan mang Dadang tersandar di pintu, Dino jongkok sambil mengelus dadanya.     

"Ada yang kalian cari?" tanya Ian tanpa dosa sambil menggaruk bokongnya.     

Paijo yang masuk melihat ketiganya sudah terduduk dan mengelus dadanya. "Kalian kenapa? Apa kalian melihat sesuatu?" tanya Paijo yang heran melihat ketiganya terduduk.     

"Sialan kau Ian, main muncul kayak jelangkung. Kau menakuti aku, gimana kalau Mang Dadang dan Mang Jupri kena serangan jantung hahh!" teriak Dino yang kesal dengan Ian.     

Ian cengegesan mendengar apa yang Dino katakan. "aku kan tanya kalian, kalian saja yang parnoaan. Sudah yuk keluar, mungkin itu di luar," ucap Ian.     

Dino membantu mang Jupri yang terduduk dan Mang Dadang dibantu oleh Paijo. Langkah mereka terhenti sesaat setelah mendengar suara lembut dari atas lemari. Semua orang melihat ke sumber suara. Baik Dino dan Paijo juga Mang Dadang dan mang Jupri kaget karena ada Narsih di atas lemari.     

"AAAAAA!" teriak Dino dan yang lainnya.     

Pegangan tangan terlepas dan membuat kedua mamang terjatuh. Mang Dadang dan mang Jupri meringis kesakitan karena jatuh tiba-tiba, Ian yang mendengar teriakkan berlari ke dalam untuk melihat Dino dan yang lainnya. Nona dan Bibi ikut masuk dan melihat Dino dan lainnya sudah di lantai.     

"Kali ini kalian lihat apa lagi? Tadi kalian menyalahkan aku, sekarang kalian menyalahkan siapa?" tanya Ian yang kesal karena tuduhan Dino dan yang lainnya.     

Dino melirik ke arah atas, Ian yang melihat Dino menunjuk ke arah atas langsung melihat dan benar saja, ada mbaknya Dino berada di atas lemari tempat favorit dirinya.     

"Ada apa mbak?" tanya Ian kepada Narsih.     

"Nona, kamu harus hati-hati, jangan percaya dengan Bram dan juga dukun itu, dia ingin melakukan hal yang akan membuat kamu lupa sesuatu. Jangan lupa berdoa dan jauhi mereka," ucap Narsih dengan wajah datar dan sendu.     

Nona dan lainnya terdiam, mereka tidak percaya apa yang dikatakan oleh Narsih. Apa ini peringatan Narsih pada Nona? Mereka saling pandang satu sama lain.     

"Ma-maksudnya apa ya?" tanya Nona dengan suara terbata-bata.     

"Mbak! Apa ada yang mau mencelakai Nona lagi? Jika iya, apa kedua orang itu?" tanya Dino yang memandang Narsih.     

Narsih hanya diam saja dan tidak mengatakan apapun. Dia menatap wajah Nona dengan raut sedih, dia tidak menyangka jika orang yang mau membantunya harus terluka karena dia.     

"Terima kasih mbak, aku akan waspada pada mereka. Aku harap kita segera menyelesaikan ini semua, jika pun ada yang berkorban aku tidak apa," sambung Nona yang suaranya lirih.     

Dino terdiam mendengar apa yang nona ucapkan ikut menundukkan kepalanya, harusnya dia yang menyelesaikan ini, dia yang meminta mereka untuk membantu Narsih untuk memperoleh keadilan tapi malah Nona yang berkorban.     

"Nona, kau tidak sendiri ada kami di sini. Kami akan berusaha untuk melindungi kamu Nona," ujar Ian yang menepuk pelan pundak Nona.     

Nona menganggukkan kepala, dia tahu kalau sahabatnya akan melindungi dirinya. "Apa yang mereka lakukan Dino? Apa mereka akan membunuhku juga seperti mbak Narsih?" tanya Nona dengan suara sendu dan pelan.     

Air mata nona meenetes perlahan. Bibi yang berdiri di sisi Nona memeluk Nona dan mencoba menenangkan Nona, Nona mulai terisak, dia terlalu takut untuk keluar saat ini, selain di temani oleh ke tiga sahabat dia tidak mau keluar sendiri.     

"Sudah ya, jangan seperti itu, Bibi yakin kita bisa menyelesaikan semuanya, ingat Tuhan tidak tidur nak," ucap Bibi Sumi dengan lembut.     

Nona melepaskan pelukkannya dan memandang ke arah Bibi. Bibi menghapus air mata Nona dengan lembut. Dino memandang ke arah Narsih yang masih di lemari.     

"Apa lagi yang mereka inginkan, apa tidak bisa kita hajar dia saja Dino?" tanya Ian yang sudah kesal dengan kelakuan Bram dan dukun itu.     

"Kau yang akan masuk penjara, bukan dia. Kau mau Ian? Kita jangan gegabah, kita harus pakai strategi, jika kita main hajar maka kita yang kena, dia orang kuat dan dia tidak akan melepaskan kita, yang ada kita sia-sia untuk membantu mbak Narsih." Dino tidak mau Ian dan temannya terbawa emosi.     

Yuk, segera samperin IG ku ya, Ziahyung02 ya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.