Dendam Winarsih

Pencuri Tengik



Pencuri Tengik

0Anak buah dukun yang memandang dukun sedang termenung, entah apa yang dipikirkan oleh dukun itu. Dia kesal karena rencananya gagal terus, dari mengambil jasad Narsih sampai guna-guna wanita yang mirip Narsih pun gagal, ini semua karena pencuri tengik itu yang selalu mengagalkan rencananya.     

"Mbah, kenapa termenung? Sekarang kita harus apa mbah?" tanya anak buahnya.     

Si mbah hanya diam saja, dia tidak tahu harus apa, mana mungkin ambil jasad itu lagi yang ada dia akan ketahuan dan bisa tamat riwayatnya. Anak buah dukun itu masih menunggu apa yang si mbah akan katakan.     

"Apa kita ambil jasad itu lagi ya?" tanya dukun itu lagi.     

"Maksud mbah kita ambil lagi? Mbah nggak takut kalau dia seperti waktu itu ya, ngeri mbah," ucap anak buah dukun dengan suara pelan sambil melirik ke arah yang lain.     

Mbah yang melihat kelakuan anak buahnya menghela nafas. Sebegitu takutnya dia pada si narsih, hantu wanita itu. Mbah menepuk pelan pundak anak buahnya yang bernama Doni.     

"Sudah Doni, kau jangan takut aku akan yang lakukan, kau ikut dari belakang saja. Kita akan ke rumah orang yang bisa menangani masalah kita ini. Dia guruku, aku harap dia bisa membuat hantu itu menjadi budakku dan wanita itu akan jadi budak nafsuku." Dukun itu tersenyum smirk dia sudah berhasrat semua rencananya akan berhasil dengan sempurna.     

Anak buah dukun itu hanya menganggukkan kepalanya, dia tidak mau ikut campur, selamat saja sudah cukup untuk dirinya. Dukun itu bangun dan bergegas menyiapkan pakaian untuk segera ke rumah gurunya yang akan membantu dia.     

"Kau tidak mau ikut? Jika iya, ayo kita pergi sekarang, jangan takut, aku akan ikut dan melindungi kamu dari hantu itu," kata si mbah.     

Doni mau tidak mau ikut dengan si mbah, dia tidak mau sendirian di sini, dia takut kalau dirinya akan menghadapi hantu itu sendirian. setelah berkemas, keduanya pergi dan meninggalkan gubuk yang sudah berantakan.     

"Mbah, apa dia akan ikuti kita juga?" tanya Doni dengan wajah penasaran.     

"Tidak akan, dia tidak akan datang, karena guruku akan mengelabui dia, kita siapkan saja mental untuk mengambil jasad itu lagi. Aku harap kita akan berhasil nantinya." Dukun itu berjalan dan menunggu di simpang jalan angkutan ke desa sebelah bersama anak buah setianya.     

Di tempat lain, Bram sudah bergegas ke kantor Nona, dia akan mengambil foto Nona untuk dia bawa ke rumah dukun yang dikatakan oleh supirnya itu. Di mobil Bram menunggu Nona dia sengaja lebih awal untuk menemui dukun itu, dia sudah meminta supirnya mengambil foto Nona saat Nona datang.     

"Ingat ya pak, saya akan keluar pura-pura dan bapak ambil fotonya saat saya dekat dengan dia, pakai kamera ini ya dan ingat wajahnya harus kelihatan ya," ucap Bram kepada supirnya.     

"Siap pak, akan saya lakukan apa yang pak bram katakan. Kita tinggal tunggu saja kan wanitanya datang?" tanya pak supir.     

Bram menganggukkan kepalanya dan menunggu dengan sabar kedatangan Nona. Dia tidak peduli dengan pekerjaannya sudah ada asistennya jadi biarkan saja pikirnya. berjam-jam dia berada di kantor Nona, tapi tidak ada satu pun yang muncul, jangankan Nona temannya saja tidak ada.     

"Pak, kenapa tidak ke rumah dia saja, siapa tahu kan ada dia di sana, ini sudah cukup lama pak, bisa saja dia tidak datang atau cuti gitu," ucap pak supir kepada Bram.     

Bram menunjukkan waktu sudah pukul 10.00 malam lebih, cukup lama dia di tempat ini. makanan dan minuman juga sudah habis, dia belum mandi dan rasa kantuk juga sudah menyerangnya. Bram memijit lehernya yang pegal karena terus mengamati Nona tapi hasilnya nihil.     

Narsih melihat Bram menunggu Nona tersenyum, dia turun dan berubah jadi Nona. dia ingin mengecohkan Bram, dia mau tahu kenapa Bram menunggu Nona. Walaupun dia sulit mendekati Bram tapi dia harus tahu apa niat dari Bram.     

"Ya sudah, kita kembali saja, lagian kita sudah lama juga di sini jadi lebih baik kita pulang saja," ucap Bram dengan suara pelan.     

Bram melihat sekali lagi siapa tahu nona muncul. dan benar saja, Nona muncul di depan Bram, Nona melewati mobil Bram. Bram bersiap turun dan memberikan kamera pada pak supir untuk mengambil foto Nona. Narsih yang tahu kedatangan Bram berpura-pura tidak tahu. Bram akan mengambil diam-diam foto Nona demi tujuannya.     

"Nona, tunggu!" teriak Bram dari belakang.     

Narsih tersenyum dia merasa Bram sudah masuk dalam jebakkanya dan sekarang dia harus berusaha tenang karena jimat itu pasti bereaksi jika bersentuhan. Narsih berbalik dan memandang wajah Bram. Narsih memberikan senyum terbaiknya dan tentu saja dia akan berpura-pura menjadi Nona.     

"Eh, kamu kenapa ada di sini? Udah malam juga ini," ucap Narsih dengan wajah penasaran.     

"Aku mencari kamu, dari tadi tapi kamu tidak datang, kamu dari mana saja? Aku sungguh khawatir sejak peristiwa itu, maaf aku tidak bisa selamatkan kamu," ucap Bram yang merasa bersalah.     

Narsih yang ingin memegang Bram berusaha tenang, agar dia tidak menjerit karena efek jimat itu. Narsih binggung kenapa hanya tanah dia bisa buat jimat itu benar-benar melindungi Bram. Bram memegang tangan Narsih, reaksi panas sudah menjalar di tubuh Narsih dalam sekejap, dia ingin melepaskan namun genggaman tangan Bram semakin kuat.     

"Maaf Bram, aku tidak enak dilihat orang, tolong lepaskan tangan kamu ya," ucap Narsih yang menahan panas dan sakit di tangannya.     

Bram yang mengenggam tangan Narsih yang dia anggap Nona melepaskan tangannya, dia berpikir kalau Nona alias Narsih itu marah karena kejadian waktu itu. Narsih menyimpan tangannya yang sudah merah masak, dia merasakan perih akibat genggaman tangan Bram.     

"Maafkan aku, aku begitu lancang. Kamu mau pulang? jika iya aku hantar ya kamu pulang," ucap Bram yang mengajak Narsih atau Nona itu untuk pulang bersama.     

Narsih geleng kepala dia tidak mau berdekatan dengan Bram, karena jimat itu bisa membuat dia hancur nantinya. Bram yang melihat gelengan kepala dari Nona menghela nafas panjang, dia paham kenapa Nona tidak mau ikut dengannya, mungkin kejadian penculikkan tempo hari itu pikirnya.     

"Ya sudah, kalau begitu lain kali saja, kamu pulang hati-hati ya," ucap Bram dengan suara lirih.     

Bram masuk ke mobil dan meninggalkan Nona atau Narsih sendirian. Narsih melihat tangannya yang luka bakar, Narsih langsung berubah dan langsung pergi dari kantor Nona. dia ingin mengikuti Bram tapi tangannya sakit karena genggaman tangan Bram. Di mobil pak supir memberikan kamera pada majikannya.     

"Pak, itu hasilnya, tapi kenapa beda ya?" tanya pak supir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.