Dendam Winarsih

Ini Dia



Ini Dia

0Bram yang menerima hasil foto dari pak supir hanya menyergitkan keningnya, dia tidak tahu kalau hasilnya bisa sebagus ini. Pak supir yang melihat majikannya tersenyum melihat hasil fotonya makin membuat dia merinding. Kenapa majikannya malah senang, padahal tidak ada sama sekali orang di dalam foto itu.     

"Apa yang kamu bilang beda pak?" tanya Bram yang sudah menyimpan hasil fotonya dengan Nona yang dia jumpai tadi.     

"Saya hanya katakan beda pak, hanya gambar bapak saja yang ada di sana, bukan orang yang bapak maksud, bapak bisa lihat kan tadi di foto," ucap pak supir.     

Bram tersenyum mendengarnya dia tidak percaya jika pak supir bisa berpikiran seperti itu, padahal jelas-jelas dia melihat Nona di foto itu kenapa dia mengatakan tidak. Bram menepuk pelan pundak pak supir.     

"Ayo jalan, mungkin pak supir lelah jadi tidak bisa melihat itu semua, jadi ayo kita pulang dan istirahat dulu," ucap Bram.     

Pak supir menganggukkan kepalanya, mobil melaju meninggalkan kantor berita begitu saja. Bram tersenyum kecil melihat apa yang dikatakan oleh supirnya. Bram masih melihat foto di kamera itu, dia akan mencucinya dan akan membawa ke dukun yang pak supir katakan. Ini dia foto yang sebenarnya, kenapa dari dulu tidak aku ambil saja foto dia, mungkin aku bisa dengan cepat memilikinya tanpa harus bersaing dengan teman prianya itu pikir Bram.     

Tidak berapa lama, Bram pun sampai di rumahnya, dia turun dan langsung masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya. Kamera dia letakkan dan dia masuk ke kamar mandi. Narsih yang berdiri di balkon menunggu apa yang Bram lakukan, dia ingin tahu kenapa Bram menginginkan foto Nona apa dia mau melakukan sesuatu dengan wanita itu.     

"Aku akan melihat apa yang kamu lakukan, aku akan terus mengawasimu Bram," gumam Narsih yang masih betah mengawasi Bram dari luar.     

Selesai mandi, Bram berpakaian dan dia memakai jimat itu. Keluar kamar mandi dia mendengar ada suara aneh yang membuat dia mencari sekeliling, gorden kamar Bram bertebrangan dan udara makin dingin serta aroma yang wangi menusuk hidung Bram. Bram tersenyum karena dia tahu itu adalah Narsih yang hadir di sini.     

"Dia pikir kau bodoh, dia salah kalau berpikir aku bodoh." Bram mengambil kamera dan langsung membawa ke ruangan tempat biasa dia mencuci hasil jepretannya.     

Sampai di ruangan itu, Bram langsung mengeluarkan filmnya dan mencuci filmnya. perlahan tapi pasti film itu menunjukkan hasil fotonya. Bram menggantung hasil cetak fotonya dan melihat ada dirinya dan seorang wanita, tapi bukan Nona.     

"Kenapa bukan Nona yang di sini?" tanya Bram kepada dirinya sendiri.     

Bram melihat secara langsung dan melihat sedetaip mungkin, dia memicingkan matanya dan dia tersenyum kembali, ini dia nona. Bram menepuk keningnya, dia pikir akan seperti supirnya yang mengira bukan Nona yang di foto. Bram yang sudah selesai tugasnya keluar, dia akan membiarkan dulu dan dia akan istirahat besok dia akan melanjutkan rencana yang sudah dia susun.     

Ceklekk!     

"Pak Bram, makan malam sudah siap, silahkan pak makan dulu," ucap kepala pelayan rumah Bram.     

"Baiklah, terima kasih ya. saya akan makan dulu. kalian sudah makan?" tanya Bram kepada pelayannya.     

"Sudah, saya sudah makan pak, anda makan saja dulu," ucap kepala pelayan.     

Bram mengangguk pelan dan duduk di meja makan. Dia berpikir kalau Nona di sini tentu akan indah dan suasana akan bahagia, apa lagi ada anak di sini. Ada rasa penyesalan di hati Bram karena kelakuannya beberapa tahu lalu. Bram menghapus semua yang terjadi dia menyantap makanan dalam keheningan.     

Di kejauhan terlihat Narsih memandang sosok pria yang sudah membunuhnya itu, Bram yang sudah menghabisi dirinya dan sekarang duduk terdiam di sana. Sebenarnya peluang untuk membunuh Bram terbuka lebar tapi dia tidak bisa melakukannya karena Bram masih memakai jimat dari dukun terdahulu.     

"Aku akan buat kau segera menemukan kematian yang menyakitkan Bram, aku akan menyegerakan kematianmu, cepat atau lambat, aku akan melakukannya." Narsih pergi dan tanpa sengaja goloknya menyentuh guci Bram dan pecah seketika.     

Bram yang dibawah kaget karena gucinya di lantai atas jatuh. Tidak ada gempa atau angin guci itu pecah begitu saja. Bram meminta pelayan untuk melihat, pelayan bergegas ke lantai atas. Sampai di lantai atas pelayan melihat guci kesayangan majikannya pecah dan tanpa sengaja dia melihat sekelebatan putih melintasi balkon atas.     

"Apa itu ya? Kamu lihat tidak itu?" tanya pelayan satunya.     

"Iya, aku rasa itu gorden bukan ya, tapi entahlah, ayo cepat kita pergi sekarang," ucap pelayan rumah Bram dan pergi begitu saja dengan pecahan guci.     

Bram yang melihat pecahan guci kesayangannya geram dia tidak menyangka guci antiknya pecah begitu saja dan dia ingin marah, tapi pada siapa, semua pelayan di lantai bawah semuanya. Bram mengibaskan tangannya untuk pelayan membuang gucinya itu.     

"Sial, siapapun yang membuat guciku pecah akan aku habisi dia nanti," ucap Bram dalam hati.     

Bram langsung masuk ke dalam kamarnya, dia malas berlama di luar, apa lagi rasa kesal karena gucinya pecah membuat dia tidak ingin berlama di sini. sampai di dalam kamar bram masih membayangkan Nona yang akan tidur bersamanya di tempat tidur ini.     

"Aku sudah tidak sabar lagi, aku akan buat dia di sini berada di dekatku dan di sisiku selamanya, hantu itu tidak akan bisa mendekatiku jika dia berada di sisiku, bagus rencana bagus," gumam Bram dalam hatinya.     

Dino dan rekannya yang lain tiba di rumah dengan selamat. Mang Jupri sudah tidak ikut karena dia ingin berada di desa saja. Nona masih di rumah Dino dia masih butuh penjagaan, sekiranya sudah bisa sendirian, nona akan kembali ke rumahnya sendiri.     

"Nona, kamu di sini saja ya, sampai bisa pulih kembali dan bisa kembali ke rumah," kata Dino kepada Nona.     

"Tapi kalian harus bilang ke pak RT kalau ada Nona di sini jangan jadi fitnah, tidak baik ada wanita yang bukan muhrim di sini, kalian paham kan maksud mamang." Mang Dadang bertanya pada mereka semua.     

Dino dan lainnya menganggukkan kepalanya, Dino bangun di susul Paijo, keduanya akan ke rumah pak RT untuk memberitahukan kepada pak RT kalau ada tamu di rumahnya dan tentu akan menginap beberapa hari. Ian bangun dan berjalan menuju kulkas, dia menyimpan makanan yang dibawa dari desa salak. Istri mang Jupri memberikan sayuran dan lain sebagainya juga ada masakkan daging juga ayam yang sudah di olah untuk mereka makan .     

"Ian, kamu masak apa? Biar aku saja yang masak," ucap mang Dadang.     

"Kita masak bersama saja mang, lagian mereka bertiga belum juga kembali. Jadi masak cepat kali takutnya dingin lagi kayak wajah mbak manis itu," ucap Ian yang menunjuk dengan mulutnya ke arah Narsih yang berdiri di depan pintu.     

"Dia lagi." Mang Dadang menghela nafas kala melihat Narsih di rumah Dino.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.