Dendam Winarsih

Aku Bisa



Aku Bisa

0Nona yang berada di kamar tertunduk, dia tidak tahu harus apa saat ini. Dia juga harus tetap diam dan tidak mengeluarkan suara sama sekali. Nona menguatkan dirinya kalau dia bisa.     

"Aku bisa. Ya aku bisa pasti aku bisa," gumam Nona dalam hati.     

Di luar mang Dadang duduk sambil melihat ke dapur apa yang telah narsih lakukan, banyak terdengar barang yang terjatuh. Mang Dadang berdoa agar tidak ada yang muncul di sana. Setengah jam kemudian terdengar suara orang memanggil. Mang Dadang yang menunduk gemetar, dia takut jika itu suara makhluk lain.     

"Mang." sapa Narsih yang masih berdiri di depan Mang Dadang.     

Mang Dadang masih diam dan berdoa, dia takut untuk melihat ke arah depan. Dia takut jika akan ada pertumpahan darah, Narsih masih betah memanggil Mang Dadang yang tidak melihatnya. Nona yang di dalam perlahan keluar dan membuka pintu kamarnya sambil membawa alquran di pelukannya dia memberanikan untuk bangun.     

Ceklekk!     

Pintu terbuka dan terlihat wajah Mang Dadang tertunduk dan berkeringat. Nona melihat Narsih yang berdiri di depan Mang Dadang sambil memanggil Mang Dadang. Narsih menoleh ke arah Nona dan tersenyum melihat Nona keluar dari kamar.     

"Kalian aman, itu hanya tikus. Jangan takut ya," ucap Narsih yang langsung pergi.     

Nona menghela nafas panjang dan keluar dari kamar mendekati Mang Dadang. Perlahan Nona melihat sekeliling dan duduk di sebelah Mang Dadang. Nona menepuk pelan pundak Mang Dadang. Mang Dadang bergetar dan menangkup tangannya ke depan.     

"Ampun kan saya, jangan ganggu saya, saya mohon pada kamu, tolong jangan ganggu saya, saya masih ingin hidup. Tolong jangan bunuh saya," ucap Mang Dadang dengan suara bergetar.     

"Mang, ini aku Nona, bukan mau bunuh Mang Dadang," ucap Nona lagi.     

Mang Dadang melihat kearah Nona dan mengerjapkan matanya. "kamu Nona kan?" tanya Mang Dadang.     

Nona menganggukkan kepala dan tersenyum melihat Mang Dadang mengelus dada. Mang Dadang melihat ke arah dapur dan memandang ke arah Nona. Nona tersenyum geli melihat kelakuan Mang Dadang.     

"Tadi tikus, Narsih memanggil Mang Dadang, tapi tidak di sahut oleh Mang Dadang, dia marah loh. Mang Dadang tidak ucapkan terima kasih kepada dia. Padahal dia yang usir tikusnya," jawab Nona dengan tawa cekikikan.     

Mang Dadang menghela nafas, pantas saja dia tahu namaku. Mang Dadang juga tertawa dan menepuk pelan keningnya. Mang Dadang bangun dan berjalan di dapur, sedikit kacau. Nona ikut membantu mang Dadang membereskan dapur.     

"Mang, apa bisa kita membawa Bram ke penjara?" tanya Nona di sela kegiatan.     

"Entah lah Nona, mamang juga tidak tahu. Mungkin bisa tapi kita harus ada buktinya. Mamang berharap ada yang membuka suara satu saja, pasti kita bisa buat Bram mengakuinya juga." Mang Dadang duduk dan meminum kopi yang dibuat Nona.     

Keduanya duduk di meja makan dan termenung. Tidak ada yang bersuara sama sekali. Bram sulit untuk di lumpuhkan, yang ada mereka yang akan dilumpuhkan oleh Bram.     

"Mang, bagaimana kalau kita kerumah sakit tempat teman Bram itu dirawat. Kita bisa cari tahu dari dia, siapa tahu dia sudah sadar. Kita bisa menjadi dia umpan Mang." Nona memberikan ide pada Mang Dadang untuk pergi ke rumah sakit.     

Mang Dadang terdiam sesaat dan dia membuat Nona menunggu jawabannya. "ayo kita ke sana, kita menyamar saja, kita cari tahu apakah dia sudah sadar atau tidak. Kamu tahukan nama teman Bram itu?" tanya Mang Dadang kepada Nona.     

Nona menganggukkan kepalanya dan mengacungkan jempolnya. "aku tahu mang, kalau begitu ayo kita bersiap. Kita naik keretaku saja, kebetulan keretaku ada. Mang Dadang yang bawa nanti aku tunjukkan jalannya."     

"Baik, ayo segera kita pergi. jangan lupa kita harus menyamar ya," kata Mang Dadang lagi.     

Nona mengacungkan jempolnya. Nona masuk dan bersiap ganti pakaian. Setelah selesai Nona keluar dengan topi dan masker untuk menutup dirinya. Mang Dadang juga sudah siap, dia memakai kumis yang entah dia dapat dari mana. Nona tertawa karena kelakuan Mang Dadang.     

"Mang itu punya siapa mang pakai? Lucu benar dah." tawa Nona yang melihat tingkah Mang Dadang.     

Mang Dadang melihat dirinya di kaca, tidak ada yang lucu malah tidak ada yang mengenalinya. Mang Dadang mendengus kesal karena masih di tertawakan oleh Nona. Nona menghentikan tawanya dan langsung bergerak ke luar. Nona memberikan masker untuk menutupi kumis mang Dadang.     

Keduanya pergi dari rumah dan tidak lupa mengunci pintunya. Mang Dadang sudah menstater kereta Nona. Mang Dadang berdoa dulu sebelum pergi dari rumah. Keduanya langsung berangkat ke rumah sakit tempat teman Bram dirawat.     

"Semoga aku bisa mendapatkan informasi, dengan begitu aku bisa buat Bram menjauh dan mendapat balasannya," ucap Nona dengan wajah penuh harap.     

Di tempat lain, Bram pergi ke rumah dukun yang pak supir itu katakan. Supir Bram masih ragu karena waktu dia ambil foto bukan manusia yang di maksud majikannya. Fotonya hanya ada majikannya saja, sedangkan wanita yang dimaksud itu tidak ada dan terakhir sosok yang menakutkan yang dia ambil dan tersenyum padanya.     

"Pak Bram, bapak yakin ini ke sana?" tanya pak supir kepada Bram.     

Bram yang sedang memandangi foto sambil tersenyum kecil sedikit terganggu dengan pertanyaan dari supirnya. Dia menatap tajam ke arah supirnya itu. Pak supir yang melihat majikannya melihatnya menelan salivanya.     

"Kamu tidak ikhlas membantu saya ya?" tanya Bram dengan nada tegas.     

Pak supir menggelengkan kepalanya dia tidak tahu kenapa perasaan dia tidak enak sejak dia mengambil gambar itu. Bram yang melihatnya mengacuhkan supirnya itu, dia masih menatap kembali foto yang di ambil itu. Bram begitu berbunga-bunga karena bisa mendapatkan foto bersama dengan Nona. selangkah lagi dia akan menjadikan nona miliknya dan akan membuat hantu itu menjauh dari hidupnya selama -lamanya.     

Nona dan Mang Dadang akhirnya sampai di rumah sakit. "Nona, kamu yakin kita bisa ke sana dan menemukan keberadaan temannya itu? Bukannya ini rumah sakit mewah dan tidak bisa masuk sembarangan ya?" tanya Mang Dadang.     

"Yakin, Mang Dadang, kita masuk dulu dan coba saja dulu ya, kalau nggak dapat maka cari cara ke dua," ucap Nona kepada Mang Dadang.     

Mang Dadang melirik ke arah Nona, dia menunggu jawaban dari Nona, Nona terkikik karena melihat kelakuan Mang Dadang. Nona masuk ke dalam rumah sakit dan menuju meja resepsionis untuk bertanya pasien yang masuk ruang IGD.     

"Nona, kamu yakin kalau mereka mau memberi tahu di mana keberadaan teman Bram itu?" tanya Mang Dadang sambil berbisik kecil agar tidak terdengar oleh orang lain.     

"Yakin Mang, Mang tenang aja, aku yakin kita bisa menemukannya. Mang diam saja ok." Nona mengacungkan jempol kepada Mang Dadang untuk mengikutinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.