Dendam Winarsih

Menemukan Deka



Menemukan Deka

0Nona bergegas ke meja resepsionis untuk menanyakan apakah dia bisa bertemu sahabat Bram atau tidak. Nona sempat deg degan karena rumah sakit ini terbilang cukup ketat untuk menanyakan pasien yang di rawat olehnya di sini.     
1

"Permisi, boleh saya bertanya mbak, apa pasien bernama Deka yang dirawat di ruang ICU sudah sehat atau masih di sana. Kebetulan saya ini karyawan dia, saya mau menjenguk bos saya," ucap Nona yang sedikit berbohong kepada mbak yang menjaga meja resepsionis.     

Resepsionis melihat Nona dengan penuh menyelidik, dia takut kalau memberi tahu informasi tentang pasien bisa bahaya dengan pasiennya dan dirinya juga. Karena pak Bram mengatakan jangan ada yang tahu selain keluarga.     

Nona masih tersenyum untuk meyakinkan dirinya dia tidak mau membuat resepsionis ini curiga kalau dia bukan karyawan yang bekerja di kantor Deka. Nona resah karena mbaknya tidak mau mengatakan apapun.     

"Maaf, saya tidak bisa memberitahukan pada anda, karena pak Bram sudah bilang kalau tidak boleh siapapun yang tahu keadaan pasien yang bernama pak Deka itu." Resepsionis itu menolak memberitahukan apa yang diminta oleh Nona.     

Kesal dan marah itu yang dia ingin lontarkan, tapi tidak bisa sama sekali. Dia takut malah diusir oleh satpam. Sebisa mungkin dia sabar dan tersenyum.     

"Yah, sayang sekali. Padahal karyawan yang lain ingin berkunjung ke tempat bosnya, kami ingin menunjukkan bahwa kami karyawan teladan dan baik pada bos kami," ucap Nona dengan wajah yang sendu.     

Akting terakhir dia untuk menemukan Deka. jika ini tidak berhasil maka habis sudah upayanya. Mana mungkin di sini untuk menunggu Bram datang, dia saja sibuk dengan dirinya, apa lagi mau datang pikirnya.     

"Karyawan pak Deka datang semua ya?" tanya resepsionis itu dengan suara lembut.     

"Iya, kalau tidak percaya mari saya lihatkan, kami memang berpakaian santai agar tidak kelihatan formal, kami mau bos kami sedih jika dia sudah sadar, kami mau buat bos kami itu santai dan apa ya tidak memberatkan dia lah, kalau pakaian kerja kan dia akan kepikiran dengan kerjaan, jadi kami memakai pakaian santai mbak," jawab Nona yang lagi-lagi berusaha meyakinkan si mbaknya.     

Nona sudah kehabisan ide untuk membuat dirinya meykinkan resepsionis itu. Mang Dadang yang menunggu Nona hanya bisa pasrah, usaha Nona apakah membuahkan hasil atau tidak dia tidak tahu.     

"Baiklah, kalau bisa tidak boleh semua yang masuk ya, soalnya pak Deka baru sadar dan butuh proses penyembuhan, dia di kamar VVIp lantai 5 kamar 405 sebelah kanan," ucap resepsionis itu lagi.     

Nona mendapatkan angin segar bangga dan senang tentu saja, dia akan segera bertemu dengan Deka dan akan melihat apakah dia pakai jimat itu juga atau tidak. Nona pun pamitan dan segera pergi. Mang Dadang yang melihat Nona pergi bergerak mengikuti Nona dari kejauhan     

Sampai di lift keduanya tidak saling kenal dan sampai di dalam lift Nona mengelus dadanya lega. "Akhirnya kita menemukan Deka mang, dia sudah sadar katanya. Sekarang bagaimana kita mau tahu apakah jimat itu masih bersamanya atau tidak. Atau dia mau menceritakan semuanya pada kita kesalahan dia dahulu ya," ucap Nona pada Mang Dadang.     

"Kita lihat situasi dulu, jika kita emang bisa maka kita lakukan, saat ini sulit untuk kita mendekati dia, pasti keluarga dia di sana dan itu makin sulit kita bertanya Nona," ucap mang Dadang.     

Nona mengiyakan apa yang dikatakan oleh mang Dadang, kalau langsung bicara bisa bahaya dan Bram akan tahu kalau dia mencari tahu masalah yang dia alami beberapa tahun lalu.     

Ting!     

Pintu lift masuk dan seorang suster dan OB sedang berbincang kecil. Sayup-sayup terdengar kalau mereka membicarakan Deka. mereka asyik menceritakan Deka yang sudah sadar tapi tidak mengenal dirinya.     

"Kasihan sekali itu orang ya, dia koma dan saat bangun eh dianya seperti orang yang tidak tahu keberadaannya, malah dia bertingkah aneh gitu," ucap perawat yang menceritakan bagaimana keadaan pasiennya.     

"Aku dengar itu, dia pengusaha kan, tapi anehnya ya, dia mengatakan nama wanita siapa ya oh ya Narsih. apa benar itu mbak perawat tanya OB yang bersama dengan perawat itu.     

"Iya aku tahu itu, tapi semua orang mengira kalau itu pacar dia sebelum menikah dengan istrinya. Istrinya saja sampai kesal karena suami sadar memanggil nama itu. Hampir saja di tinggal sendiri itu pasien," jawab perawat itu sebelum turun dari lift.     

Nona dan Mang Dadang saling pandang, mereka tidak menyangka kalau deka sahabat pria itu mengatakan hal yang membuat dia tidak bisa mengeluarkan suara.     

"Dia sepertinya masih menghayal mang, dia berpikir jika Narsih akan membunuhnya lagi. aku harap istrinya tidak ada dan kita bisa mendekati dia," ucap Nona kepada Mang Dadang.     

"Kamu benar, karena dia berkhayal jadi dia asal sebut. Kita harus hati-hati agar tidak ketahuan bram kita ke sini," ucap Mang Dadang.     

Ting!     

Pintu lift terbuka di lantai yang akan mereka tuju. Keduanya berjalan perlahan sambil melihat kamar VVIP dan tentu membuat dia merinding karena takut ketahuan bram yang tiba-tiba datang ke sini. Sampai di depan kamar Deka sahabat Bram Nona melihat ke dalam apakah ada orang yang berjaga di dalam.     

"Hati-hati Nona," bisik Mang Dadang pelan.     

Nona menganggukkan kepalanya dan berjalan pelan dan membuka pintu perlahan. Nona celingak celinguk melihat ke dalam kamar, tidak ada siapapun hanya pasien yang katanya Deka.     

"Tidak ada siapapun mang, aku rasa keluarga dia benci sama dia mang," bisik Nona perlahan     

Nona dan Mang Dadang akhirnya masuk perlahan dan mendekati ranjang pasien terlihat wajah Deka yang sedikit luka dan bengkak, keduanya sedikit tertegun melihat Deka. kepala dibalut dan tentu membuat Deka seperti mumi.     

"Apa kita cari jimat itu mang?" tanya Nona perlahan.     

"Kamu tahu di mana jimat itu berada?" tanya Mang Dadang.     

Nona menggelengkan kepalanya dia tidak tahu di mana keluarganya lebih tepatnya Bram taruh jimat itu. Mang Dadang melihat pergerakan dari pasien. Mang Dadang memberikan kode pada Nona, Nona bergegas mengeluarkan rekaman untuk merekam suara Deka.     

Mata Deka terbuka dan melihat Nona di depannya. Nona memandang datar Deka dan Deka melihat wajah Nona yang memang mirip dengan Narsih. Mata Deka membola dia melihat Narsih di depannya.     

"Narsih, kau kah itu?" tanya Deka pada Nona.     

Nona dan Mang Dadang saling pandang satu sama lain, mereka kaget karena Deka memanggil nama Narsih bukan istrinya. Mang Dadang mengangguk pelan agar Nona mengikuti apa yang Deka katakan. Nona menelan salivanya dia akan mencoba berakting agar Deka mau membuka suara atau apalah agar dia bisa menyeret Bram dan dia juga ke penjara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.