Dendam Winarsih

Jangan Bunuh Aku



Jangan Bunuh Aku

0Deka masih menatap wajah Nona, Nona bersiap dengan alat perekam yang dia bawa khusus. Kali ini dia tidak akan membiarkan Bram seenaknya saja bebas dan saatnya Bram harus mendapatkan balasannya. Mang Dadang juga sibuk mencari jimat pelindung yang Deka pakai. Dia harus menemukan jimat itu paling tidak 4 dari pembunuh itu tidak memakai jimat pelindung pikir mang Dadang.     

"Jangan mendekat, aku akan menghabisi kau jika kau mendekat, menjauhlah, pergi menjauh. APA KAU TIDAK DENGAR HAHHHHH!" teriak Deka dengan keras.     

Deka menunjukkan wajah ketakutan dia menjambak rambutnya dan infus di tangannya mengeluarkan darah. Nona dan Mamang Dadang kaget karena dia tidak tahu kalau apa yang dilakukan oleh Deka membuat infusnya harus mengeluarkan darah yang cukup banyak dari tangannya yang diinfus.     

"Mati mang, lihat infusnya banyak darah, bagaimana ini, kalau ketahuan kita akan masuk penjara bukan dia yang masuk tapi kita yang masuk," cicit Nona dengan berbisik.     

"Kita harus pergi kalau begitu, jika tidak maka habislah kita," ucap mang Dadang.     

"Mang, tapi kita tidak belum menemukan bukti sama sekali, bagaimana ini? Masa kita langsung pulang sih mang?" tanya Nona dengan wajah cemberut.     

Deka sudah mengamuk dia tegang-tegang di tempat tidur. Mang Dadang mengacak rambutnya dia frustasi karena Nona masih tetap kekeh mau melanjutkan sedangkan yang mau ditanyakan malah sudah tegang-tegang seperti orang yang kerasukkan.     

"Bukan masalah bukti Nona, lihat itu, kita tidak mungkin melanjutkan semuanya, nanti kita datang lagi, cepat kita keluar, semoga tidak ada yang tahu kita ke sini kalau tidak habis lah, mati kita." Mang Dadang benar-benar tidak tahi harus apa.     

Dia menyeret Nona, tapi Nona mendekati Deka yang gemetar. Nona tersenyum ke arah Deka. "siapkan dirimu aku akan membunuhmu, dengan cara yang sama dengan apa yang kau lakukan, bersiaplah." Nona membuat Deka makin menegang dan geleng kepala mendengar apa yang dikatakan oleh Nona.     

Nona pergi diseret oleh Mang Dadang. Nona pergi dengan senyum khasnya. Deka yang sudah lemah pingsan entah pingsan entah meninggal Nona dan Mang Dadang tidak tahu. Keduanya sudah keluar dan berjalan cepat menuju lift. Keduanya berselisihan dengan keluarga Deka mungkin pikir Nona yang melirik dari kejauhan.     

Dan benar itu keluarga dari Deka. Mereka masuk dan menjerit histeris melihat Deka yang entahlah Nona pun tidak tahu apa yang terjadi. Sampai di lift baik Mamang dan Nona saling pandang.     

"Mang, dia selamat atau tidak ya?" tanya Nona pada mang Dadang.     

Mang Dadang yang mengatur nafasnya hanya gelenh kepala. Keringatnya makin keluar begitu saja, dia tidak tahu harus apa saat ini. dia bukan pembunuh pikirnya. Dia yang salah, karena begitu tegang melihat Nona yang mirip Narsih. Nona menepuk kuat pundak Mang Dadang yang sedang melamun.     

"Mati saja kau sana!" latah Mang Dadang yang seketika terjerembab ke lantai lift.     

Mang Dadang mengusap dadanya dan memandang Nona yang menunjukkan wajah ingin di pitis kayak kutu. Nona menahan senyumnya dan pada akhirnya dia tertawa melihat tingkah kocak mang Dadang.     

"Aku minta maaf mang hahaha. Mang Dadang ini lucu sekali lah, di lift jangan melamun kali, bisa kesambet setan lift." ucap Nona.     

Mang dadamg bangun dan mengusap dadanya. keduanya keluar dan menuju lobby. keduanya tertunduk agar tidak terlihat oleh orang. Bram yang menuju rumah dukun akhirnya mengurungkan niatnya. dia mendapat telpon dari Diman.     

"Halo, Bram di mana kamu?" tanya Diman kepada Bram.     

"Biasa lah aku ada urusan, kenapa?" tanya Bram yang malas kalau sahabatnya telpon.     

"Gawat, Deka koleps dia tidak sadarkan diri lagi. Aku tidak tahu kenapa, kau ke rumah sakit sekarang ya." Diman memerintahkan Bram untuk pergi ke rumah sakit.     

Bram kaget mendengar apa yang terjadi dengan sahabatnya itu. Bukannya dia sudah siuman, tapi kenapa bisa dia koleps lagi. Apa yang terjadi pikir Bram. Diman yang tidak mendengar jawaban dari Bram memanggil sahabatnya itu.     

"Bram ... Bram kau dengar tidak apa yang aku katakan hahh?" tanya Diman yang tidak mendapat jawaban dari Bram.     

"Eh, iya aku masih di sini. Aku akan ke sana sekarang." Bram mengiyakan apa yang dikatakan oleh Diman.     

Panggilan berakhri, Bram meminta supir untuk pergi ke rumah sakit. dia gagal untuk ke rumah dukun itu. supir langsung putar arah menuju rumah sakit. Dan sekarang Bram di lobby rumah sakit. Tepat saat Nona dan Mang dadamg keluar.     

Bram dan Nona bersenggolan satu sama lain. Bram memandang sekilas orang yang menabraknya. Dia hanya memandang wajah tajam dan berlalu begitu saja. Bram bergegas naik ke lantai ruang inap Deka.     

Ting!     

Pintu terbuka terlihat keluarga Deka menangis karena melihat Deka harus kembali koma. Tidak lama Diman bersama dokter dan mendekati keluarga pasien. Diman mendekati Bram.     

"Kenapa bisa terjadi? Kenapa bisa seperti ini?" tanya Bram.     

Keduanya menjauh dari keluarga dan dokter yang sedang berbicara. "tadi Deka sempat sadar sebelum koma seperti ini. Dia berkata jangan bunuh aku, aku tidak tahu kalau dia berkata seperti itu sebelum tidak sadarkan diri." Diman menjelaskan apa yang dikatakan oleh keluarganya.     

Bram mengusap wajahnya, kenapa bisa dia berkata seperti itu, apa yang terjadi sebenarnya. Siapa yang datang untuk membunuh Deka. Bram masih mengingat dan tanpa sadar dia melihat seseorang yang berselisih dengan dirinya tadi, tatapan mata itu terlihat seperti Nona tapi apa benar itu Nona.     

Bram lari dan mengejar Nona, jika itu Nona maka Nona yang baru dari sini dan buat apa dia ke sini. Apa mungkin dia bertemu dengan Deka. Diman ikut mengejar Bram. Dia ingin tahu apa yang terjadi.     

"kenapa?" tanya Diman.     

"Aku melihat Nona tadi, aku rasa itu dia, aku berharap dia tidak melakukan hal yang tidak diinginkan." Bram berharap kalau Nona tidak ingin membunuh Deka.     

"Bram, kau masih mengharapkan wanita yang mirip dengan Narsih juga, kalau dia benar ingin melakukan sesuatu dengn Deka apa kau masih mempertahankan dia juga? Gila kau Bram, wanita kau pikirkan tanpa kau memikirkan nyawa kita semua," hardik Diman yang kesal karena Bram masih memikirkam wanita itu.     

Bram tidak menjawab, dia hanya diam dan memikirkan apa yang akan terjadi jika benar Nona yang melakukannya. Pintu lift terbuka, keduanya keluar dan langsung ke lobby untuk melihat sekeliling apa masih ada wanita yang dia tabrak tadi.     

"Kemana kau Nona, aku harap itu bukan kau Nona, jangan sampai itu kau Nona," ucap Bram dalam hati.     

Bram dan Diman masih mencari sekeliling apa benar ada orang yang mereka cari. ternyata nihil dan tidak ada sama sekali. Bram mengacak rambutnya, dia frustasi karena tidak menemukan Nona.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.