Dendam Winarsih

Harus Hati-hati



Harus Hati-hati

0Deki masih menunggu anak buahnya bercerita apa yang terjadi, dia tidak mau jika rencannya gagal. Dia harus bisa mendapatkan sesuatu hari ini. Deki menatap tajam ke arah anak buahnya. Dia masih menunggu anak buahnya berkata apa yang terjadi.     

"Kalian masih bungkam dari tadi, apa tidak ada yang berkata sedikit pun hmm? Apa kalian tidak mau menceritakan apa yang terjadi? Dan mana wanita itu? Apa kalian gagal mendapatkannya? Mana ketua kalian? apa dia juga kabur karena kalian gagal?" tanya Deki dengan wajah datar.     

Deki sudah menduga kalau Bram yang menggagalkan rencana mereka semua, kalau bukan Bram mana mungkin mereka bisa sampai ke sini dengan tangan kosong. Deki melihat ada bercak darah di pakaian salah satu dari anak buah yang berdiri di hadapannya.     

"Sini, aku mau lihat ada apa di pakaianmu? apa yang terjadi? Kenapa ada bercak darah itu? Apa kalian membunuh ketua kalian?" tanya Deki.     

Anak buah yang dipanggil oleh deki geleng kepala. "bukan kami yang bunuh bos kami tapi, wanita itu yang bunuh, dia bunuh ketua dengan sadis pak." anak buah Deki akhirnya mengakui bukan dia yang melakukannya. melainkan wanita yang menyeramkan.     

"Siapa dia?" tanya Deki dengan wajah penasaran.     

"Hantu wanita bawa golok pak. Dia menyeramkan, goloknya berada di kepalanya dan dengan goloknya dia menebas bos kami, dia juga membawa bos kami ke mobil di depannya pak," jawab anak buah Deki lagi.     

Deki terdiam wanita hantu yang mereka maksud itu apa Narsih? Tapi, dari mana dia tahu kalau dia mau menculik Nona wanita yang jadi penghalang dia dan membuat di bertengkar dengan Bram.     

"Kalian tidak salahkan?" tanya Deki yang penasaran.     

Mereka menjawab dengan gelengan kepala, ya, mereka tidak salah sama sekali karena mereka benar-benar tahu kalau itu hantu yang menyeramkan. Deki mengibaskan tangannya, dia memberikan uang ke mereka semua tidak ada yang terlewatkan, walaupun Nona tidak dapat yang penting dia sudah tahu kalau wanita yang di sukai oleh Bram dilindungi hantu wanita itu.     

"Aku yakin, mobil yang dikatakan oleh mereka anak buah Bram. apa yang terjadi dengan anak buah bram? Apa mereka selamat atau malah dihabisi oleh hantu wanita itu?" tanya Deki dalam hati.     

Baik Bram dan Deki sama-sama gagal dalam misinya, tapi anak buah Deki bernasib baik, mereka selamat kalau Bram, mereka semuanya tewas dan tentu saja mereka tidak bisa selamat hanya satu orang yang selamat sekarang dia berada bersama Narsih. Ya Toni selamat karena wajahnya mirip dengan Joko suami Narsih yang meninggal waktu itu.     

Dan sekarang Toni dan Narsih berada di depan rumah Dino. Narsih masih di atas pohon bersama dengan Toni yang baru saja sadar dari pingsannya dan melihat dia ada di atas pohon bersama hantu wanita.     

"Permisi, kita di mana ya?" tanya Toni dengan wajah yang penasaran.     

"Ikut saja, ayo turun. Tapi harus hati-hati turunnya kalau tidak kau ja ...." Narsih belum sempat bilang jatuh pria yang bernama Toni sudah jatuh ke bawah.     

Gubrakk!     

Ian yang sedang makan bakso ke telan bakso hingga tersedak. Kebetulan mang Jupri datang bersama istrinya, dia ingin bertemu ian alasannya rindu tapi Ian tidak percaya sama sekali baru beberapa hari sudah rindu aneh bukan.     

Uhuuukkk ... uhukkk ...     

"Suara apa itu uhuukkk ... kenapa jatuhnya seperti nangka busuk ya, pasti sakit itu uuhukkk." Ian tersedak dan terbatuk karena suara yang cukup keras jatuh di luar.     

"Palingan kucing yang mau kawin terus jatuh karena belum sempat atur posisi," jawab Paijo sekenaknya.     

"Benar juga, kau pintar sekali Paijo, nggak salah aku berteman dengan kau Paijo hahah uhukkkk, pedas betul. Ini yang buat cabe pasti sedang kesal sama istrinya atau sebaliknya," cicit Ian yang terus makan.     

Dino dan yang lainnya geleng kepala melihat kelakuan Ian yang kadang membuat mereka kesal ataupun tidak. Ian mencium aroma kembang yang biasa dia cium saat Narsih datang. Aroma melati menusuk hidungnya.     

"Dinosaurus, itu mbak manis kamu datang tuh. Cepat kamu jumpai, dia kangen tuh sama kamu," cicit Ian yang sudah menebak kalau itu Narsih.     

Dino membolakan matanya. Kalau Narsih di bilang mbaknya, tapi kalau yang lain entahlah. Dino heran kenapa tidak dari dalam kamar dia masuk kenapa aroma melati dia mencium dari luar rumah.     

Dino membuka pintu dan benar saja Narsih dan satu orang pria berdiri di depannya dan pria itu terlihat sendu dan melambaikan tangannya.     

"Saya mau antar dia, apa rumahnya di sini?" tanya pria tadi yang bernama Toni.     

Ian dan Paijo yang mendengar apa yang pria itu katakan tersedak untuk kedua kali kalau ian dua kalau Paijo satu. Mereka tidak menyangka akan ada orang yang mengantar Narsih ke sini. Apa tidak salah telinga mereka.     

"Kalian tidak salah bilang kan? Eh, maksudnya kamu wahai kisanak, tidak salah bilang kan mau ngantar mbak manis Dinosaurus itu ke sini?" tanya Ian yang tertawa di sela tersedaknya.     

"Makan yang benar, jangan suka bercanda nanti dibacok benaran baru tahu kamu ya," cicit mang Dadang.     

Ian hanya berdecih karena mang Dadang menyela dirinya. Mang Jupri melihat pria yang bersama dengan Narsih, kenapa wajahnya tidak asing dan wajah itu mirip dengan suami Narsih dulu. Ada apa ini pikir mang Jupri kenapa mereka bisa sama dan mirip sekali.     

"Dino, suruh masuk saja," ucap bibi Sum.     

Dino mempersilakan pria yang Narsih bawa masuk ke rumah. Dengan wajah cengar cengir pria itu masuk dan menatap wajah semua orang dan memandang Nona yang ikut memandangnya.     

Ian yang tahu hanya berdehem dan melihat ke arah Dino yang sudah masam. "ehmm! kayaknya Paijo ada yang cemburu nih," cicit Ian.     

Dino duduk di sebelah Nona dengan angkuhnya, dia tidak mau pria ini melirik Nona. Narsih melihat pria itu melihat Nona. dia berdiri di sebelah pria itu. Ian yang masih melihat kelakuan keduanya tertawa geli.     

"Duh, kenapa hantu bisa cemburu ya, masih mending Dinosaurus yang cemburu nyata ini tidak," sindir Ian sambil melirik ke arah Narsih.     

Narsih yang memegang golok langsung menancapkan ke meja. Brakkk! Golok tertancap dan membuat semua orang yang di depan Narsih menelan saliva. Pria di samping Narsih bergeser ke arah mang Dadang.     

"Dia kejam kalau lagi cemburu buta. Lagian kenapa dia bisa membawa pria ini. Biasanya dia main sabet saja." Ian melirik Narsih mencari kebenaran dari mata merah Narsih.     

"Percuma kau melihat mata merah mbak manis Dino, yang ada matanya tidak bisa terbaca merah semuanya," kata Paijo.     

Kedua orang itu tertawa, mereka tidak takut Narsih ngamuk, mereka cukup puas membuat Narsih marah. Pria itu ikut tertawa melihat keduanya tertawa. Mang Jupri dan mang Dadang hanya bisa menghela nafas panjang sudah cukup pikirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.