Dendam Winarsih

Narsih Mulai Lagi



Narsih Mulai Lagi

0Anak buah Bram tidak ada kapoknya, dia langsung mengetuk berkali-kali pintu kaca mobil Dino. Dino masih belum menunggu di dalam dan belum ada pergerakkan untuk dia pergi keluar menemui mereka.     

"Sudah, ada jawaban belum kamu Dino, kenapa lama sekali, ini gila namanya kalau kamu tidak ada jawaban dan bisa pecah ini kaca," ujar Ian yang kesal karena tidak mendapatkan jawaban dari dino.     

"Kita keluar sekarang, kita anggap saja tidak mengenal mereka dan anggap saja mereka rampok," sambung Dino kembali.     

Dino akhirnya keluar dengan perlahan, dia takut karena pria yang ada di dekat dia entah itu anak buah Bram benaran atau penjahat mereka tidak tahu.     

"Ada apa kalian mengikuti kami? Apa kalian mau rampok?" tanya Dino dengan wajah datar.     

Ian dan yang lain juga keluar, keempatnya berkumpul dan tentu saja membuat keempatnya saling pandang satu sama lain. Mereka memandang ke arah pria yang menodongkan senjata ke arah mereka.     

"Mau apa kalian bilang? Apa kalian tidak tahu kalau aku itu menginginkan nyawa kalian agar bisa merebut wanita kalian!" teriak pria yang menodongkan senjata itu.     

"Kau bilang apa tadi? Wanita kami? Siapa?" tanya Dino dengan wajah yang sudah menahan amarah.     

Dino masih belum bisa menebak kalau itu Nona, karena hanya wanita itu yang dia punya. ok, jika jawaban mereka Nona ada kemungkinan itu Bram yang sudah merencanakan ini semua.     

"Siapa kau bilang? Jangan kau buat pura-pura tidak tahu. Aku tahu kalau kau menyembunyikan wanita bosku, jadi serahkan sekarang kalau tidak kau akan mati di sini!" teriak pria itu dengan kencang.     

Kesunyian di tempat itu menambah kesan yang tidak bisa mereka bayangkan saat ini, Ian dan Paijo menelan salivanya. Dia heran Bram tidak jera juga dan tidak sedikitpun dia membuat dirinya kapok dan introspeksi diri akan kesalahannya.     

"Aku geram sekali dengan Bram itu, kalau aku bisa ambil jimatnya aku sendiri yang akan bunuh dia, masa bodoh dengan dosa dan hukuman yang penting aku puas," cicit Ian yang terdengar oleh Paijo.     

Paijo yang melihatnya hanya bisa diam, dia juga sudah kesal, dia saja yang berulah. Kenapa tidak menyerah saja dan tentu kenapa tidak membuat dirinya tobat dan mengakui kesalahannya.     

"Masih belum mau mengaku juga dan masih belum memyerahkan juga wanita itu? Baiklah kalian meminta kematian, aku akan dukung kalian bersiaplah," ucap pria itu.     

Pistol di arahkan ke kening Dino. Dino tidak peduli sama sekali, dia akan tetap berada dalam keadaan tenang tidak peduli dia hidup atau mati toh semua sudah ada yang mengaturnya.     

Sretttt!     

Golok Narsih mulai bermain dan satu korban jadi sasarannya. Narsih yang sudah menyabet anak pria tadi tertawa dengan ciri khasnya. pria yang menodongkan senjata di kepala Dino kaget karena anak buahnya tiba-tiba tumbang dan meninggal bersimbah darah.     

"Siapa itu hahhh! Dor ... dorrrr!" teriakkan pria itu dan suara tembakan mulai terdengar cukup keras.     

Ian dan Paijo tersenyum lebar, dia tahu itu gaya siapa. "Narsih mulai lagi, aku senang karena Narsih bisa cepat membunuh musuhnya dengan sekali tebas zreett, selesai," ucap Ian.     

"Iya kau benar ian, gaya Narsih aku suka, dia tidak mau menunggu lama, lihat sebentar lagi akan ada satu dan satu orang lagi. Bersiap saja kamu Toni melihat kekejaman Narsih mbak manisnya Dinosaurus itu," kekeh Paijo yang dianggukkan oleh Toni.     

Paijo dan Ian terkekeh melihat Narsih yang terbang ke sana ke sini untuk membunuh pria yang memperlakukan Dino dan yang lainnya dengan kejam. Narsih akan kejam juga dan tidak tanggung-tanggung, sudah beberapa orang yang menghalangi jalan Dino dan yang lainnya terkapar bersimbah darah.     

"Gila, aku baru tahu hitungan menit semua sudah seperti itu, tinggal satu orang lagi itu mas yang belum," ucap Toni yang melotot melihat mereka semua tewas.     

"Kalau itu untuk penutupan acara malam ini dan lihat saja nanti, kita akan diperlihatkan sesuatu yang lain dari yang lain, bisa jadi kepala lepas atau pisah semua atau dibawa oleh mbak manis Dino siapa tahu kan." Ian menunggu Narsih menghabisi satu persatu.     

Pria yang menjadi ketua mereka semua melihat anak buahnya sudah tewas dengan sangat menggenaskan mulai menarik Dino untuk sandera mereka.     

"Sini kau, aku tidak akan mudah untuk dikalahkan, aku akan bunuh kalian semua di sini tapi aku akan bunuh kau dulu," ucap pria itu yang sudah menarik Dino dan menodongkan senjata.     

"Hei, lepaskan dia! Apa sekarang kau takut untuk berurusan dengan dia, mana keberanianmu hahh!" teriak Ian yang kesal. karena Dino dijadikan sandera mereka.     

"Suruh hantu sialan itu pergi, jika tidak dia yang akan aku bunuh!" teriak pria itu dengan kencang.     

"Pria tidak punya hati, kau pikir kau sudah hebat hmm? Tidak akan, kau tahu itu, kau akan mati sebentar lagi, paham!" teriak Paijo yang geram karena Dino di jadikan sandera dirinya.     

Pria itu tidak peduli sama sekali, karena dia benar-benar tidak mau hantu wanita itu akan mencelakai dirinya nanti. Narsih yang berada di belakang pria itu menatap tajam ke arah pria itu. Ian yang melihat Narsih di belakang pria itu berpura-pura tidak tahu dan bersikap seolah dia tidak mengetahuinya.     

"Kita harus apa ini?" tanya Paijo yang gusar karena pria di depannya sudah bersiap menarik pelatuknya.     

Narsih langsung dengan cepat menarik pria itu hingga tanpa sadar pegangan terhadap Dino lepas dan membuat Dino jatuh tersungkur.     

"Aaaaaaaa! Lepaskan aku sekarang! Lepaskan aku!" teriak pria itu dan suaranya menghilang.     

Dino meringis kesakitan karena kakinya sakit terkena aspal. Ian dan Paijo membantu Dino untuk berdiri dan membawa Dino masuk ke dalam mobil. Toni masih memandang sekitar mencari di mana Narsih berada.     

"Kenapa dengan kau Toni? kenapa kau melihat sekitar? Tidak mau pulang?" tanya Ian yang heran kenapa toni melihat sekeliling.     

"Pria itu dibawa kemana ya?" tanya Toni yang penasaran.     

"Jangan kau tanyakan pria itu dibawa kemana, intinya kita selamat sudah itu saja ok," ucap Paijo yang menarik Toni masuk.     

Terlalu lama di luar bahaya bisa jadi saksi atas kematian mereka semua. Mobil melaju meninggalkan lokasi yang menegangkan itu. Ian melirik ke belakang apakah ada yang mengikuti mereka lagi atau tidak. Malam ini benar-benar membuat mereka kehilangan nyawa, tapi untung saja Narsih mulai lagi kekejamannya setelah lama tidak melakukannya terakhir waktu menghabisi anak buah Bram yang juga bosnya Toni.     

"Toni, kau masih berhubungan dengan bos Bram lagi? Atau kau mata-mata dia ya?" tanya Ian tanpa basa basi.     

Ian tidak peduli jika dia harus mengatakan itu pada Toni. Toni yang mendengar apa yang dikatakan oleh ian menundukkan kepala. Dia tidak ada kaitannya dengan mereka lagi.     

"Apa kalian tidak percaya padaku, aku tidak memata-matai kalian, aku aja baru tahu Narsih jika bukan dia yang ajak aku dan melihat pembunuhan bos yang mengajak aku tempo hari, jika mata-mata maka bos Bram yang kalian katakan itu pasti sudah ke rumah kalian." kata Toni pada akhirnya.     

"Maafkan aku, aku sedikit takut saja," ucap Ian yang mengakhiri percakapan itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.