Dendam Winarsih

Dia Menakutkan



Dia Menakutkan

0Lagi-lagi Bram tidak bisa menghubungi anak buahnya, Bram sudah tahu kalau anak buahnya pasti dihabisi oleh Narsih. Entah kenapa Narsih tahu kalau itu anak buahnya.     

"Sialan itu Narsih, kenapa bisa dia tahu anak buahku mengintai mereka semua, aku tidak tahu lagi bisa mendapatkan Nona, sial kalian semua." Bram geram karena Narsih selalu ikut campur.     

Dino dan yang lainnya pulang ke rumah. Mereka semua memasang wajah datar dan sedikit ketakutan itu terlihat di wajah Toni. Hanya Toni yang sedikit ketakutan karena dia yang baru melihatnya beda dengan yang lainnya.     

Ceklekk!     

"Kalian kenapa masam sekali, apa kalian makan rujak ya?" tanya mang Jupri kepada Dino dan yang lainnya.     

"Kami tidak masam, tapi kami manis, bedakan dengan masam dan manis ya," celetuk Ian yang dikatakan masam oleh mang Jupri.     

"Baiklah, kamu tidak masam tapi manis. Ada apa ini, tadi bukannya kalian diikuti oleh anak buah Bram? Tapi kalian aman saja tuh. Apa dia tidak mau ngutit kalian lagi?" tanya mang Jupri.     

Keempatnya menghela nafas panjang, karena kejadian malam ini terulang lagi. "dia menakutkan mang, saya melihat dia menghabisi mereka dan itu sungguh menakutkan sekali, saya saja merinding melihatnya," ucap Toni yang mengatakan jika dia takut melihat Narsih menghabisi mereka.     

"Dihabisi lagi kah? Kalau begitu kita tidak perlu takut toh Narsih sudah bisa menghadang Bram kan." Mang Dadang cukup puas karena anak buah Bram tidak lagi mengkhawatirkan mereka.     

"Tapi, tetap kita harus waspada juga kan, jangan karena Narsih bantu kita jadi melupakan Bram itu. Aku ingin segera mengambil jimat itu," ucap Dino kepada mang Dadang dan mang Jupri.     

"Nah benar itu, kita harus bisa dapatkan jimat itu? Biar Narsih bisa segera tenang, kasihan kan dia," ucap Paijo.     

"Ya sudah, kalian pergi mandi sana, lagian kalian semua pasti lelah kan, gantian mandinya." Bibi Sumi datang bawa nampan minuman untuk para lelaki.     

"Saya akan pulang saja, pakaian saya tidak Ada di sini dan tidak enak pakai pakaian mas dino terus." Toni beranjak pergi dia akan pulang ke kostnya dan tidak enak tinggal di rumah orang.     

"Kamu yakin Toni, lagian sudah malam, mana ada kendaraan di sini, besok saja pulang ke kost, sekarang pakai ini saja dulu, lagain masih baru juga semuanya," ucap Dino.     

"Iya, ini juga kita mau makan ayam bakar tadi. sudah sana mandi, lagian aku tadi cuma takut saja Bram ke sini dan kamu masih berhubungan dengan dia, kalau kamu tidak enak hati aku minta maaf," ucap Ian kepada Toni.     

"Tidak apa mas, saya tahu kok gimana kondisinya. Saya saja tidak ada niatan untuk kembali jadi anak buah dia, kemarin karena di ajak dan tidak tahu apa pekerjaannya, kalau tahu mungkin tidak saya ambil," ucap Toni.     

Mang Dadang dan mang Jupri saling pandang satu sama lain, tidak mengerti arah pembicaraan mereka.     

"Sudah, jangan bahas lagi, kita makan saja, kalian mandi sana," ucap Mang Dadang memecahkan ketegangan.     

Satu persatu mereka mandi dan selesai mandi semua mereka berkumpul untuk makan. Nona sudah terlihat lebih baik karena sudah bisa bergabung dengan mereka.     

"Nona kamu masuk kerja kapan?" tanya Ian yang menikmati makannya.     

"Biarkan dulu mas Ian, neng nona perlu istirahat, Bibi kasihan dia harus pergi kerja," kata Bibi pada Ian.     

"Bukan gitu Bibi, nanti manajer bisa pecat dia, yang ada dia tidak kerja, kamu cuti sudah banyak loh, manajer tadi juga tanyakan tanya Paijo kalau tidak percaya," ucap Ian.     

"Besok aku kerja, karena tadi dapat pesan dari. Manajer minta aku masuk, aku akan masuk kerja besok," ucap Nona pada Ian.     

"Hati-hati siaa tahu itu suruhan Bram, kalian tahu sendiri akal-akalan dia kayak apa kan," sambung Paijo.     

"Boleh diakalin lah, lagian kita bilang aja sibuk, dia harus kita ajak tipu saja, toh dia juga licik kan jadi kenapa nggak kita tipu dia saja," ucap Ian dengan santai.     

"Benar juga, gimana kalau kita menghindarinya saja, tar kita bilang saja kalau kita itu tidak ketemu Nona sama manajernya padahal ketemu, hitung-hitung kucing-kucingan lah," ucap Paijo yang memberikan saran pada dia.     

"Baiklah kalau begitu, aku akan menghindar dulu, jika ketemu mau tidak mau harus berbincang juga kan aku mau ambil jimat itu, sampai kapan kita harus menghindar kan," ucap Nona lagi.     

Dino pun setuju dengan apa yang dikatakan Ian dan Paijo. "kita lihat situasi dulu, jika dia bertemu dengan kamu, maka kamu harus bisa berbuat seperti biasa saja, jangan terlalu terlihat sekali tidak menyukainya, cari alasan yang menyentuh hatinya, bawa kasus penculikan kamu," ucap Dino kepada Nona.     

Toni yang makan ayam bakar hanya menyimak saja. "jadi, mbak ini pernah diculik ya?" tanya Toni.     

"Iya, makanya Bram itu harus dihindari agar tidak membuat kekacauan lagi, dia sudah pantas di hukum, biar jiwa Narsih tenang kasihan mbak manisnya dino itu menuntut keadilan," ucap Ian.     

Semuanya tenang tidak ada yang berbicara lagi, selesai makan mereka masih kumpul dan duduk sembari minum teh dan kopi.     

Uuuukkkk ... uuuukkkk ...     

Ian mengintip di jendela, karena dia melihat ada sekelebatan di depan rumahnya. Entah itu matanya yang salah atau benar adanya.     

"Kenapa kamu mengintip serius kali mas?" tanya Toni yang ikut mengintip juga.     

Dino dan lainnya heran dengan kelakuan keduanya. Mereka tidak tahu apa yang mereka intip.     

"Aku tadi lihat sekelebatan di depan rumah dan entah lah itu siapa aku tidak tahu sama sekali," ucap Ian yang mengatakan apa yang dia lihat ke Toni.     

Toni yang mendengarnya merapatkan ke Ian dan memeluk lengan Ian. "mas biar betul, kalau itu makhluk gaib bagaimana?" tanya Toni kepada Ian.     

"Makanya aku intip, mana mungkin orang lewat sengaja depan rumah kita dan di teras kita kan, lagian sudah di kunci pintunya," ucap Ian pada Toni.     

Dino yang penasaran mendekati keduanya dan melihat ke jendela. "kalian lihat apa? Kenapa kalian seperti ini? Serius amat kalian ini?" tanya Dino yang melihat ke jendela tapi tidak ada yang ada suara burung hantu.     

"Kau ini menyebalkan sekali, tahu tidak kalau sesungguhnya itu, tadi ada bayangan sekelebatan lewat dan aku tidak tahu kalau itu apa dan saat aku lihat tidak ada, kan aneh." Ian menjelaskan mengapa dia mengintip.     

"Entah pun mbak manis Dino nggak?" tanya Paijo lagi.     

Ian mengidikkan bahunya. Dia tidak yakin kalau itu mbak manisnya Dino, kan dia tidak seperti itu, yang khas itu aroma kembangnya dan dia masuk pasti dari genteng bukan dari pintu atau apa lah. Jadi ini tidak mungkin Narsih pikir Ian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.