Dendam Winarsih

Jangan Menghalangi



Jangan Menghalangi

0Ian masih tetap di posisinya, dia tidak berani untuk bergerak sama sekali, dia tidak mau tiba-tiba ular yang mulutnya ke depan itu mematuknya, itu ular berbisa dan sangat berbisa matanya saja merah dan tubuhnya hitam legam, belum lagi di bawah dia lebih tepatnya di depan Dino dan lainnya.     

"Pergi, jangan ganggu mereka, jangan salahkan aku, jika aku akan membuat kau dan mereka yang kau bawa itu mati di golokku!" hardik Narsih yang menunjukkan goloknya kepada sosok ini.     

Sosok yang di depannya tidak sekalipun bergeming dia tetap pada posisinya, malah saat ini ular yang keluar dari mulutnya berpindah ke Ian.     

"Jangan menghalangiku!" hardik sosok itu.     

Sosok tinggi besar, mata merah dan wajahnya hancur mendekati Narsih karena terhalang Ian, dia mendekati Ian hingga Ian mundur dan pas di tubuh Narsih bagian depan sedangkan dia bagian belakang.     

"Kau tidak bisa mendengar apa yang aku katakan, kau memilih yang kedua berarti baiklah akan aku lakukan sekarang, bersiaplah akan aku buat kau menyesal." Narsih sudah lelah dengan sosok ini, dia ingin segera mengakhirinya dan ya sekali srett kepala sosok itu putus tanpa ada aba-aba sekalipun.     

Ian yang tidak tahu kalau Narsih akan menyabet sosok ini kaget bukan apa-apa dia kaget karena di badannya ada ular hitam dan berbisa itu, ular itu yang di badan Ian ingin matuk Ian sebagai balasan terhadap Narsih gagal karena Narsih lebih dulu menyerangnya dan kepala itu putus darah mengenai tubuh Ian.     

Sretttt!     

Kepala ular itu langsung roboh dan langsung tidak bisa bergerak sama sekali, tapi ekor ular itu malah enggak dia melilit leher Ian dengan kencang, Ian mulai sesak nafas karena kehabisan nafas. Ular yang menghalangi Dino juga tidak luput dari Narsih.     

"Ian, bertahanlah, jangan seperti ini!" teriak Dino yang masih belum berani mendekat.     

Ular yang datang ke rumah Dino langsung di habisi oleh Narsih, bukan satu tapi lebih dari satu. Dino dan lainnya naik ke kursi agar tidak di patuk oleh ular itu.     

"Akhhh ... aku sudah tidak tahan lagi! tolong aku, nafasku sesak sekali, ekornya begitu kencang melilit aku akhhh!" teriak Ian dengan suara yang pelan dan terbata-bata.     

Melihat Ian yang hampir meninggal, Narsih menarik ular yang melilit di leher Ian dengan cepat dan melempar ular itu ke kawanannya yang banyak, Narsih juga melempar Ian ke arah Dino dan Dino dengan sigap menangkapnya.     

Bughh!     

Keduanya hampir jatuh ke bawah karena lemparan Narsih cukup kencang dan membuat Ian terlempar cukup kencang, beruntung Paijo dan mang Dadang memegang Dino jadi Dino tidak jatuh sama sekali.     

"Syukur sekali, aku bisa menangkap kamu Ian," ucap Dino.     

Ian lemas, lehernya terlihat merah dan tentu saja dia tidak bisa melihat dengan jelas karena Ian langsung pingsan. Dino menepuk pipi Ian dia takut Ian meninggal, nyatanya Ian pingsan.     

"Letakkan di sini, dia pingsan itu, aku yakin dia pingsan tapi aku bersyukur dia selamat." Dino meletakkan Ian ke tempatnya dan tentu saja membuat Ian tidur di meja makan.     

"Ular itu makin banyak dan sosok itu kembali lagi, kepalanya sudah menyatu, aku takut jika mbak manis tidak bisa menghadapi dia, kamu tahu kan kalau dia tidak seperti sosok itu, siapa yang berani melakukan itu pada kita dan Narsih dia hanya butuh balas dendam bukan yang lain," cicit paijo yang melihat Narsih bertarung.     

Segala cara Narsih lakukan dan sekarang dia malah tidak bisa mengendalikannya. Mang Jupri yang tahu langsung membaca doa ayat suci agar dia bisa membuat arwah itu pergi dan lenyap. Mang Dadang juga ikut membaca.     

"Aku akan bantu doa mang," kata Paijo dan di susul Dino yang juga membacakan doa.     

Lantunan doa dan ayat suci membuat sosok itu terdiam dan ingin menyerang Dino yang sedang membaca doa. Tapi sayang, doa yang mereka lantunkan benar-benar membuat sosok yang melawan Narsih kepanasan, Semua ular yang ingin mendekat mati seketika dan hangus juga menghilang dari hadapan mereka semua.     

"Sudah, aman," gumam Nona yang melihat dari kursi seberang.     

Sosok itu mengeluarkan asap dan langsung menghilang Narsih yang mendengar doa itu juga menghilang, entah kemana perginya sosok itu. Ular itu juga sudah tidak ada di lantai rumah Dino.     

"Kakiku lamas sekali, aku tidak bisa seperti ini, aku takut sekali, aku merasakan gemetar," ucap Toni yang menyelamatkan diri di lemari atas.     

Dino yang mencari suara Toni kaget karena dia tidak menyangka kalau Toni berada di sana dan tentu saja membuat dia senang karena Toni selamat. Paijo juga melihat ke arah Toni yang entah kapan bisa di atas lemari dan dia juga tidak tahu bagaimana tuh anak bisa di atas.     

"Darimana kamu naik Toni?" tanya Paijo.     

"Aku tarik kursi dan naik ke sini sebelum ular dan sosok itu datang. Maafkan saya," ucap Toni.     

"Yang penting kamu selamat dan ayo kita turun dan mang apa kita sapu saja rumah ini, takutnya sisa ular itu muncul kembali," ucap Dino kepada mang Jupri dan mang Dadang.     

"Ya sudah kita sapu. Untuk para wanita jangan turun ya, ingat jangan turun ok," ucap mang Jupri kepada Nona dan istrinya.     

Kedua wanita itu pun mengikuti apa yang dikatakan oleh mang Jupri. Mang Dadang da. mang Jupri turun perlahan sambil melihat sekeliling apakah ada ular yang tadi menganggu mereka.     

"Aman mang, tidak ada ular itu." Dino pun mengatakan rumah mereka aman dan tidak ada ular sama sekali.     

Akhirnya mereka pun segera membersihkannya, memang tidak ada jejak apapun tapi mereka sedikit takut karena ular bukan hewan jinak seperti kucing dan sebagainya, hewan berbisa lebih tepatnya.     

"Selesai juga, ayo kita lihat Ian dan kita obati doa saja dulu dia, sepertinya lilitan itu ada bekasnya takutnya dia infeksi kena kulit ular itu," kata mang Dadang.     

"Saya ambil alkohol dan kotak obat ya, saya takutnya dia akan kenapa-napa nantinya," jawab Dino yang bergegas mengambil keduanya.     

"Bawa dia Paijo, ke sini ayo cepat," ucap mang Dadang yang mulai membantu mengangkat Ian dan Paijo juga Toni membawa Ian ke kursi depan.     

"Lihat garis lilitan ini, merah dan apa tidak infeksi ini?" tanya Paijo kepada mang Dadang dan mang Jupri.     

"Entahlah, kita obati saja, sisanya kita berdoa agar dia tidak kenapa-napa," sambung mang Kurdi kembali.     

Ian di obati oleh Dino perlahan, dia sedikit khawatir tapi beruntung garis merah itu tidak membuat Ian terluka dalam dan mengakibatkan dia kehilangan nyawanya.     

Di tempat lain, guru dukun itu kesal karena anal buah yang dia minta datang harus hancur dan lenyap, Narsih yang ada di depan rumah dukun itu tersenyum, karena dia tahu siapa pelakunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.