Dendam Winarsih

Aku Belum Kalah



Aku Belum Kalah

0Dukun yang mengirmkan sosok makhluk halushars menelan pil kekalahan, karena dia tidak tahu jika bisa dikalahkan oleh Narsih. Meja ritualnya harus berantakkan karena Narsih menghancurnya..     

''Dasar kurang ajar, aku tidak akan terima dengan apa yang kau lakukan hantu sialan, aku akan buat kau menerimanya, tunggu saja jasadmu aku bawa ke sini,'' ucap dukun itu dengan wajah penuh amarah.     

Murid dukun itu dengan anak buahnya sibuk mencari makam Narsih, mereka tidak menemukan sama sekali makam itu.     

''Mbah bagaimana ini, kita tidak mnemukan makam hantu itu, bagaimana kita bisa membawanya ke guru mbah itu ?'' tanya anak muridnya.     

''Kamu tanya saya, saya tanya siapa? Apa sudah dipindahkan ya, atau kita cari makam suaminya saja, kan bisa saja dia kita perlukan untuk ritual guruku itu,'' ucap si mbah kepada muridnya.     

''Tapi mbah bukannya guru mbah minta suami hantu wanita itu ya, bukan punya wanita itu. Mbah jangan salah ambil, nanti guru mbah marah loh sama mbah,'' ucap anak buahnya yang bernama parmin.     

''Kamu ini Parmin, jangan buat saya bodoh dimata kamu. Saya bawa jasad wanita itu agar kita tidak perlu ke sini lagi, sekarang masih aman, tapi nanti kita mana tahu aman atau tidak dari warga sini,'' ucap si mbah kepada si Parmin.     

Si mbah masih memkirkan apakah dia mau cari kuburan Narsih atau hanya kuburan suami Narsih yang bernama Joko itu. Si mbah pun akhirnya memutuskan untuk mencari makam suami Narsih dan mulai mengalinya bersama Parmin. Keduanya menggali bersama tanpa ras takut.     

''Mbah, saya merasa ada yang sedang memperhatikan kita, saya takut mbah, jangan-jangan hantu wanita itu datang dan mau menghabisi kita.'' Parmin melihat ke sana ke mari tidak ada yang mencurigakan kecuali burung hantu yang berbunyi dan membuat tubuh dia merinding.     

''Cepat gali, kita tidak punya waktu lagi sudah hampir subuh, takutnya warga datang untuk ke masjid, bisa bahaya kita kalau ketahuan oleh mereka.'' Si mbah memperingatkan anak buahnya untuk segera mempercepat kerjanya, mereka akhirnya bisa melihat jasad Joko tapi sudah tinggal tulang tidak ada yang tersisa hanya ada sedikit kain kafan saja yang ada di tubuh jasad Joko. Setelah selesai keduanya naik dan langsung membawa jasad itu dalam bungkusan besar dan meninggalkan kuburan tanpa di tutup lagi.     

"Tunggu saja Narsih, aku akan membuat kamu habis, aku belum kalah lagi, aku akan bisa membuat kamu jadi budakku atau aku akan musnahkan kamu sebelum dendammu berhasil kamu jalankan," ucap si mbah yang sudah di mobil dan bergeral menuju tempat gurunya.     

Di rumah Dino semua orang tidak ada yang bisa memejamkan matanya, masih teringat kejadian hari ini, mereka yang di kamar tidak bisa memikirkan kenapa bisa terjadi hal yang menakutkan.     

"Apa tidak ada ular lagi kah?" tanya Toni yang melihat sekeliling.     

"Kau mau ular nanti aku kasih ya, biar kau bisa rasakan bagaimana rasanya badannya melilit lehermu," ketus Ian yang kesal karena Toni selalu membicarakan ular.     

Ian masih trauma karena lehernya merasakan sakit dan untung saja dia tidak meninggal karena ular hitam itu. Toni terdiam karena Ian mau memberikan dia ular.     

"Kamu kejam mas Ian, aku takut saja kalau mas akan di lilit seperti tadi lagi," ucap Toni.     

"Kamu saja gantian di lilit ya," kesal Ian karena dia yang di sumpah di lilit lagi.     

Mang Dadang dan mang Jupri yang mendengar apa yang dikatakan oleh keduanya hanya menghela nafas, harusnya tidur tapi dia tidak tidur juga malah bertengkar siapa yang akan di lilit oleh ular. Paijo dan Dino sudah lebih dulu tidur keduanya tidak peduli pertengkaran antar keduanya.     

"Apa sudah selesai kalian saling bertanya siapa yang akan di lilit? Kalau sudah nanti aku bawakan ular itu dua satu-satu untuk kalian. Jadi tidak ada yang bertengkar siapa yang dililit siapa tidak," ketus mang Jupri yang kesal karena mereka masih bahas itu.     

Ian dan Toni saling pandang dan tertawa. Mereka pun tidur, mang Dadang dan mang Jupri hanya geleng kepala, tidak ada yang bisa mereka lakukan saat ini, sudah lah lebih baik tidur.     

Baru saja mata di pejam kan terdengar suara gaduh atau lebih tepatnya genteng rumah Dino ambruk lagi dan tentu saja pelakunya siapa lagi yang suka masuk dalam genteng sambil menangis. Dino dan lainnya terbangun dan terduduk. wajah muka bantal mereka terlihat jelas.     

Gubrakk!     

"Apa itu? Kenapa bisa ada suara itu lagi?" tanya Toni yang benar-benar kaget karena mendengar apa yang terjadi.     

Dia melihat ke arah genteng dan dia terkejut gentengnya ambruk dan terlihat rambut Narsih terjuntai sambil menangis tentu pemandangan yang sangat aneh. Biasanya duduk di lemari sekarang kepala terjuntai dan dia menangis.     

"Kita tidak bisa lihat langit dan bintang di langit hitam pekat ini dan kalau hujan kita akan mandi hujan dan sepertinya kau akan kembali bangkrut Dino karena mbak manis kamu merusak itu lagi." Ian merebahkan dirinya.     

Toni yang sudah duluan merebahkan diri terlihat memejamkan matanya dan dia tertidur lebih tepatnya pingsan. Dino memijit keningnya, kali ini apa lagi pikirnya.     

"Uuuuu, makan suamiku di bongkar dia mengambilnya, aku mohon bawakan kembali padaku, aku mohon pada kalian semua, selamatkan dia." Narsih mengatakan kalau jasad suaminya dibawa.     

Narsih yang saat itu ke kuburan yang tentu dia ingin bersama suaminya itu kaget saat melihat makam suaminya harus terbuka, dia mencari pelakunya tapi tidak ada dan dia hanya menatap sendu dan menangis karena tidak menemukan siapapun.     

Ian bangun dan kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Narsih. "mbak manis, kamu tidak bercandakan? Bukannya sudah tidak ada jasad untuk lagi, kalau pun ada tulang atau apalah gitu," ucap Ian yang keget karena tidak percaya karena ada orang yang tega mengambil jasad suami mbak Narsih.     

"Baiklah, ini sudah kelewatan sama sekali, tidak bisa dibiarkan, kita harus katakan ke orang desa, saya akan telpon kepala desa dulu kalau makam suami narsih di bongkar." mang Jupri mengambil ponselnya dan ingin menelpon pak Kades tapi di cegah oleh Dino.     

"Mang, kalau di tanya mang tahu dari mana? Apa mang mau bilang dari Narsih? Yang ada mereka tidak percaya, sekarang kita pikirkan siapa yang membawa jasad itu, baru setelah itu kita pikirkan bagaimana cara kita kasih tahu mereka." Dino melarang mang Jupri untuk memberitahukan kepada warga desa salak.     

"Kalau bisa kita tunggu mereka kasih tahu kita saja, baru setelah itu kita cari tersangkanya," kata mang Dadang.     

"Tidak jauh dari dukun itu mang, dia pasti mengambilnya, aku yakin itu," ucap Paijo kepada mang Jupri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.