Dendam Winarsih

Ini Gila



Ini Gila

0Semua orang terdiam mendengar jasad Joko. Kemana mereka akan mencari jasad Joko. mereka tidak tahu keberadaan jasad itu.     

''Kita harus apa Dino? Yang ada kita harus mendengar suara tangisan mbak manis kamu itu. Aku tidak mau terganggu oleh tangisan mbak manis kamu Dino,'' ucap Ian yang memajukan mulutnya.     

Helaan nafas Dino terdengar kasar, dia tidak tahu bagaimana caranya dia menemukan jasad suami Narsih. ''aku juga binggung, bagaimana caranya aku menemukan dia. Rumah dia saja sudah hancur dibuat Narsih, sedang kan kita tidak tahu di mana dia berada sejak dia kabur dari Narsih.''     

''Minta Narsih yang mencarinya saja, dia pasti tahu di mana dia berada saat ini. Dia kan hantu, mana mungkn dia tidak tahu sama sekali kan, coba nanti kalau dia muncul, kita tanya dia saja bagaimana?'' tanya Ian kepada yang lainnya.     

''Aku setuju sekali dengan apa yang kamu katakan mas, kita tanya kan dia saja, siapa tahu dia tahu, setahu aku hantu bisa mengendus aroma orang, siapa tahu dia bisa mengendus aroma orang tersebut kan,'' ujar Toni kepada Ian .     

Ian, Dino dan Paijo heran dari mana ceritanya hantu bisa mengendus aroma orang. ''kamu tahu dari mana Toni? Jangan ngarang cerita kamu itu, kita itu serius, ini masalahnya sangat riskan dan tentu saja kasihan sama keluarga si Joko suami si mbak manis Dino,'' ucap Ian kepada Toni.     

''Benaran apa yang saya katakan mas, mak saya bilang seperti itu. Kayak mbah saya kan di datangi hantu nah, mbah yang satunya mengatakan kalau dia hantu itu sudah mengendus aroma mbah saya, gila kan dari mana tahunya coba dia tahu mbah saya kalau bukan dari aroma kita,'' ucap Toni dengan wajah santainya.     

''Dino, kamu percaya dengan dia atau nggak?'' tanya Ian pada Dino.     

Dino menganggukkan kepala, dia percaya akan hal itu dan bisa jadi apa kata orang tua itu benar adanya dan mana mungkin orang tua bohong pikir Dino pada dirinya sendiri. Tidak lama Nona masuk dan wajahnya nampak masam. Dino melirik ke arah Nona, dia hanya diam saja.     

''Apa kamu mau tinggal dengan Bram Nona ? Kalau iya kapan kamu ke sana?'' tanya Ian kepada Nona.     

''Entah lah, aku mikir kita jangan menghindar lagi dari dia, yang ada kita yang kesusahan untuk mengambil jimat dia. Kasihan mbak Narsih, dia ingin tenang di sana dan kita juga harus mencari jasad suaminya mbak Narsih. Kalau bukan seperti ini kita nggak akan bisa menyelesaikan misi ini,'' ucap Nona.     

''Asal kamu bisa jaga diri saja aku tidak mau kamu kenapa-napa, aku tidak mau kamu sampai di manfaatkan saja, jika kamu dimanfaatkan maka bbukan jimat yang kamu dapat melainkan hl lain, kamu tahu kan maksud aku?'' ucap Dino dengan wajah yang benar-benar memelas.     

''Yang penting kau percaya dengan aku saja, sisanya aku akan berdoa saja .'' Nona sudah pasrah, dia harus dapatkan jimat itu, caranya ya satu, dia harus dekat dengan Bram dan menarik perhatian Bram dengan begitu Bram akan percaya padanya.     

Dino dan sahabatnya bekerja sampai malam, tiba-tiba Bram datang untuk menjemput Nona, entah apa maksud dari bram menjemput Nona. Dan beruntungnya sekali Nona sudah pulang, dia pulang lebih awal karena kerjaan dia tidak begitu banyak, beda dengan yang lainnya.     

Ceklek!     

Pintu terbuka dan terlihat Bram masuk tanpa izin dari sang empunya ruangan ya itu Dino dan yang lainnya. Dino dan yang lainnya memandang ke arah seseorang yang masuk dan tentu itu membuat Dino naik darah terlebih Ian yang kesal setengah mati melihat Bram di depannya.     

"Wah, kalian rajin sekali, tapi sayangnya kalian tetap miskin, tapi tidak apa kerja saja ya," sindir Bram dengan wajah datar dan sombongnya.     

Ian yang mendengarnya tertawa geli. Bram yang di tertawakan menahan amarahnya, dia tidak suka ada yang menertawakannya.     

"Apa tadi anda bilang? Tetap miskin hahaha! Lucu sekali kamu kawan, aku tidak menyangka orang yang katanya sukses dan apa ya oh pengusaha hebat bermulut tajam dan hatinya busuk. Ini gila kan, pembunuh mengatakan orang lain miskin, dia tidak miskin apa? Berkaca kamu Bram, sialan kau!" hardik Ian yang kesal karena Bram mengatakan dia miskin.     

"Sudah kawan, jangan buang tenaga kamu itu, aku hanya mau kamu simpan tenaga kamu untuk yang penting, bukan untuk mengejar orang dan membuat puluhan nyawa melayang karena keserakahan pribadi!" sindir Paijo lagi.     

Bram terpojok dan kalah telak dia sama sekali kalah, dia tahu maksud dari pembicaraan dia itu. Siapa yang mereka maksud juga dia tahu itu.     

"Mana dia?" tanya Bram tanpa dosa.     

Ian menyerngitkan keningnya, apa maksudnya mana dia? Tanya Ian dalam hatinya. Bram yang melihat tidak ada yang menjawabnya mengepalkan tangannya. Bram masih menunggu jawab dari teman Nona. Lima menit menunggu tidak ada jawaban sama sekali dari mereka. Bram pergi meninggalkan ruangan itu dan membanting pintu dengan keras.     

"Kenapa dia main banting?" tanya Toni kepada ian.     

"Dia sakit perut itu, makanya dia seperti itu, apa kamu tidak tahu kalau sakit perut dia beda dengan kita, jadi kamu mau ikut cara dia atau caramu sendiri?" tanya Ian.     

"Cara aku saja ya, sepertinya cara aku lebih baik. Dia cari siapa tadi? Apa mbak Nona ya? Kan dia sudah pulang, kenapa nggak telepon saja, kan dia tahu tuh," ucap Toni kepada ian.     

"Dia itu bodoh tapi dipelihara Toni, makanya tadi Ian bilang kamu mau ikut cara dia apa cara kamu sendiri. Kalau ikut cara dia ya kayak gitu marah saja tahunya," ucap Paijo.     

"Sudah, ayo kita siapkan, setelah itu kita pulang, toni Kamu sudah kasih laporan ke bagian editor belum, karena diperiksa dulu," ucap Dino.     

"Sudah mas, katanya sudah sip dan bisa lanjutkan yang lain kita," ucap Toni.     

"Bagus kalau gitu tinggal dikit lagi dan kalau bisa kita besok liputan, katanya ada demo, jadi kita meliput di sana saja," ucap Dino lagi.     

Dino melanjutkan pekerjaannya tapi dia tidak fokus karena dia memikirkan Nona, dia takut Nona berada dekat dengan Bram, bukan karena apa, cinta memang tapi dia takut Nona terjebak godaan Bram dan membuat dia makin jauh dari misinya.     

"Sudah yuk kita pulang, sudah malam ini, besok saja kita sambung, lagian kita tidak mungkin kerjakan semuanya ini kan," ucap Ian yang menepuk pundak Dino.     

Dino pun menganggukkan kepalanya, dia pun membereskan berkas dan menyimpannya di laci. Dino dan sahabatnya meninggalkan ruangan kantor mereka tidak tahu kalau Bram menunggu mereka di seberang, dia ingin tahu di mana Nona tinggal, dia curiga kalau Nona tinggal di rumah Dino.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.