Dendam Winarsih

Mencari Jasad Joko



Mencari Jasad Joko

0Sepulangnya dari kantor Dino singgah di tempat makan, Dino sudah kabari Nona dan menanyakan di mana keberadaan dia apa sudah kembali ke rumah atau belum.     

"Aku di rumah, kamu hati-hati takutnya Bram mengikuti kamu, bisa bahaya nanti," ucap Nona di telpon.     

"Bukannya kamu mau tinggal dengan dia kah?" tanya Dino kepada Nona.     

"Iya, tapi tidak sekarang, aku bilang nanti dulu dan katanya dia akan carikan rumah saja, aku sudah katakan kalau aku segan untuk tinggal bersama dengan dia, jadi dia menawarkan aku rumah, katanya rumah dia. Jadi aku putuskan nanti tinggal dengan mang Jupri dan istrinya." Nona mengatakan apa yang dia katakan.     

"Bukannya tadi kamu katakan ya, kalau kamu mau tinggal bersama dia, kenapa malah berubah, eh bentar kalian mau ayam bakar dada apa paha?" tanya Dino.     

"Bentar aku tanya mamang dan bibi dulu. mang! Mau paha apa dada?" tanya Nona kepada dua mamang dan bibi itu.     

Mang Dadang dan mang Jupri heran apa maksud dari perkataan Nona. "Apa yang kamu maksud paha dan dada?" tanya mang Jupri.     

"Duh, lupa aku. nggak, si Dino mau belikan ayam nih, katanya mau paha atau dada gitu," ucap Nona.     

"Tidak perlu lah nak Dino, kami sudah makan, merepotkan saja," kata mang Jupri.     

"Dino, katanya tidak usah, merepotkan saja," jawab Nona.     

"Tidak apa, kita kan ada rezki ini, jadi jangan sungkan, kalau nanti ngga ada duit minta sama mang Jupri saja, sudah cepat katakan pada dia, mau apa," ucap Dino.     

"Mang, Dino marah tuh karena mang tidak mau mengatakan mau apa," ucap Nona lagi.     

"Kami ikut saja, dada boleh, paha boleh," jawab mang Jupri.     

"Ok, ya sudah kasih dada saja, sedikit besar kan, nah kalian sudah mau pulang belum? Kalau sudah hati-hati, aku takut Bram ke sini dan membawa aku dan siapa tahu kan dia akan mencurigai alibiku tadi, aku tidak mau dia menjauhi atau malah sebaliknya." Nona memperingati Dino agar berhati-hati.     

"Iya, tenang saja, aku akan hati-hati. kamu jangan keluar pokoknya, nanti kita bicarakan lagi nanti," ucap Dino.     

Panggilan keduanya berakhir, Ian dan Toni menghampiri Dino yang duduk di kursi tempat orang jualan ayam. Dino memandang ada mobil yang dia kenal itu mobil Bram.     

"Benar kata Nona kalau dia ke sini dan kalian tahu dia mengikuti kita," ucap Dino yang memberikan kode pada sahabatnya.     

"Dia tidak nyerah juga ya, bukannya Nona sudah setuju tinggal satu rumah, kenapa dia tidak mau juga sabar, Nona kan perlu adaptasi juga, kenapa harus di paksa sekali Nona ikut dengan dia," ucap Ian yang kesal karena dia sekilas melirik ke arah mobil Bram.     

"Benar juga, dia sudah mau tinggal satu rumah, tapi kalau tidak menikah bagaimana?" tanya Paijo.     

"Bukan, tinggal satu rumah, dia akan tinggal dengan mang Jupri dan istrinya. Dia sudah putuskan dan Nona mau tinggal tempat lain, dia tidak mau satu rumah," kata Dino lagi.     

"lah, bukannya katanya tadi mau satu rumah alasannya bibinya tidak apa tadi ya, gitu lah, aku rasa Nona takut juga itu, tapi dipaksa sama Bram sialan itu," ucap Ian yang sedikit kaget rencananya berubah.     

"Entahlah, aku tidak tahu sama sekali, nanti dibicarakan saja, sekarang kita harus mengelabui dia dulu, jangan sampai dia ke rumah kita dengan mengikuti kita," kata Dino.     

Semuanya menganggukkan kepalanya, selesai membayar, Ian membawa pesanannya dan langsung bergerak menuju rumah. sebelum itu dia mencari jalan yang berbelok-belok. Supir Bram heran kenapa dia berada di jalan belok terus keluar lagi dan itu seterusnya hingga supir Bram kehilangan mobil Dino.     

"Kita kehilangan dia pak, sepertinya dia tahu kita mengikuti dia, jadi dia membawa ke segala arah pak," jawab supir Bram kepada majikannya.     

"Sialan kalian, berani sekali aku di tipu, kenapa nona tidak mengangkat ponselku, ponselnya juga sibuk." Bram mencoba menghubungi Nona tapi nihil tidak ada jawaban sama sekali.     

"Jadi kita kemana pak?" tanya supir yang sudah keluar dari jalan tadi.     

"Pulang saja, aku sudah lelah," ucap Bram yang geram karena di tipu oleh Nona.     

Bram melihat ponselnya dan mencoba sekali lagi, jika Nona tidak jawab maka dia akan benar-benar menculik dan membuat perhitungan dengan Nona. Panggilan Bram sekali langsung di angkat oleh Nona.     

"Halo, Ram, ada apa?" tanya Nona dengan suara lembut.     

Suara Nona mampu membuat Bram melupakan misinya mau membuat perhitungan dengan Nona.     

"Aku kira kamu tidak mau angkat ponselnya, aku ingin pulang sama dan mengantarkanmu, aku tidak mau kamu di culik lagi. Aku takut Nona, kamu sudah pulang tapi tidak mengatakan padaku," ucap Bram kepada Nona.     

"Aku lupa maafkan aku ya," ucap Nona.     

"Sudah tidak apa, aku sudah pulang di jemput pamanku, ada apa ya?" tanya Nona.     

Nona harus bisa mengontrol emosinya, Dino yang sudah sampai menatap no2na yang menahan amarahnya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia sudah meminta Nona mundur saja tapi Nona tidak mau sama sekali, alhasil dia yang emosi sendiri.     

"Dino, itu Nona tidak serius kan mau tinggal satu rumah, kan belum muhrim?" tanya mang Jupri.     

"Nggak mang, dia mau beda rumah, tapi rumah itu rumah dia, ini biar cepat kita ambil itu jimat dan aku baru lihat kenapa Narsih ada di dapur? Apa dia masak?" tanya Dino.     

Semua orang melihatnya dan benar saja, dia berada di dapur. nona Yang selesai berbicara dengan Bram ikut bergabung dengan Dino. Dia melihat ke arah Narsih.     

"Aku sudah tahu di mana dia." Narsih mengatakan kalau dia sudah tahu di mana keberadaan suaminya itu.     

"Kan aku bilang apa, dia pasti tahu keberadaan yang mengambil jasad suaminya," ucap Toni lagi.     

"Kalau begitu ayo kita cari segera ya, siapa tahu kita bisa mencari keberadaan Joko dan segera memakamkannya," ucap mang Jupri kepada Dino dan lainnya.     

"Apa dukun itu yang ambil Narsih?" tanya mang Dadang kepada Narsih.     

Narsih menganggukkan kepalanya dan mulai bersedih. Dino yang melihat Narsih sedih sedikit heran kenapa dia bisa sedih bukannya sudah dapat di mana tempat tinggalnya.     

"Kenapa sedih? Apa sulit kita ke sana Narsih?" tanya mang Dadang kepada Narsih.     

"Dia bersama gurunya dan rumahnya sudah dibuat pagar yang aku tidak bisa masuk," jawab Narsih kepada mang Dadang.     

"Pagar gimana? Kalau hanya pagar tidak apa lah, kan bagus tuh pagar bisa lompat, kamu juga bisa terbang mbak manis, kenapa sedih?" tanya ian.     

"Pagar itu maksudnya penangkal agar dia tidak bisa masuk, mungkin orang bisa tapi Narsih nggak bisa. Sudah jangan takut, besok kami akan ke sana, kamu kasih tahu alamatnya di mana," kata mang Jupri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.