Dendam Winarsih

Kau Saja Yang Bawa



Kau Saja Yang Bawa

0Dino yang bergegas ke dalam rumah mbah dukun itu mencari ruang yang menyimpan jasad Joko, dia tidak melihat sama sekali jasad itu malah dia melihat mbah dukun itu tergeletak di meja kerja ritualnya. Dia juga tidak melihat anak buah yang tadi di warung.     

"Sial, kabur lagi itu dukun dan di mana keberadaan jasad itu." Dino mencari dari kamar satu ke kamar yang lain.     

Ian yang sudah berkeliling mencari tempat persembunyian dukun satunya tapi sayang, dukun dan anak buahnya kabur. Ian menunjuk ke arah jalan raya ke pada Mang Dadang.     

"Itu lihat, dia sudah ke sana, kabur dia tuh," ucap Ian kepada mang Jupri.     

"Sudah, kita jangan pikirkan dia lagi, ayo kita menyusul Dino di dalam dia pasti mencari jasad itu, ayo cepat!" teriak mang Jupri.     

Paijo, Toni dan mang Dadang ikut membantu dan tentu saja mereka tidak menemukan siapapun di sana. Dino mengacak rambutnya dia bingung mana jasad itu di simpan.     

"Ada kalian jumpa jasad itu?" tanya mang Jupri.     

Ian melihat ke arah belakang dan dukun itu tergeletak di dekat meja ritualnya, entah apa yang sudah terjadi, saat ini dia merasakan kalau ada yang aneh di atas kepalanya. Ian menoleh dan menjerit histeris karena ada kain kafan yang bergelantungan dan mirip permen yang dibungkus.     

"Aaaaaa! Apa itu mang!" teriak Ian dengan kencang.     

Mang dadang, mang Jupri juga Toni dan Dino melihat ke atas. Mereka saling tatap satu sama lain dan tentu itu membuat mereka saling beri kode satu sama lain.     

"Mang apa itu dia? Kalau iya ayo mang cepat mang turunkan, jangan saya ya," ucap Ian.     

"Kamu suruh siapa?' tanya mang Jupri.     

"Benar, mang sini ada dua," sambung mang Dadang.     

Ian menghela nafas panjang dan memandang ke arah keduanya dan memainkan mata ke arah keduanya dan ke arah atas. Dino mengambil bangku untuk naik. Paijo memegang bangku tapi tidak bisa sama sekali.     

"Saya colok mata kamu baru tahu, kamu tidak kasihan saya ini sudah terbongkok-bongkok. masih di suruh naik, terlalu sekali kamu ya," rutuk mang Jupri.     

"Mang, nggak bisa nih, kayaknya jauh sekali," ucap Dino yang terus menggapai tali atas.     

Dino ngap-ngap tapi tidak bisa juga jasad itu turun. Mang Dadang melihat sekeliling dan ada tangga di luar. Mang Dadang keluar dari rumah dan bergerak mengambil tangga. Toni ikut membantu mang Dadang mengambil tangga.     

"Mang, sini saya bawakan," ucap Toni kepada mang Dadang.     

"Sama-sama saja kita bawa ya," ucap mang Dadang.     

Tangga dibawa ke rumah dukun itu dan mulai di tegakkan, Dino turun dan berusaha naik ke atas tapi masih juga tidak sampai. Ian mendengus kesal, Dino tidak bisa menurunkan jasad Joko.     

"Masih belum dapat juga ya?" tanya Ian yang Dino kesusahan.     

"Ini kenapa tidak bisa, Paijo cepat kamu gantian naik, siapa tahu kamu bisa bawa turun," ucap Ian kepada Paijo.     

Paijo pun naik dan menggantikan posisi Dino. Dino dan Paijo jaraknya sedikit lebih tinggi. dengan sekali tarikkan saja jasad itu turun, namun belum turun rumah dukun itu bergerak dan roboh.     

"Eh! Mang roboh ini rumah aduh gawat lari cepat!" teriak Ian dengan kencang.     

Paijo yang berada di atas langsung ikut turun, semua lari keluar tapi Dino berhenti dan menarik Ian dan Paijo. Mang Dadang yang melihat Dino berhenti memicingkan matanya dia heran kenapa mereka berhenti.     

"Kenapa? Apa ada yang ketinggalan?" tanya mang Dadang kepada Dino.     

Dino melihat orang yang ikut dia tidak ada bawa apa-apa tapi apa yang kurang pikirnya. Dino menepuk jidadnya dan langsung menarik Ian untuk masuk ke dalam. Semua ikut masuk dan melihat jasad Joko tertinggal di dalam.     

"Bawa Ian, jasadnya," ucap mang Jupri.     

"Sa-saya? Ke-kenapa saya?" tanya Ian yang terbata-bata dan menjauh.     

Mang Dadang melihat ke arah Paijo dan Toni, keduanya saling buang muka dan tertunduk. Mang Dadang menghela nafas panjang karena mereka tidak mau membawa jasad itu sama sekali.     

Mang Dadang melihat Dino tapi Dino berdehem karena dia sedikit takut, karena melihat wajah aslinya walaupun tinggal tengkorak tapi tetap menyeramkan.     

"Kau saja yang bawa Ian, jangan aku, rasanya aku sangat sakit perut ini," ucap Dino yang memegang perutnya.     

Mang Jupri dan Mang Dadang yang melihat kelakuan keempatnya mendengus kesal. akhirnya Mang Dadang dan Mang Jupri yang membawanya. Keduanya menggotong jasad Joko.     

Brakkkk!     

Suara yang cukup keras terdengar dan itu berasal dari rumah dukun itu. Ian melihat ke arah mang Jupri. Mang Jupri tidak peduli dua terus berjalan dan sampai di mobil, mereka meletakkan di belakang.     

"Mbak manis Dino sudah selesai bertarung kah?" tanya Paijo.     

Dino menggidikkan bahunya, dia melihat sekeliling tidak ada sedikitpun tanda-tanda mbak Narsih bertarung dengan makhluk itu. paijo langsung melajukan mobil, dia langsung ke desa salak, dia mau segera mengantarkan jasad itu untuk di makamkan.     

Bughh!     

"Apa itu?" tanya Ian yang kaget karena mendengar suara yang cukup keras dari atas mobil.     

"Bisa rusak mobilmu Dino, kalau jatuhnya seperti itu," ucap Paijo.     

Ian yang menoleh ke arah belakang terlihat Narsih yang sudah duduk di sebelah jasad Joko. Ian menyikut tangan Dino dan memberikan kode dari matanya untuk melihat ke belakang.     

"Lihat itu, mbak manis sudah berada di belakang dan dia bermadu kasih, dasar hantu genit," cicit Ian yang melirik ke arah Narsih.     

Narsih yang tahu langsung menarik golok dan menancapkan golok itu ke kursi mobil Dino. Ian dan Dino yang kaget langsung mengindar ke depan. Toni dan mang Jupri juga ikut menyingkir.     

"Hei, goloknya kondisikan itu, jangan buat aku menghajar kalian ya, aku lempar baru tahu kau mbak manis!" teriak Ian yang kaget.     

"Mbak, kalau kami benaran tertancap bagaimana, jangan main itu ya, simpan saja. Mas Ian hanya bercanda saja," ucap Toni kepada Narsih.     

"Aku tidak bercanda, aku serius. kau jangan mesraan di sini, kasihan tuh para pejaka tua yang tak laku," cicit Ian yang melirik ke arah Mang Dadang.     

"Siapa yang pejaka tua? Aku juga pejaka, Mas Paijo, mas Dinosaurus juga dan yang tua itu cuma Mang Dadang kan," ucap Toni.     

Ian menahan tawanya, dia berdehem untuk menetralisir tawanya. Dino kesal karena namanya dikatakan Dinosaurus. Mang Dadang mendengus kesal karena apa yang dikatakan Toni benar-benar membuat dia kesal.     

"Mang, jangan marah ya, soalnya mas Ian yang bilang, saya menyebutkan siapa yang pejaka tua," ucap Toni.     

"Dia jangan kamu ikuti, dia itu rada mereng sedikit, jadi jangan ikuti dia, paham," ketus Mang Dadang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.