Dendam Winarsih

Salah Jalan Kita



Salah Jalan Kita

0Paijo hanya geleng kepala melihat kelakuan Ian dan tentu membuat dia geli karena hanya Ian yang bisa membuat Narsih mengamuk seperti itu.     

"Sudah jangan salah kan dia jika kepala kalian kena tebas dengan golok dia itu ya," ucap mang Dadang yang duduk di depan.     

Mang Dadang sampai terdorong ke depan karena Dino lompat ke depan sedangkan Ian duduk di tengah antara Ian dan mang Dadang. jangan tanyakan lagi, mang Jupri dan Toni malah lebih parah keduanya tersyuruk di bawah dan berdempetan.     

"Ian kampret, aku tetak leher kamu ya, seenaknya saja ganggu si Narsih. lihat lah Narsih ngamuk tuh," ketus mang Jupri kepada Ian. Ian hanya terkekeh dan mengejek ke arah Narsih.     

"Eh, tunggu deh, kenapa dari tadi kita muter-muter di sini ya?" tanya Paijo yang dari tadi tidak menemukan jalan menuju desa salak.     

"Biar betul kamu itu, kita salah jalan apa ini jalannya?" tanya Ian yang melihat kiri kanan tetap sama dan tidak ada yang berubah sama sekali.     

"Aku tidak lihat ada yang berubah, Paijo, kamu yakin salah jalan?" tanya Dino yang melihat sekeliling.     

"Iya, benar salah jalan, kalau tidak mana mungkin kan aku katakan pada kalian. makanya kalian jangan berisik tadi, jadi nggak fokuskan aku," ucap Paijo yang kesal.     

Mang Jupri juga melihat kalau jalan ke desa dia berbeda dengan jalan yang biasa dia lalui. Mang Dadang mengerutkan keningnya dan benar saja. Dia yang sering bawa mobil ambulan tahu pasti jalanan ke desa salak. Ini tidak seperti yang biasa dia lalui.     

"Dukun itu yang mengacaukan kalian, dia masih hidup dan sekarang kalian di kacaukan, kalian itu terlalu banyak bermain," ucap Narsih kepada kepada Dino dan yang lainnya.     

Dino dan yang lainnya diam, Ian tidak berkata apapun, dia hanya mau menghibur diri agar tidak takut. Jasad di belakang yang sudah lama meninggal ada di mobil dan anehnya masih ada kelihatan, walaupun hanya tengkorak.     

"Jadi, bagaimana Narsih, kita tidak bisa pulang ke desa salak kah?" tanya mang Jupri.     

"Lurus saja dan jangan belok lagi, kalian harus berdoa jadi dengan begitu kalian selamat. Aku mau selesaikan dia dulu. Kalian terus saja ya," ucap Narsih.     

"Baiklah, kamu hati-hati ya," ucap mang Jupri.     

Narsih menganggukkan kepalanya dia langsung pergi. Mang Dadang mulai berdoa diikuti yang lain. Paijo mulai mengucapkan bismilah dan melaju ke arah yang Narsih katakan.     

Narsih yang melihat rumah dukun itu tersenyum kecil dia masuk ke rumah itu dan melihat dukun itu duduk dan membaca mantra dan menyan tercium cukup pekat di hidung. Dupa juga terpasang di meja kerja dukun itu.     

"Jangan ganggu mereka, jika tidak ingin aku habisi kamu, pergi dan jangan tambah dosa, pergi sebelum aku menghabisimu," ucap Narsih dengan suara dingin.     

Dukun yang mendengar apa yang dikatakan oleh Narsih tertawa kencang. Dia yang buta melihat ke arah depan tepat. Narsih ikut memandang dukun itu, dia tidak suka di ganggu oleh orang yang tidak ada kaitannya dengan dia.     

"Pergi, atau aku bunuh!" teriak Narsih.     

Dukun itu melempar menyan dan membaca mantra ke arah Narsih. Narsih teriak karena di lempar menyan dan dia juga dibacakan mantra.     

"Aaaaa! panas! Sudah cukup jangan lagi lepaskan aku akhhhhh!" teriak Narsih.     

"Itu untuk jasad yang kalian ambil, kalian akan rasakan nanti, aku akan buat kalian mengembalikannya, tunggu saja," ucap si mbah dukunnya.     

"Lepaskan, sudah cukup! Hahahahha! Dasar dukun bodoh! Hahahahah! Mati saja kau!" teriak Narsih.     

Mbah dukun yang mendengar tawa Narsih mulai takut, Narsih sudah memegang goloknya, dia bersiap untuk melakukan pekerjaannya apa lagi menebas dukun di depannya.     

"Pergi! Jangan dekati aku, pergi sana, jangan dekati aku! Sial kau! Akhhhh!" teriak dukun itu.     

Selesai, mbah dukun itu tewas begitu saja dengan kepala putus dari lehernya. Narsih puas karena dia bisa membuat dukun itu lenyap. Narsih pergi meninggalkan rumah dukun itu, dia juga sengaja menyenggol goloknya ke lampu minyak tanah dan seketika lampu itu langsung jatuh dan apinya membakar rumah dukun itu.     

"Mbah, gila sekali ya, guru mbah aja kalah, apa lagi mbah, kita harus bagaimana?" tanya anak buah dukun itu yang melihat guru sang dukun itu meninggal dan mereka melihat rumah dukun itu terbakar.     

Dukun itu mengepalkan tangannya, dia sudah tidak tahu bagaimana menghadapai hantu itu, semua dukun sudah meninggal di tangan dia, sekarang gurunya yang tidak ada duanya sekarang harus meninggal juga.     

"Jangan dulu dekati dia, kita harus jauhi dulu, kita tidak bisa mendekati dia, kita harus cari cara, saya yakin kita bisa menghadapi dia suatu saat. Aku akan betapa dulu, aku akan minta dari roh yang pernah guruku lakukan." Dukun itu berniat untuk bertapa untuk memperdalam ilmu dan menghabisi Narsih.     

Di mobil Paijo bisa juga melewatkan cobaan, dia tidak lagi salah jalan lagi. Dia langsung menuju ke jalan desa salak. Semua akhirnya lega karena bisa di jalan yang benar.     

"Paijo, kita tuker saja, biar mang Dadang bawa, kamu lelah itu, kita tuker tempat saja ya, kita berhenti di warung itu saja, sekalian kita istirahat dulu," ucap mang Dadang.     

"Baiklah, kalau begitu kita harus istirahat dulu bagaimana mang eihh, itu kenapa si mamang dan Dino?" tanya Paijo yang melirik ke arah belakang.     

Mang Dadang melihat ke arah belakang dan dia terkejut melihat Ian dan Toni tidur dengan tidak sopan. Kaki mereka sudah ke arah mang Jupri dan Dino. Kedua orang itu kesal kelakuan keduanya.     

"Aku pikir hanya Ian saja yang konyol dan nyebelin, tapi lihatlah, ada satu orang lagi," kekeh mang Dadang.     

Dino dan mang Jupri hanya mendengus kesal, Narsih yang duduk dibelakang juga kena, kaki Ian mengenai wajahnya.     

"Bisa minggirkan kaki dia tidak, aku akan menebas kakinya jika tidak disingkirin," rutuk Narsih.     

Tanpa di sangka Ian menendang wajah Narsih hingga jatuh ke bawah begitu juga dengan Toni yang bertubi-tubi menendang Narsih. Narsih hantu yang tidak ada harga dirinya sama sekali.     

"Sudah cukup mang, kita bangunkan saja dia, kita sudah sampai di warung tuh Narsih jangan keluar nanti mereka takut." Paijo menghentikan mobil dan melihat warung masih rame.     

"Aku kenapa curiga ini warung ya?" tanya Dino.     

Narsih melihatnya, dia menatap tajam warung itu. "Pergi saja, itu arwah semua, kalian akan sulit ke pergi jika sudah di sana," ucapnya lagi.     

Paijo yang kaget langsung tancap gas alhasil semua orang yang di mobil terjerembab termasuk Narsih yang terlempar ke depan. Ian yang kaget mengumpat karena terlempar dan berhimpitan dengan Narsih.     

"Maaf sengaja," kekeh Paijo.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.