Dendam Winarsih

Banyak Hantu



Banyak Hantu

0Paijo terkekeh karena kelakuan dia yang membuat penumpang harus jatuh dan yang lebih parahnya Ian dan Narsih yang harus terjerembab. Mang Dadang mengusap keningnya, dia merasa pusing karena terhantuk dasbor mobil. Apa lagi mang Jupri, Dino dan Toni yang terperosok ke bawah.     

"Kau kenapa main Gas saja, lihat kami juga bisa tidak? Mbak, kenapa kamu jatuh juga, ihh sengaja kan biar dekat dengan si Paijo kupret ini?" tanya Ian yang berusaha bangun.     

Narsih tidak menjawabnya dia langsung pergi karena dia ingin duduk di belakang bersama jasad Joko. Ian duduk dan memijit tangannya karena sakit akibat jatuh tadi.     

"Kita kenapa tidak sampai juga, kenapa bisa lama ya, biasanya tidak ya, apa kita salah jalan lagi?" tanya Ian yang melihat sekeliling.     

"Tidak, ini tempatnya dan Narsih sudah kasih tahu, tadi mau singgah dan berganti tempat tapi, kata mbak manis Dino di tempat tadi banyak hantu, ya sudah aku cabut lah, dari pada kita dapat masalah kan nggak lucu," ucap Paijo.     

"Apa di sini angker ya mas? Duh, serem ya, kalau gitu saya tidak ikut," cicit Toni yang merapat ke arah mang Jupri.     

"Yang ngajak kamu tadi siapa? Tidak ada kan, jadi lebih baik diam saja, kamu ini terlalu sekali, aku lempar baru tahu kamu," ketus Ian     

"Aku cuma mau partisipasi dan mau merasakan ketegangan mas Ian, jadi biasa lah mas ingin tahu seperti apa," ucap Toni kepada Ian.     

Citttt!     

Mobil berhenti seketika, Ian lagi-lagi tercampak dan tentu membuat dia mengumpat lagi. Semua terdiam karena tidak ada yang berani ngomong. Ian melihat ke arah depan dan ada sosok yang hangus terbakar di depan mereka.     

"I-itu siapa?" tanya Ian yang terbata-bata.     

"Aku tidak tahu, sepertinya itu orang yang tidak kita kenal," jawab Paijo.     

"Kita kenalan saja mas Paijo," sambung Toni.     

"Kamu dulu yang kenalan nanti aku ikut dari belakang, bagaimana? Kamu mau tidak?" tanya Paijo.     

Toni geleng kepala dan menutup mulutnya melihat salah satu anggota tubuhnya jatuh dan itu adalah matanya. Dia tidak ingin melihatnya, sudah cukup dia melihat yang aneh tidak lagi.     

"Itu bukannya orang yang tadi, eh maksudnya dukun tadi bukan? Bukannya dia sudah tidak bernyawa dan kenapa dia ada di sini, duh aku kok merinding ya," cicit Ian yang menggosokkan tengkuknya.     

"Apa dia mau balas dendam mang?" tanya Dino pada mang Dadang.     

"Saya rasa iya," jawab mang Jupri.     

"Kalau begitu, tadi Narsih membakar dia di rumahnya dan sekarang dia menuntut balas ke kita, bukannya Narsih yang bakar dia bukan kita, duh mana mbak Narsih tidak ada lagi di sini." Ian menggigil karena melihat hantu dukun itu mengikuti mereka.     

"Mang Jupri, apa kita masih jauh dari desa salak?" tanya Dino.     

"Kalau dari jalan sini, kita tidak jauh lagi lurus belok dan lurus lagi terus belok kanan dan lurus lagi terus ...." mang Jupri tidak melanjutkan lagi karena Ian memotong pembicaraan mang Jupri.     

"Mang kenapa banyak terusnya dan beloknya, katanya tidak lama lagi kenapa banyak kali, sebenarnya jauh apa nggak?" tanya Ian lagi.     

Mang Jupri hanya menghela nafas, Ian selalu ingin cepat. "Kalau mau cepat terbang sana sama Narsih, gitu saja ribet sekali kamu, aku tidak menyangka kalau kita akan lambat, dadang, itu gimana ya?" tanya mang Jupri.     

"Baiklah, kita harus bisa tenang dan ...." Mang Dadang belum selesai ngomong suara yang dentuman cukup keras terdengar.     

Brakkkk!     

Mang Dadang dan yang lainnya kaget karena melihat mereka ada yang berada di kaca depan mereka dan membuat Ian menjerit dan pingsan, bukan hanya Ian yang pingsan tapu juga Paijo dan Toni.     

"Ian, duh kalian di saat seperti ini jangan pingsan lah, aku mohon padamu, Paijo, Toni bangun jangan pingsan dulu ya, bangun," ucap Dino yang menepuk pipi ketiganya.     

"Lihat dia sepertinya balas dendam dengan kita, gimana ini Dadang?" tanya mang Jupri kepada mang Dadang.     

"Aku tidak tahu karena ini bukan yang aku pikirkan, aku hanya ingin mencari ide tapi mampet, pindahkan Paijo ke belakang, aku akan menabrak dia, kalian mundurlah, cepat mundur sana," ucap mang Dadang.     

"Mang tunggu bentar, aku akan bawa dia ke belakang, mang oper dari depan." Dino menggeser Ian yang pingsan dan di dekatkan dengan Toni. Mang Dadang menarik ke belakang dan membuat kedua kesulitan.     

Gubrakkk!     

Suara hentaman begitu keras dan membuat semua memandang ke arah atas dan tiba-tiba sosok dukun itu di seret ke atas. Semua saling pandang dan menelan salivanya. dia Tidak tahu harus apa saat ini.     

"Aku rasa kita tidak boleh mundur. Eh, maksud aku kita harus maju, mang kaki Paijo nyangkut, cepat mang, kita cabut," ucap Dino yang ngap menarik tubuh sahabatnya ini.     

Setelah pindah, mang Jupri pindah ke depan. suara hempasan terdengar dan membuat Dino kesal, mobilnya pasti rusak bagian atasnya.     

"Narsih kalau mau bertarung jangan di atas mobilku bisa tidak kau cari tempat lain hahhh!" teriak Dino yang kesal karena mereka berantem di atas mobil Dino.     

"Kita jalan saja, sepertinya Narsih tahu kamu marah," cicit mang Dadang.     

Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, mang Dadang tidak mau menunggu lama dia takut kalau ada lagi tapi begitu belokkan sosok dukun tadi jatuh di depan mobil Dino yang menyebabkan mang Dadang ngerem mendadak.     

Citttt!     

"Akhhhh!" teriak Dino dan kedua mamang.     

Narsih langsung menarik sosok itu dan membelah jadi dua, semuanya berhamburan dan mengenai mobil Dino. Ketiganya yang pingsan sadar dan melihat itu langsung jatuh pingsan lagi.     

"Habis mobilku kalian buat kotor, dasar sial kalian semua, aku kutuk kalian semua," geram Dino yang kesal karena mobilnya banyak bekas darah dan segala macam isi perut.     

"Kita cuci di sana saja, mang bantu ya, sabar ya kalian semua, jangan buat kekacauan ok," ucap mang Jupri menyemangati Dino.     

Dino hanya menghela nafas panjang, dia tidak tahu harus apa, dua jam lebih akhirnya mereka sampai dan hari sudah terang. Mang Jupri yang sudah menghubungi kepala Desa untuk datang ke rumahnya. Sampai di rumah, warga sudah berkumpul dan kaget karena mobil dalam keadaan mengerikan.     

"Maafkan kami, kami telat sampai di sini, kami tidak bisa mengelak hal yang tidak diinginkan, itu di belakanh jasadnya, segera di kubur di dekat rumahnya atau cari di tempat aman, kami serahkan ini." mang Jupri membuka pintu belakang dan menyerahkan jasad joko.     

Pihak keluarga Joko menangis dan segera membawa jasad Joko pergi pihak warga membawa Ian, Paijo dan Toni masuk. Beberapa yang membantu membersihkan bekas darah dan sebagainya yang menempel di kaca depan mobil Dino.     

"Terima kasih bapak-bapak, maaf merepotkan," ucap Dino yang tidak enak mobilnya dibersihkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.