Dendam Winarsih

Pemakaman Joko



Pemakaman Joko

0Dino dan kedua sahabatnya juga mang Jupri dan mang Dadang duduk di rumah mang Jupri, mereka tidak menyangka jika mereka sanggup mengembalikan jasad Joko ke keluarganya.     

"Aku tidak enak dengan warga sini, mereka membersihkan mobilku dan kita tidak membantunya," ucap Dino.     

"Aku rasa warga desa salak ini tidak sombong dan mereka juga sangat baik lihat lah mang Dadang dan mang Jupri baikkan?" tanya Ian dengan tawa geli.     

"Kalau kami tidak baik kami akan tidur dan pakai sarung," celetuk mang Dadang dengan senyuman.     

Ian menepuk pundak mang Dadang hingga mang Dadang terjengkang. Gubrakkk! Mang Dadang merintih kesakitan karena punggungnya harus mencium lantai. Ian menutup mulutnya dan tersenyum geli. Mang Jupri membantu mang Dadang bangun perlahan.     

"Maaf mang, habisnya gemes lihat si mamang, oh ya kapan kita ke pemakaman Joko?" tanya Paijo.     

"Dia dibawa ke desa sebelah. Di sana dia akan di makamkan, orang tuanya di makamkan di sana dan tentu dia juga di sana. Dulu mau dibawa ke sana, tapi karena mereka cinta sampai mati katanya, jadi dia di makam di sisi Narsih." mang Jupri mengingat kejadian itu.     

"Iya, saya masih muda itu dan tentu saat itu saya membawa dia ke sini, saya juga di ganggu, tapi tidak yang gimana-mana lah, saya dan rekan saya dua orang itu ketakutan." Mang Dadang mengingat masa lalu yang menjadi pengalaman dia.     

"Kita juga sedih karena mereka kejam dan tentu mereka semua harus membayarnya, jika pun mereka harus masuk penjara itu sudah jadi ketentuannya dan jika dia meninggal di tangan Narsih ya, kita harus terima karena sudah takdir mereka semua," ucap Dino.     

"Ya, takdir tidak bisa kita ubah, nasib yang bisa kita ubah. Jadi jika masa lalu kita berbuat baik masa depan kita akan baik. Kalau kita tidak merasakan masa depan mungkin amal ibadah yang bisa meringankan dosa kita jika pun tidak anak cucu kita yang merasakan kebaikan kita," ucap mang Jupri.     

"Mang Jupri mah terbaik, aku sayang mamang," ucap Ian yang memeluk mang Jupri.     

Mereka istirahat di rumah mang Jupri dan tidur sambil menunggu pulang kembali ke kota. keluarga Joko menangis karena harus memakamkan Joko kembali. Hanya ada kakak dan abang Joko saja yang ada. mereka tidak menyangka jika jasad adiknya di ambil oleh orang yang mau mencoba ilmu.     

Di kantor Nona kedatangan Bram, Bram ingin mengajak Nona untuk makan bersama, Nona tidak bisa menolak dia ikut dan berharap dia bisa membuat Bram benar-benar percaya padanya. Dia tidak mau Bram tidak mempercainya.     

"Nona, kenapa kamu berubah pikiran untuk tidak mau serumah denganku? Bibi dan pamanmu itu bisa kok ikut dengan kita, kalau nggak kita menikah saja bagaimana?" tanya Bram.     

Jedarrrrr!     

Nona tidak menyangka jika Bram mengatakan itu, dia tidak mungkin mengatakan iya, dia pasti makin sulit, karena mana mungkin dia ikhlas suaminya mau dibunuh dan lagian dia juga pembunuh yang sadis.     

"Nggak mau ya? Aku tahu kehidupan masa laluku yang kamu tidak suka bukan?" tanya Bram.     

Nona geleng kepala, dia menggenggam tangan Bram. "bukan, aku masih belum mengenalmu, kita banyak waktu, jika jodoh kita akan bisa bersama." Nona mengambil jalan tengah agar tidak ada yang tersinggung.     

Bram menganggukkan kepalanya, dia memang terburu-buru dan kesannya dia tidak bisa memahami Nona. Bram tersenyum dan melanjutkan makannya. Dari kejauhan Deki melihat Bram yang bersama dengan wanita yang mirip Narsih.     

"Dia masih bersama wanita itu, dia belum bisa melupakan wanita itu. Karena dia aku jadi di kejar oleh Narsih sialan itu. Aku begitu bodoh mengikuti dia dulu, jika aku menolak maka aku tidak dikejar hantu itu, sekarang dia bersama wanita itu, sial! Dia sudah melupakan sahabatnya dan memilih wanita itu. aku akan balas Bram!" geram Deki pada Bram.     

Drt ... drt ...     

"Halo, bisa aku akan ke sana, tunggu aku," jawab Deki.     

Deki pergi meninggalkan Bram yang sedang makan bersama dengan Nona, dia akan pergi jumpai seseorang. Bram senang karena bisa menghabiskan waktu bersama Nona. Nona mengikuti alur saja, dia tidak mau menjauhi Bram karena mbak Narsih.     

Dino dan rombongan sudah bersiap ingin kembali, warga datang ke rumah mang Jupri untuk bertemu mereka semua. Warga ingin mengucapkan terima kasih kepada mang Jupri dan yang lainnya.     

"Kami mau ucapkan terima kasih atas jasa yang telah kalian semua lakukan pada kami semoga kalian diberika kesehatan dan perlindungan dari Allah swt ya, kami hanya bisa kasih ini untuk kalian. Bekal kalian semua untuk di jalan, mang Jupri tidak kembali ke sini lagi kah?" tanya pak Kades.     

"Saya ada urusan dengan mereka nanti saya akan kembali. Rumah dan penginapan ini akan di jaga sama si Maman, dia akan membersihkan tempat ini. benarkan Maman?" tanya mang Jupri.     

"Iya pak Kades, saya akan jaga rumah mang Jupri, sampai mang Jupri kembali." Maman senang bisa tinggal di rumah mang Jupri, dia tidak ada tempat tinggal yang tetap, jadi dia di ajak oleh mang Jupri.     

"Ya sudah, semoga urusan mang Jupri dan yang lainnya lancar dan tanpa hambatan ya, ucap pak Kades kepada mang Jupri.     

Dino dan lainnya langsung masuk ke mobil dan berangkat. Mereka tidak mau terlalu lama di desa salak, bukan karena tidak suka, mereka mengkhawatirkan keadaan Nona dan bibi Sumi sendirian di rumah.     

"Gimana ya kabar Nona dan bibi Sumi sekarang. Aku tidak sanggup untuk menghadapi mereka, aku takut mereka kenapa-napa. Dan Nona juga apa dia bersama Bram atau tidak ya," ujar Dino kepada mang Dadang.     

Dino membawa mobilnya, sedangkan Paijo duduk di belakang bersama dengan Ian, mang Jupri dan Toni. Ian menepuk pelan pundak Dino dan tersenyum kecil, dia tahu kalau sesungguhnya Dino mencemaskan Nona.     

"Dia akan aman, kamu tenang saja ya, aku yakin dia tidak akan mengikuti apa kata Bram dan Bram tidak mungkin mencelakai Nona. Kamu tahu kan dia begitu mengincar Nona hingga dia harus mengorbankan anak buahnya demi mengikuti kita kamu paham kan." ucap Ian kepada Dino.     

"Iya, Nona pasti bisa jaga diri. kalau setakat bertemu dan ngobrol itu wajar demi jimat itu. Dan aku harap tidak ada hal yang aneh lagi. Asal, kita tidak bertemu dukun itu ya, paling tidak gurunya sudah meninggal walau pun dia belum sama sekali, yang penting untuk saat ini kita aman," ucap Paijo.     

"Semoga dia tidak berulah lagi. Dan untuk teman Bram yang sakit itu bagaimana ya kabarnya, apa dia masih koma apa sudah sadar lagi?" tanya Mang Dadang.     

"Kita tanya saya, kalau sudah baru ambil jimatnya, jika tidak bisa ya kita tunggu malaikat maut jemput dia," ucap Ian lagi     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.