Dendam Winarsih

Nona Pindah



Nona Pindah

0Hari ini Bram mengajak Nona untuk melihat rumah yang akan Nona tinggalin nanti. Nona pun pergi bersama Bram untuk melihat rumah yang Bram katakan, Nona melihat rumah yang besar dan mewah. Nona sempat sungkan karena mendapatkan rumah sebesar ini.     

"Bram, ini berlebihan, karena aku tidak mungkin tinggal di sini. Ini mewah sekali Bram, lebih baik aku tinggal di tempat lain saja ya," ucap Nona yang sungkan melihat rumah yang Bram minta dia kasih.     

"Tidak apa, aku akan sedih jika kamu tidak mau menerimanya, aku akan senang kamu di sini. Ada pengawal juga di sini, jadi kamu aman dari hal apapun," ucap Bram dengan senyum manisnya.     

Bram menatap ke arah Nona yang memasang wajah memelas. Bram tahu kalau Nona tidak seperti wanita lainnya, dia pasti tidak akan mau menerima apapun. Nona menatap ke arah Bram, akting yang akan dibuat untuk meluluhkan Bram dan berhasil.     

"Itu jimatnya, aku harus bisa mendapatkan itu, harus! Jika tidak aku akan makin lama ketenangan mbak Narsih." gumam Nona dalam hatinya.     

Bram dan Nona pun tidak lagi membahas, Nona mau tidak mau ikut saja, setelah bujukkan Bram. Nona kembali ke kantor dan dia bertemu dengan Dino dan sahabat lainnya.     

"Kok lama? Apa kamu makan dulu atau beli perabotan?" tanya Ian.     

"Sudah ada semua, kalau makan juga sudah, tapi aku tidak selera. Dino kamu makan apa minta lah," ucap Nona yang mengambil makanan di sendok Dino yang mau dia suapi ke mulutnya.     

Nona sebenarnya tidak mau pindah tapi dia bisa apa mungkin dengan pindah dia bisa mengambil jimat itu. Dino hanya menatap Nona yang makan nasi yang dia makan. Ian dan Paijo juga Toni hanya menatap keduanya.     

"Jika tidak mau terlambat, silahkan katakan, jangan sampai kalian menyesal di kemudian hari, ingat yang sudah jauh rindunya makin dalam dari pada dekat," ucap Ian yang melirik keduanya.     

Dino tidak mengatakan apapun, dia hanya diam saja dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun mau membantah juga buat apa pikirnya, toh dia akan salah juga, karena benar kata Ian.     

"Kata nenekku, jika ingin menjadi satu maka yang satu harus katakan apa kata hati, jangan sampai nanti kalian menyesal. Benar kata mas Ian, jangan nanti setelah tidak bertemu akan ada penyesalan," ucap Toni yang memandang ke arah Nona dan Dino.     

Tapi kalau kita saling membutuhkan ya harus percaya, kamu percaya kan pada Nona?" tanya Paijo kepada Dino.     

Dino menganggukkan kepala kepada Paijo. Mereka tersenyum karena Dino bisa menerima kenyataan kalau Nona pindah juga karena ingin mengambil jimat itu.     

Gubrakkk!     

Ian yang sedang makan kaget karena mendengar suara dari tempat yang sama. Dua kali sosok itu keluar dari sana tapi apa ini akan ada sosok lain pikirnya.     

"Kau kenapa?" tanya Paijo yang menatap Ian yang gugup.     

"Tidak dengar ya? Itu suaranya sangat menakutkan, kalian tidak dengar?" tanya Ian.     

Paijo geleng kepala begitu juga dengan yang lain. Dino memicingkan matanya dan mencari suara yang Ian dengar tadi. Toni merapatkan dirinya di dekat Paijo, dia juga mencari suara yang Ian dengar.     

"Kamu mungkin lelah kali Ian, kamu kan akhir-akhir ini sering bertemu makhluk yang tidak kasat mata dan sering pingsan juga kan?" tanya Nona.     

"Tapi, kami juga sering dengar, jadi mana mungkin hanya aku saja yang lelah, mereka juga lelah kan, benarkan?" tanya Ian kepada yang lain.     

"Aku setuju dengan Ian, kami sering bersama, tapi kenapa hanya dia saja yang dengar? Kau yakin mendengar sesuatu Ian?' tanya Dino yang penasaran.     

Ian menganggukkan kepala dan tentu membuat dia takut, karena hanya dia yang mendengarnya. Ian menelan salivanya dan menyekat keringatnya.     

"Ayo kita lihat, siapa tahu ada yang kita jumpai, jangan ada yang mendekat termasuk kamu Nona," ucap Dino.     

Dino meletakkan sendok dan bergerak dengan pelan ke tempar yang Ian dengar. Ian dan Paijo ikut dari belakang, mereka tidak dengar sama sekali, tapi kenapa hanya Ian yang dengar pikirnya.     

"Dino awas kamu, kamu tidak boleh terlalu dalam takutnya dia muncul begitu saja dari dalam arsip itu," ucap Ian yang melarang Dino untuk tidak terlalu dekat.     

Dino mengangguk pelan dan berjalan ke arah arsip, hari memang sudah sore dan masih sedikit ada cahaya, tapi karena ruangan itu tertutup semua hanya cahaya lampu saja membuat ruangan itu gelap baik siang atau malam.     

Ceklek!     

Pintu terbuka dan tidak ada apapun. Dino menyalakan lampu dan melihat ke dalam dan tidak ada siapapun di sana. Dino berbalik dan menatap temannya yang memandang dia dengan tatapan aneh. Mata mereka memberikan kode ke arah belakang. Terlihat Nona dan Toni sudah pucat.     

Dino merasakan kuduknya meremang dan hembusan nafas juga terasa oleh Dino dan dia merinding.     

"Dino, aku sudah bilang kan, jangan lupa kan itu, jika aku mendengarnya mana mungkin kalian tidak dan lihatlah di belakangmu ada dia lagi. Tapi kali ini benar-benar membuat aku merinding dan tidak bisa berkata apapun," ucap Ian yang memandang ke arah Dino.     

"Maju saja perlahan Dino, jangan lihat kebelakang? Jika tidak maka kau akan pingsan. Ini mengerikan sekali," ucap Paijo yang melirik ke arah Dino dan ke belakang.     

Keduanya melihat sosok yang kali ini tidak bisa mereka katakan, takut jelas tapi kali ini mereka bingung ini kiriman siapa lagi pikir mereka.     

"Baik, aku akan maju, aku harap dia tidak mengikutiku, aku harap itu, karena jika tidak aku yang akan pingsan menggantikan mereka," ucap Dino kepada kedua sahabatnya.     

Paijo dan Ian menganggukkan kepala dan berjalan pelan ke arah Paijo dan Ian. Dino berdoa dalam hati, dia tidak tahu harus apa saat ini, dia benar-benar takut dan gugup itu yang dia rasakan.     

"Perlahan Dino, jangan cepat-cepat yang ada kamu akan ditarik dia," ucap Ian kepada Dino yang tentu dengan suara pelan.     

Ian menelan salivanya melihat sosok itu mengikuti Dino. Ian mengusap keringatnya perlahan, dia merasakan jika ini benar-benar mengerikan menakutkan. Dino melangkahkan kakinya perlahan tapi itu hanya selangkah saja, setelah itu, Dino lari meninggalkan keduanya.     

"Lariii!" teriak Dino.     

Paijo dan Ian yang melihat Dino lari dan menyisakan mereka bertiga dan tentu Ian dan Paijo mengutuk kelakuan Dinosaurus itu, dia benar-benar ingin menghajar Dino dengan melempar dia ke sosok ini.     

"Jadi, begini ya, aku tidak tahu kamu datang dari mana dan kenapa bisa ke sini, tapi aku mohon padamu, jangan menakuti kami, kami sudah lelah di datangi kalian, aku mau sosok yang cantik dan itu manusia pastinya." Ian mengatakan apa yang dia rasakan sebagai rasa takut bercampur ngeri.     

"Dia benar sekali jadi silahkan pergi ya, kasih tahu yang mengirimmu, kalau kamu salah orang ok cocok kan," ucap Paijo yang menimpali apa yang Ian katakan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.