Dendam Winarsih

Dia Siapa Mbak



Dia Siapa Mbak

0Ian dan Paijo tidak bisa berkutik, dia hanya bisa diam terpaku. Sosok itu memandang ke arah ke duanya dan tentu membuat keduanya menggigil.     

"Apa kita akan bertemu di surga Paijo?" tanya Ian dengan wajah pias.     

"Tidak tahu aku, aku hanya berharap tidak bertemu denganmu di mana pun kamu berada," ucap Paijo kepada Ian.     

"Baiklah, kalau begitu hitungan tiga kita mundur, kamu jangan tinggalkan aku sendiri ok," ucap Ian dengan suara pelan sambil melirik ke arah sosok yang di depannya.     

Ian mundur ke belakang dan menelan salivanya, dia tidak tahu harus apa saat ini. mungkin saat ini dia harus berdoa dan meminta pertolongan dari Tuhan agar dia bebas dari sosok ini.     

"Tiga!" teriak Paijo dengan kencang.     

Paijo sudah lari tapi Ian masih termenung dan tentu membuat dia menatap nanar si sosok itu. Sudah cukup dia berdiam diri dan pingsan kali ini dia harus kuat dan tidak pingsan. Tanpa Ian duga Narsih muncul di depan Ian dan tentu senjata andalannya tersaji di depan mata.     

"Mbak manis kenapa lama datang, lihat dia menakuti aku, aku tidak tahu harus apa saat ini, aku juga tidak tahu dia siapa Mbak, mbak hadapi saja ya sana, aku akan mundur perlahan, bacok aja kepalanya sampai putus," ucap Ian yang aman karena Narsih di depannya.     

Narsih hanya diam dia terus memandang wajah yang menyeramkan itu. Ian berlari ke arah Dino dan yang lainnya. Dia memegang dadanya yang sesak karena harus lari.     

"Kalian tidak setia kawan aku sudah sesak nafas kalian malah meninggalkan aku dasar kalian ini tidak punya peperasaan sama sekali." rutuk Ian yang kesal karena ditinggal oleh Dino dan Paijo.     

"Sudah jangan berisik, kita lihat apa yang akan terjadi aku rasa kali ini sosok itu yang akan musnah seperti waktu itu," ucap Paijo.     

Tapi tanpa di duga kepala Narsih lepas dan jatuh begitu saja di depan mereka. Nona yang melihatnya pingsan dan jatuh di pelukkan Dino. Dino langsung menangkap Nona dan membawa Nona sedikit menjauh.     

"It-itu tidak salah kah? Kenapa Narsih bisa kalah? Apa yang terjadi kepada mbak manis Dino?" tanya Ian yang terbata-bata.     

"Itu kepalanya menyatu lagi, lihat lah itu." tunjuk Paijo ke arah kepala Narsih yang kembali bersatu dengan lehernya.     

Ian menelan salivanya, dia memegang lehernya yang ngilu melihat leher Narsih yang menyatu lagi. Paijo dan Toni mundur kebelakang, dia tidak mungkin maju karena bisa bahaya.     

"Mas, ini dukun mana lagi mas?" tanya Toni yang berbisik di telinga Paijo.     

"Saya tidak tahu, karena setahu saya, ini pasti dukun yang teman Bram kunjungi mungkin saja, tapi bisa saja ini dukun yang sama kamu tahu kan anak buah yang gurunya meninggal itu?" tanya Paijo kepada Toni.     

"Oh, yang waktu itu mas, duh! Dia kenapa tidak mau menyerah ya mas, apa dia tidak takut kalau Mbak Narsih akan membunuh dia ya," ucap Toni.     

Paijo mengidikkan bahunya, dia saja tidak tahu sama sekali, karena menurut dia itu yang dia nggak habis pikir kenapa dukun itu bersikeras dengan sosok Narsih.     

"Aku harap dia bisa mendapatkan karmanya, dan kita bisa bebas dari mereka," ucap Paijo.     

Narsih dan sosok yang menyeramkan itu saling mencabik tanpa henti dan tentu membuat Paijo dan yang lainnya ketakutan.     

Brakk!     

Pranggg!     

Semua hancur dibuat keduanya. Dino mengangga melihat apa yang kekacauan yang terjadi. Dia meringis karena kantornya hancur. paijo dan Ian menghela nafas panjang karena kantornya benar-benar hancur.     

"Tidak bisakah mereka mencari tempar lain ya, aku tidak bisa berkata apapun jika manajer datang bagaimana ini," ringis Ian yang tidak bisa berkata apapun.     

"Kita bilang saja ada gempa, dengan begitu kita aman dan tidak terlalu dimarahin oleh manajer," ucap Paijo yang sudah tidak bisa berbuat apapun.     

Narsih membawa sosok itu pergi entah kemana dan meninggalkan kekacaua yang di tinggalkan. Paijo dan Ian saling pandang satu sama lain. Ian menundukkan kepala dan mengatur nafas agar tidak marah dengan sosok itu.     

"Apa yang akan kita lakukan Dino?" tanya Paijo.     

"Entahlah, saya tidak tahu, mungkin saja kita tidak harus mencari tahu siapa yang mengirimkan sosok ini lagi," ucap Dino.     

Dino masih memegang tubuh Nona yang pingsan tidak berdaya sama sekali. Nona sudah sadar tapi masih lemas dan ketakutan. Dino menenangkan Nona agar tidak shock.     

"Kamu aman saja Nona, ayo minum dulu, setelah ini kita pulang saja, sudah mau pulang juga, tapi sebelum kita pulang kita bersih kan dulu kekacauan ini," ucap Dino kepada Nona.     

Nona pun menuruti apa yang dikatakan oleh Dino. Nona minum air perlahan dan memperhatikan Ian, Paijo dan Toni membereskan kekacauan akibat dua sosok itu.     

"Dia sudah saya bereskan, saya harap kalian tidak takut lagi. Dia kiriman dari dukun lain, saya sudah membereskannya," ucap Narsih yang muncul di depan mereka.     

"Apa mbak narsih tahu siapa?" tanya Nona yang memandang Narsih yang membawa kepala tadi.     

Selesai membereskan kekacauan, Dino menghampiri Narsih dan Nona yang sedang berbincang. Ian dan Paijo juga Toni ikut bergabung.     

"Siapa dia mbak?" tanya Ian kepada Narsih.     

"Mbak Narsih bilang, itu dukun lain dan mbak Narsih sudah menyelesaikan semuanya. Jadi kita tidak perlu khawatir lagi. Mungkin ini ada kaitannya dengan Bram atau temannya," ucap Nona kepada sahabatnya.     

"Saya mikir gitu juga, mungkin ini tidak mau berhenti mencari dukun untuk memusnahkan mbak Narsih, dia takut jika mbak Narsih membunuhnya, makanya dia mencari ke sana ke mari dukun yang bisa membuat dia lepas dari mbak Narsih.     

"Jika takut, jangan lah buat kegaduhan sama sekali, ini kan ulah dia juga kan. membunuh orang yang sedang dalam keadaan bahagia. jika dia yang dibunuh bagaimana," kesal Ian yang sudah muak dengan bram dan rekannya.     

"Besok mang Dadang dan mang Jupri akan ke rumah sakit untuk mencari tahu keadaan teman Bram, aku harap mereka dapat informasi yang akurat," sambung Dino yang memandang ke arah Narsih.     

"Semoga saja bisa dapat kabar baik ya, aku tidak bisa membayangkan kita harus berlama menghadapi dia," ucap Paijo kepada sahabatnya.     

"Saya juga harap begitu, kita bisa bebas dari Bram dan tidak bertemu dengan dia dan keadilan juga dapat kita rasakan terutama mbak Narsih, " jawab Nona dengan senyum manisnya ke arah Narsih.     

"Amin. yuk lah kita pulang sekarang. aku ingin istirahat saja, aku ingin istirahat. kamu kapan ke rumah baru Non?" tanya Dino.     

"Lebih cepat ke sana lebih baik, karena aku ingin bisa mengambil jimat yang dia kalungkan. Aku yakin dia akan meninggalkan kalungnya." Nona menjelaskan apa yang dia pikirkan.     

"Kalau tidak tinggal bersama sama saja kali," kata Ian kepada Nona dan lainnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.