Dendam Winarsih

Rayuan Nona



Rayuan Nona

0Nona yang mendengar apa yang dikatakan oleh Ian hanya geleng kepala, dia minta satu rumah dengan Bram bahaya pikirnya. Ian yang melihat Nona yang melamun hanya geleng kepala.     

"Rayuan Nona itu mematikan tahu tidak, lihat saja si Dinosaurus itu, dia saja klepek-klepek dengan rayuan Nona," kekeh Ian yang melihat Nona tersipu malu.     

Dino hanya diam saja, tapi benar kata Ian jika tidak serumah mana bisa dia mendekati Bram dan mengambil jimat itu. Yang ada makin meraja lela si Bram pikir Dino.     

"Aku setuju dengan apa yang dikatakan oleh Ian, kalian harus satu rumah, agar memudahkan kamu untuk berinteraksi dan tentu memudahkan mengambil jimat itu. Kamu tahu kan dia terlalu berharap kamu dan kita berharap jimat itu hilang dan memudahkan mbak narsih untuk menjalankan dendamnya," kata Dino kepada Nona.     

"Lihat nanti saja, sekarang kita pulang sebelum si Bram itu datang, jika datang kita kesulitan untuk pergi dari sini dan tentunya saya sulit untuk pulang," sambung Nona lagi.     

Dino pun menganggukkan kepala, mereka langsung meninggalkan kantor menuju rumah. Nona memikirkan hal itu, benar juga, jika serumah bisa tahu kapan dia meletakkan jimat itu dan memudahkannya mengambil jimat itu pikir Nona lagi.     

Nona sudah memutuskan untuk tinggal bersama Bram, besok dia akan mengatakan pada Bram dan dia tidak akan takut karena ada bibi dan mang Jupri juga ikut.     

Esoknya, Nona mengatakan pada Bram dan Bram senang. Nona langsung pindah ke rumah Bram bersama bibi dan mang Jupri, Dino hanya mengikuti Nona sampai di rumah Bram, Dino berharap bisa selesai jika tidak Nona akan makin sulit untuk lepas dari Bram.     

"Dino, kapan mang Dadang ke rumah sakit? kan dia sudah tidak ada temannya, mang Jupri mana mungkin ke luar bisa ketahuan Bram dia, lebih baik kita saja yang atur ke sana," ucap Ian kepada Dino.     

"Kapan mang Dadang sempat saja, kita minta Toni atau kamu saja gimana? Kalian bisa ke sana, kamu kan bisa bohongi manajer, kalau Toni masih baru dan dia terlalu jujur," kata Dino.     

"Boleh juga sih, Toni kamu temani Dino dan Paijo, kalian bisa mengawasi mereka sambil liputan," ucap Ian.     

"Tapi, kita tidak ada liputan, bagaimana mau bohongi tuh manajer," ucap Paijo.     

Nona masuk ke dalam ruangan dan duduk bersandar di lengan Dino. Dia begitu lelah memainkan sandiwara. Dino yang tahu perasaan Nona mengelus rambut Nona dan tanpa kata dia mengecup pucuk kepala Nona. Nona kaget tapi dia suka.     

"Nona, bagaimana kamu di sana?" tanya Ian.     

Masih biasa saja, kamu tahu kan, kalau dia itu orangnya seperti apa, aku saja sampai tidak bisa berkata apa-apa. Dan jimatnya tidak lepas sama sekali, meski dia tidur sekalipun," ucap Nona.     

"Kamu yakin itu Nona?" tanya Paijo.     

Nona mengganggukkan kepala pelan. Nona melingkarkan tangannya di perut Dino, Nona ingin bermanja dengan Dino dia ingin menunjukkan kalau dia menyayangi Dino bukan hanya sekedar sahabatnya saja, tapi lebih dari itu.     

"Jadi, kita harus bisa dapatkan itu saat dia tidur begitu, kalau dia tidurnya tidur mati kalau tidur ayam sama saja," ucap Ian kepada yang lainnya.     

"Saat dia mandi bisa mas," sambung Toni.     

Semua memandang ke arah Toni, mereka memicingkan matanya dan melihat Toni dengan tatapan tajam. Toni yang melihat semua memandang ke arahnya hanya tersenyum kikuk.     

"Apa ada yang salah?" tanya Toni.     

"Salah tidak, tapi cara masuk ke kamar mandinya bagaimana, yang ada dia langsung terkam Nona, tahu sendiri otaknya luar biasa bahaya, jadi tidak mungkin kan Nona masuk ke sana, kecuali istri mungkin iya," jawab Ian dengan lugas.     

"Nah itu dia, jangan sampai Nona jadi istrinya, kalau bisa kita cari cara agar itu jimat lepas dari dia," ucap Paijo.     

"Kita kasih dia obat tidur dan setelah dia lelap baru mbaknya ambil, kan bisa saja mbak buatkan teh, kopi atau apa saja, kan tidak masalah. Anggap saja mbak perhatian pada dia, mana mungkin dia curiga kan?" tanya Toni kepada Dino dan sahabatnya yang lain.     

Dino memandang Paijo, Ian dan Nona. Dia meminta persetujuan atas rencana yang Toni katakan. Ian mengacungkan jempol kearah Dino dan Paijo juga Toni.     

Dino ikut mengacungkan jempol dan mengarahkan ke Toni. Dia akan membuat Bram ketiduran dengan obat tidur dengan begitu Nona leluasa mengambil jimat itu.     

"Kita cari obatnya kalau begitu, semoga ada yang jual dan bisa kita pakai untuk Bram tanpa ketahuan pelayan di rumahnya," kata Nona kepada Dino.     

"Nah, kita jangan sampai ketahuan oleh pelayan mereka jika kita ketahuan habislah, kita yang akan jadi korban selanjutnya. Nona, kami harap kamu bisa menjauh dari pelayan itu jika mau membuat sesuatu untuk Bram ya," kata Dino.     

"Benar juga, kamu harus bisa menjauhi dari pelayan itu, jika memang perlu minta bibi dan mang Jupri membantu kamu Nona," sambung Paijo lagi.     

Nona menganggukkan kepala dan tersenyum. di kantor Bram, Diman datang dengan wajah cemas, dia baru tahu kalau dukun yang baru dia jumpai sudah meninggal.     

"Gawat Bram, kamu tahu tidak dukun itu sudah meninggal, dia semalam menjalankan perintah kita untuk menganggu sahabat wanita itu, tapi bukannya berhasil tapi dia malah meninggal di tangan Narsih. gila nggak tuh!" pekik Diman.     

Bram yang mendengar apa yang dikatakan oleh diman kaget. "dari mana dia kamu tahu diman?" tanya Bram yang kaget mendengar apa yang diman katakan.     

"Aku semalam ke rumahnya, untuk memastikannya, dia bilang bisa dan entah kenapa aku dapat pesan dari anak buahnya kalau dia meninggal karena ada arwah bawa yang dia kirim itu tewas dan dia ikutan juga dihabisi, katanya jangan ganggu mereka, gitu kata dia," sambung Diman yang mengatakan apa yang dikatakan anak buah dukun itu katakan.     

"Jadi bagaimana ini, siapa yang bisa bantu kita. Kalau hanya mengandalkan jimat ini bisa juga, tapi aku mimpi lagi dan tidak bangun lagi bagaimana, jimat ini tidak berfungsi sama sekali," kata Bram yang cemas akan mimpi itu.     

"Kita harus cari lagi yang bisa membantu kita, tidak mungkin kita minta tolong dukunnya Deki yang waktu itu." Diman memandang Bram dengan tatapan memelas.     

"Aku tidak mau, dia ingin wanitaku jadi tumbal dia, kalau Narsih aku tidak peduli ambi saja tapi jangan dia, aku tidak suka sama sekali, dia kurang ajar, apa lagi Deki, main culik aja. mana dia kenapa tidak bersamamu lagi?" tanya Bram yang penasaran dengan Deki.     

Diman menggidikkan bahunya, dia tidak tahu sama sekali. Karena dia tidak pernah bertemu dengan Deki. Bram yang melihat Diman mengidikkan bahunya hanya diam saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.