Dendam Winarsih

Luka Ini



Luka Ini

0Bram bangun dan langsung pergi ke kamar mandi, dia mengusap wajahnya dengan kasar, dan helaan nafas terdengar di jelas dari mulut bram.     

"Mimpi itu lagi, aku merasakan itu nyata, dan aku tidak tahu sampai kapan mimpi itu hilang dan luka ini ada lagi," gumam Bram melihat luka yang cukup kelihatan di lengannya.     

Bram meringis saat menyiram air di lukanya, dia harus segera mengobati luka ini, jika tidak luka ini akan memerah. Sedikit ringisan yang dia keluarkan saat luka mengenai air mandi Bram tapi bisa di tahan. Selesai mandi Bram memakai pakaian tidak lupa mengobati luka itu dan membalutnya dengan perban.     

"Akhirnya selesai juga. hahhh! Aku merasa ini tidak bisa lagi berlarut, jika aku harus tiap malam bermimpi lagi dan paginya aku akan mendapatkan luka ini lagi, tidak-tidak aku tidak boleh mendapatkan mimpi ini lagi, aku tidak mau sama sekali, ya aku harus segera mencari dukun yang mampu membantuku menjauhkan hantu sialan itu," gumam Bram dengan wajah datar dan dingin.     

Bram keluar dan langsung keluar kamar mandu, dia siap untuk ke kantor, tidak lupa dia memakai tempat jimat yang diberikan padanya.     

"Aku tidak boleh melepaskan jimat ini, jika tidak aku akan menjadi mayat esok harinya. Aku harus bertemu dengan Diman. Ya, Diman harus tahu apa yang akan terjadi padaku hari ini, aku mau dia segera mencari kan aku dukun, tidak masalah bayar berapa aku tidak peduli sama sekali," gumam Bram yang bergegas mengambil ponselnya.     

Bram duduk di sofa kamar, dia mau berbicara dengan Diman tanpa ada yang tahu termasuk Nona dan keluarganya. Panggilan telpon Bram belum di jawab oleh Diman.     

"Kemana orang ini, kenapa tidak juga mengangkat ponselku ya," gumam Bram kepada dirinya sendiri.     

Tidak berapa lama, ponsel Bram di jawab oleh Diman. Terdengar suara Diman menyahut panggilan Bram.     

"Halo Bram, ada apa ini?" tanya Diman langsung.     

"Aku mau bertemu denganmu, ini penting, bisa kamu ke kantorku hari ini?" tanya Bram.     

Diman terdiam, dia tidak tahu harus apa. Apa Bram tahu jika anak buahnya mengikuti wanita itu, tapi semalam mereka tidak mendapatkan apapun, malah tidak bertemu sama sekali pikir Diman.     

"Eh Diman, dengar tidak apa yang aku katakan padamu? Kenapa diam saja kamu aku ngomong?" tanya Bram dengan wajah kesalnya.     

"Eh bukan begitu, aku hanya melihat jadwal kerjaku saja. Baiklah, aku akan ke sana. Aku harap kali ini aku tidak sia-sia bertemu denganmu, dan semoga ini penting Bram," ungkap Diman.     

"Iya, aku tidak akan mengarang cerita, aku yakin itu," ucap Bram dengan tegas.     

Panggilan berakhir di antara keduanya. Bram menyimpan ponselnya dan bergegas ke kantor, Bram mengambil jas dan langsung berlalu dengan cepat dari kamar. Nona yang sempat mendengarnya tersenyum kecil, dia harus memberitahukan ke Dino kegiatan Bram.     

"Aku harus beritahu Dino dan yang lainnya, kalau hari ini Bram mau bertemu temannya itu. Walaupun tidak mendengar apa yang dikatakan oleh keduanya paling tidak tahu mereka mau apa bertemu," gumam Nona dengan pelan.     

Nona langsung kembali ke ruang makan dan duduk menunggu Bram, mang Jupri dan bibi Sumi memandang Nona, dengan kode mang Jupri mengangguk. Dia tidak berkata karena ada pelayan rumah Bram.     

"Eh, kenapa belum makan?" tanya Bram yang turun dari tangga menuju ke bawah bertemu Nona dan paman dan bibi Nona.     

"Bram, kamu sudah turun kah. Sini makan dulu. Eh, maaf ya aku jadi duduk di sini duluan," sambung Nona yang bangun dan mempersilakan Bram duduk. Bibi dan mang Jupri juga ikut bangun.     

"Duh, duduk saja jangan bangun kamu, sini duduk." Bram meminta Nona dan mang Jupri dan istrinya untuk duduk di tempatnya.     

"Jangan sungkan ya, aku jadi tidak enak ini. Duduk saja, anggap rumah sendiri ya," ucap Bram kepada ketiganya.     

Nona mengambil makanan untuk Bram dia ingin Bram tersentuh dengan pelayanan yang dia berikan. Bram tersenyum melihat Nona memperlakukan dirinya dengan baik.     

"Bram, kamu nanti mau bawa bekal tidak. Aku ada masak lebih ini. Hari ini khusus aku masak untuk kamu, jika mau nanti aku siapkan untuk kamu," ucap Nona dengan senyum mengembang.     

"Boleh, jika tidak merepotkan saja, karena aku tidak mau merepotkan kamu. Kamu kerja hari ini?" tanya Bram.     

"Tidak, aku tidak kerja. Semalam pulang larut karena kami banyak kerja, jadi bos minta kami istirahat di rumah dulu. Besok baru kerja," ucap Nona dengan wajah berseri.     

"Kalau begitu nanti kita jalan ke mal ya. Aku mau cari sesuatu, kamu mau kan temani aku?" tanya Bram.     

"Boleh, aku akan temani kamu ya," jawab Nona yang menggenggam tangannya Bram.     

Bram mengangguk pelan dan tersenyum kecil karena mendapatkan perhatian dari Nona. Bram dan Nona langsung menikmati sarapan pagi. Selesai makan Nona memberikan bekal ke Bram.     

"Terima kasih ya, kamu nanti aku telpon ya. Kamu bersiap saja nanti ok," kata Bram dengan lembut.     

Nona menganggukkan kepala, Bram langsung bergegas masuk ke dalam kantor. Dia ingin segera bertemu dengan Diman dan tentu menceritakan apa yang dia alami.     

"Aku harap Diman bisa mencari lagi dukun untukku, jika tidak aku akan terus terluka dan dia selalu muncul di mimpiku, aku tidak mau. Aku belum siap untuk mati di tangan dia," gumam Bram dalam hati.     

Mobil melaju menuju kantor Bram. Satu jam setengah perjalanan dari rumah Bram ke kantor. Supir membuka pintu untuk majikannya. Bram keluar dengan cepat, Bram membawa bekal dari Nona dia tidak malu sama sekali membawa bekal.     

"Nanti jima Diman datang minta dia masuk langsung ke ruangan saya ya," ucap Bram.     

"Baik pak." sekretaris Bram mengiyakan apa yang dikatakan oleh Bram.     

Bram masuk ke dalam ruangannya dan langsung duduk di kursi kebesarannya. Bram melihat ke arah bekal yang Nona berikan kepadanya. Senyum terbit di sudut bibirnya. Bram meletakkan di meja sebelahnya agar Diman tidak tahu bekal itu.     

Tok ... tok ...     

"Bram, apa kamu sibuk?" tanya Diman yang masuk.     

Kali ini Diman tidak sendiri dia bersama Deki. Bram melihat ke arah Deki yang datang ke kantornya. Dia kesal karena Deki datang ke kantornya. Wajah Bram berubah dan menunjukkan sikap ketidak sukaannya. Dia melihat ke arah Diman, yang membawa Deki ke kantornya.     

"Maaf aku telat ini. Oh ya, dia ikut. katanya mau bicara penting padamu. Aku harap kamu tidak keberatan dia ke sini. Sekalian ada yang mau kami katakan padamu," ucap Diman kepada Bram.     

"Aku rasa yang orang ini katakan tetap sama, kaitanya tidak jauh dari wanitaku dan dukun sialan itu kan?" tanya Bram dengan wajah kesal.     

"Aku mau kamu dengar dulu, jangan langsung bicara yang kemana-mana. Kita dengar dulu, jika kamu tidak suka terserah kamu," sambung Diman kepada Bram yang emosi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.