Dendam Winarsih

Ini Tidak Boleh Terjadi



Ini Tidak Boleh Terjadi

0Deki yang melihat tangannya lebih tepatnya lengannya yang berdarah hanya bisa termenung, mimpi kenapa bisa kenyataan. rasa perih mulai terasa, luka sabetan itu lumayan dalam.     

"Pak, kita bawa ke rumah sakit saja pak, saya rasa luka itu, luka sabetan dan tidak akan bisa hanya memakai obat saja." sekretaris Deki melihat jelas jika luka bosnya mengangga dan darah terus mengalir.     

Deki hanya mengerang kesakitan, dia tidak bisa berkata apapun lagi, dia sudah benar-benar ke sakitan. Sekretaris Deki membopong Deki dan membawa Deki perlahan ke luar. Di luar semua orang melihat Deki yang terluka. mereka heran kenapa bosnya bisa terluka di ruang kerjanya.     

"Kalian, cepat bersihkan segera ruangan bos dan sampai bersih dan jangan ada noda darah sedikitpun." Sekretaris Deki memerintahkan OB yang kebetulan lewat di depannya.     

Mereka pun mengangguk dan masuk ke dalam ruangan Deki. Deki sudah mulai melemah, pandangannya mulai burem dan tidak berapa lama dia pingsan. Para karyawan Deki membantu bos mereka untuk bergegas ke rumah sakit.     

Di kantor Diman, dia menerima panggilan telpon dari istri Deki. Diman kaget istrinya menelpon dirinya.     

"Ada apa Lina menelpon dirinya?" tanya Diman yang masih belum mau mengangkat telponnya.     

"Ya Lin, ada apa kamu menelponku?" tanya Diman kepada Lina istri Deki.     

"Man, Deki masuk rumah sakit. Tadi aku di kabari Man, dia terluka sabetan, aku belum tahu ceritanya Man. Bisa kamu ke rumah sakit Man?" tanya Lina kepada Diman.     

"Iya, baiklah aku akan ke sana sekarang." Diman yang terkejut karena Deki masuk rumah sakit karena sabetan bergegas pergi dari kantornya.     

"Ada apa dengan dia, kenapa dia bisa Kena sabetan dan apa dia di rampok orang? kalau iya mana mungkin," ucap Diman.     

Diman melihat jam di tangan, pukul lima sore. dia pun tidak menunggu lama lagi. bergegas untuk ke rumah sakit. Diman tidak lupa memberitahu ke Bram perihal deki yang terluka. Diman hanya mengirim pesan ke Bram tanpa mau menelponnya.     

Satu jam perjalanan, Diman sampai di rumah sakit. Dia bergegas masuk dan berlari ke dalam. Diman pergi ke unit gawat darurat untuk melihat apakah Deki ada di sana atau tidak.     

"Cari siapa mas?" tanya perawat yang datang menghampiri Diman.     

"Cari pasien yang baru datang karena luka sabetan benda tajam. Di mana ya sus?" tanya Diman.     

"Oh yang baru masuk tadi sudah di rawat kamar 305. Lukanya juga sudah di jahit tadi, cukup dalam tapi sudah beres semuanya," ucap suster yang menjelaskan ke Diman.     

Diman pun lega, dia pamitan ke suster untuk pergi ke ruang inap Deki. Diman berjalan sampai di ruang inap terlihat istri Deki menangis tersedu-sedu. Diman masih di luar, dia enggan masuk dan tidak tega melihat istrinya Deki menangis.     

"Aku sekarang tunggu di luar saja, mau nunggu si Bram. Dia juga tidak ada balasan sama sekali. Apa sebenci itu dia dengan sahabatnya sendiri. Sial, ini semua gara wanita itu, persahabatan kami jadi hancur gara-gara dia. Awas saja dia, aku akan membuat wanita itu tidak bisa melihat dunia lagi." gumam Diman dengan wajah yang menakutkan.     

Bram yang sudah di rumah dan sudah selesai mandi melihat barang yang dia beli tadi. semua pilihan Nona, dia tersenyum kecil. dia Senang karena ini pertama kali dia dipilihin dengan wanita.     

Bip ... bip ...     

Pesan masuk ke ponsel Bram. Bram mencari ponselnya dan melihat siapa yang mengirim pesan. Bram menyengit kan keningnya melihat pesan dari Diman. Bram membuka dan membacanya.     

"Deki kena sabetan? Apa dia dirampok? Bukannya masih terang? Cihh! Syukurin, aku tidak peduli sama sekali. Bodo amat dengan dia," gumam Bram yang menyimpan ponselnya kembali.     

Bram tidak mau memikirkan Deki, orang yang keras kepala dan hanya mementingkan diri sendiri saja. buat apa dia ikut merisaukan dirinya.     

Tok ... tok ...     

Bram bangun dan berjalan ke arah pintu dan membuka pintu kamar. Nona berada di depan kamarnya dan tersenyum. Nona memakai pakaian yang di pilihkan oleh Bram. Bram tersenyum melihat ke arah Nona.     

"Kamu cantik sekali, lihat ini. Pakaiannya pas sekali," kata Bram kepada Nona.     

Nona tersenyum tipis ke arah Bram, dia senang. Bram bisa percaya padanya. selangkah lagi, dia akan mengambil jimat itu.     

Diman yang menunggu Bram membalas pesan dan kedatangan Bram tertidur. Dia lelah karena masalah hantu dan persahabatan mereka yang tidak pernah berhenti sama sekali.     

"Diman, kamu kenapa tidur di sini?" tanya seseorang kepada Diman.     

Diman membuka mata dan melihat istrinya ada di depan matanya. Diman terkejut karena dia melihat istrinya di sini dan tentu membuat dia tidak percaya.     

"Ina. Kamu kenapa di sini?" tanya Diman kepada Ina dengan pandangan heran.     

"Aku mengikutimu, kamu sudah berbohong padaku Diman. Kamu bilang kerja tapi kamu malah di sini. Kamu pasti nungguin istri muda kamu kan? Kenapa kamu tega Diman, salah aku apa padamu?" tanya Ina dengan air mata yang mengalir.     

"Kamu mau ngomong apa sebenarnya? Aku tidak tahu sama sekali. Aku nungguin Deki. Dia terluka dan aku ke sini. Sebentar lagi Bram juga datang," ungkap Diman yang berusaha untuk menjelaskan ke Ina.     

"Dia bohong Ina, dia menunggu istrinya bersalin. Dia sudah punya anak Ina, lihatlah di kamar ini, dia dan istrinya sedang bahagia dengan keluarga barunya. Dia pria pecundang Ina." seseorang mengatakan hal yang membuat Diman mengangga.     

"Bram! Kurang ajar kamu, aku tidak menyangka kamu pria busuk. dari Dulu kamu sudah busuk dan sekarang juga sama. Aku tidak menyangka kamu seperti itu Bram. Tega kamu Bram!" hardik Diman dengan wajah penuh amarah.     

Ceklekk!     

"Pak Diman, istri anda memanggil. dia mau anda melihat anak anda," ucap suster ke Diman.     

Diman geleng kepala dan memandang istrinya. Ina sudah pergi meninggalkan Diman bersama Bram. Diman yang dari kejauhan melihat istrinya pergi dengan Bram ingin mengejarnya, tapi dia merasa kakinya seperti tertancap paku yang cukup besar.     

"Suster, anda sudah membuat saya dan istri saya salah paham, anda tahu tidak, jika anda itu perusak rumah tangga saya. dasar wanita kurang ajar!" teriak Diman.     

Suster di depannya menatap Diman dan tatapannya sungguh menakutkan dan tentu membuat Diman menelan salivanya.     

"Si-siapa kamu?" tanya Diman dengan suara terbata-bata.     

"Bagaimana kang, jika istri kang tahu jika kang Diman membunuhku, dan melakukan hal lebih dari ini. Apa akang masih bisa tertawa dan tersenyum di atas penderitaanku?" tanya Suster yang berdiri di depannya.     

"Narsih?" tanya Diman dengan suara lirih.     

Suster itu berubah menjadi Narsih dan membawa golok di tangannya. Dia tersenyum dengan senyum yang datar dan tentu membuat Diman gemetar.     

"Ini tidak boleh terjadi, tidak akan. Aku tidak akan seperti mereka, yang terluka di dalam mimpiku. Tidak, aku harus keluar dari mimpi ini. Aku harus pergi dan aku harus bangun. tidak!" teriak Diman kencang.     

Diman tersadar dan wajahnya pucat, keringat dingin terus bercucuran dan membuat dia ketakutan. Diman melihat tubuhnya, tidak ada apa-apa.     

"Apa aku selamat?" tanya Diman dalam hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.