Dendam Winarsih

Serahkan Dia



Serahkan Dia

0Bram dan Deki hanya diam saja, tidak ada yang berbicara. Mereka hanya bisa saling pandang. Bram tidak tahu jika Nona mendengar apa yang dibicarakan dia dan Diman.     

Mang Jupri yang melihta Nona memeluk istrinya dan menangis mulai curiga kenapa Nona menangis ada apa dengan Nona.     

"Nona ada apa denganmu? Kenapa kamu menangis? Apa yang kamu dengar tadi di luar? Apa kamu mendengar sesuatu yang tidak baik?" tanya Mang Jupri kepada Nona.     

Nona mengurai pelukannya dengan bibi Sumi. Nona melihat wajah keduanya. Bibi Sumi sedih Nona harus mengalami hal ini. Bibi Sumi mengusap lembut wajah Nona, menghilangkan air mata Nona.     

"Temannya Bram mau memintaku untuk di serahkan ke dukun yang waktu itu mang. Dukun yang pernah mengambil jasad mbak Narsih mang. Katanya untuk menjauhkan mbak Narsih dengan mereka. Aku tidak tahu apa Bram akan berubah pikiran atau tidak soalnya, Bram tadi aku dengar menolaknya. Dia tidak setuju mang, tapi entahlah mang, aku tidak tahu nanti." Nona menjelaskan apa yang dia dengar tadi .     

Mang Jupri yang mendengat penjelasan Nona emosi dia mengepalkan tangannya dengan erat. Dia tidak terima dengan apa yang dia dengar dari Nona, mang Jupri ingin bangun dan menghajar keduanya tapi tangan mang Jupri ditahan oleh istrinya.     

"Kamu mau kemana? Kamu mau menghajarnya? Atas dasar apa kamu mau menghajarnya? Kamu mau bilang kalau dia sudah jahat sama Nona dan mau menjadikan tumbal gitu? Yang ada Bram berubah pikiran dan mengikuti temannya karena kita menguping pembicaraan mereka. Nona, lebih baik kita kembali saja ke rumah Dino. Kita aman di sana, bibi yakin narsoh pasti bisa membuat mereka mendapatkan balasannya atas apa yang mereka perbuat. Kamu jangan takut sayang. Bilang ke Bram kamu mau kembali ke rumah," ujar Bibi Sumi.     

"Tapi bu, kita akan tetap dikejar oleh mereka , kalau di sini aman. Bram tidak akan membuat Nona celaka. Ibu dengarkan kalau Bram tidak setuju sama sekali, jadi biarkan saja Bu, kita tetap harus bertahan. Besok aku akan pergi dengan si Dadang mencari teman mereka yang sakit itu, kami akan mengambil jimat dia. jika satu orang yang sudah tiada maka yang lainnya akan ikut tiada." Mang Jupri menjelaskan apa yang akan dia lakukan esok bersama mang Dadang.     

Di ruangan kerja Diman masih menunggu jawaaban dari Bram. Dia mau tahu apakah Bram mau ikut atau tidak.     

"Jadi Bram, apakah kamu mau serahkan dia atau tidak? Ini demi kebaikkan bersama. Kita tidak mungkin selalu di mimpikan dia terus kan. Yang ada kita bisa meninggal dalam tidur kita. Kamu mau?" tanya Diman kepada sahabatnya itu.     

"Kita pasti punya cara lain Diman, tidak harus menyerahkan dia. Dia tidak ada hubungannya dengan narsoh dan masalah yang sedang kita hadapi. Mereka hanya tahu jika kita pembunuhnya, tapi lihat tidak bisa mereka buktikan karena apa? Karena mereka bisa melaporkan ke polisi. Bukti mereka nol Diman, jadi kita aman," ucap Bram.     

"Aman untuk kita dari polisi tapi tidak aman dengan narsoh. Dia seperti Narsih, wajahnya sama. Apa kamu bisa membedakan mana Narsih dan mana dia? Tidak kan! Jadi jangan kamu buat diri kamu itu bodoh karena cinta. jika kita sudah selesai dengan semuanya, kamu bisa mencari wanita lain untuk kamu, tapi bukan orang yang mirip dengan Narsih," ujar Diman yang tetap kekeh menjelaskan ke Bram.     

"Pulanglah, aku ingin sendiri. Aku tidak mau memikirkan apapun lagi. Aku pusing, aku akan mencari cara lain yang membuat kita aman semuanya," ucap Bram kepada Diman.     

"Kamu mengusirku? Apa sekarang kita tidak berteman lagi? Apa hanya sebatas ini saja Bram?" tanya Diman dengan wajah tidak percaya.     

"Aku hanya mau sendirian saja, apa kamu tidak dengar yang aku katakan tadi Diman? Kenapa susah sekali menjelaskan ke kalian semua, apa seperti ini kalian menilaiku hmm?" tanya Bram kepada Diman.     

Diman menatap tajam ke arah Bram, terlihat dari matanya dia benar-benar frustrasi. Diman akhirnya menyerah dan bangun dari tempat duduknya, dia memandang Bram dan berkata.     

"Cepat serahkan dia padaku, jangan ada pertumpahan darah antara kita semua. Kita yang melakukannya dan kita yang akan mengakhirinya. Jangan buat kesalahan hanya karena cinta," ujar Diman kepada Bram.     

Diman keluar dengan wajah yang datar. Diman menatap pintu ruang kerja Bram. "Sampai kapan Bram kamu melakukan itu pada kami, kenapa kamu tidak mau menuruti kami, kenapa kamu tidak mau serahkan dia pada kami, bukan cinta yang kamu rasakan tapi obsesi terhadap wanita yang pernah kamu lihat di masa lalu kamu Bram." Diman pun pergi begitu saja dia tidak lagi menghiraukan apa jawaban Bram dia akan melakukannya nanti, dia sendiri yang akan menyeret wanita itu ke dukun itu segera. Mau tidak mau Bram harus melepaskannya.     

Diman pergi dari rumah Bram dan langusng keluar. Diman mau ke rumah sakit dia ingin bertemu dengan Deki. Dia semalam mau bertemu tapi karena mimpi dan Deki yang masih tertidur dia tidak sempat bertanya dengan Deki.     

Diman masuk mobil dan melaju ke rumah sakit. Dia ingin berdiskusi tentang masalah yang terjadi. Satu jam perjalanan Diman sampai di rumah sakit. Deki langsung keluar dari rumah sakit dan berjalan ke ruang inap Deki.     

"Deki, aku harap kamu sembuh dan bisa membantu." Diman naik lift dan menekan tombol menuju lantai ruangan Deki.     

Ting!     

Pintu terbuka, Diman langsung berjalan ke ruang inap Deki. Sampai di ruang inap Deki, Diman masuk dan melihat sahabatnya sedang makan sendirian. Deki yang melihat sahabatnya datang tersenyum kecil.     

"Sudah selesai makannya? Mana Lina? Kenapa dia tidak di sini?" tanya Diman.     

"Lina pulang, aku meminta dia pulang, nanti dia datang lagi." Deki meletakkan sendok makannya.     

"Ada apa? Kenapa kamu bisa seperti ini?" tanya Diman dengan penasaran.     

Helaan nafas Deki terdengar jelas. Diman duduk di sebelah Deki dan menunggu apa yang Deki katakan. Deki menatap Diman dengan tatapan takut.     

"Ceritakan saja, aku akan mendengar, jika bisa aku akan bantu kamu," ucap Diman.     

"Aku mimpi dia membunuhku, aku tidak tahu kenapa dia mau membunuhku, dan lihatlah aku mengalami ini dan aku terkena sabetan, aku pikir itu hanya di mimpi, tapi nyatanya tidak Diman. Ini nyata Man. sangat nyata sekali," ujar Deki dengan wajah sendu.     

"Aku juga mengalaminya, semalam aku menunggumu, Lina memberitahu aku jika kamu kena sabetan, aku pikir kamu di rampok tapi nyatanya nggak. Aku tertidur di luar dan dia datang, beruntung Lina memanggil, jika tidak mungkin saat ini aku tidak bisa menemuimu, tapi menemui malaikat di alam kubur." Diman menjelaskan apa yang terjadi dengan dirinya semalam.     

"Jadi kita harus apa Diman?" tanya Deki kepada Diman.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.