Dendam Winarsih

Sudah Puas Bram



Sudah Puas Bram

0Nona menggeleng kepalanya, dia tidak ada yang mau dikatakan. Nona duduk di sebelah Bram dan memandang Bram lalu tersenyum.     

"Tidak ada apa-apa. Kamu nonton berita kenapa serius amat hmm? Ada yang penting berita ini?" tanya Nona kepada Bram.     

"Tidak ada yang penting, hanya tadi aku melihat berita meninggalnya temanku, istrinya lebih tepatnya. Aku akan pergi melayat besok. kamu besok kerja ya?" tanya Bram.     

"Innalilahiwainnailahi rojiun. Meninggal kenapa Ram?" tanya Nona lagi.     

"Kecelakaan, makanya aku khawatir kalau kamu kenapa-napa. Jadi kamu jangan bawa kendaraan terlalu kencang ya, takutnya kamu di tabrak orang. Aku tidak mau itu," ucap Bram kepada Nona.     

"Iya, aku akan ingat itu." Nona tersenyum kecil ke arah Bram.     

Esok harinya, Bram sudah bersiap untuk ke pemakaman istri Deki yang kebetulan ada hubungan keluarga walau jauh. Nona juga sudah bersiap untuk pergi ke kantor, dia akan di antar oleh Bram, karena kata Bram dia mau melindungi Nona.     

"Nona, kamu harus kabari aku jika ada apa-apa ya, aku tidak mau kamu kenapa-napa dan aku yakin kamu paham akan hal itu."     

"Aku akan kabari kamu Ram, kamu jangan takut ya, aku akan aman di kantor banyak karyawan di sana dan tidak boleh masuk ke kantorku sembarangan orang." Nona menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.     

Bram menganggukkan kepala dengan pelan. Nona dan Ram sarapan bersama, selesai sarapan keduanya pamitan dan pergi ke tempat tujuan masing-masing. Bram mengantar Nona terlebih dahulu, dia tidak mau Nona sampai di culik oleh temannya.     

"Nanti aku pulang jemput, segera masuk ke dalam, jangan keluar ke mana-mana. Kalau mau makan, nanti aku akan mengirimkan kepadamu Nona. Kamu agar kamu tidak pergi keluar," ujar Bram kepada Nona.     

"Tidak perlu. Aku bisa beli di kantin atau meminta OB membeli makanan untukku. Kamu pergilah cepat, takutnya kamu akan telat melayat," ucap Nona kepada Bram.     

Bram pun mengangguk, Nona langsung masuk ke dalam kantor dan Bram bergegas ke rumah Deki. Satu jam perjalanan, Bram sampai ke rumah duka dan melihat banyak pelayat yang hadir di rumah Deki.     

"Aku selalu muak bila melihat Deki, tapi karena Lina saja aku di sini." Bram menggerutu di dalam hati.     

"Bram, kamu baru datang? Apa kamu sibuk dengan wanitamu itu?" tanya     

seseorang dari belakang.     

Bram yang mendengar pertanyaan dari seseorang hanya bisa tersenyum. Iri juga dia kepadaku. Bram berbalik dan menatap tajam ke arah seseorang itu dan itu adalah Diman. sekarang Diman menunjukkan taringnya. hasutan Deki luar biasa pikirnya.     

"Apa aku ketinggalan berita? Apa Lina juga korban kalian? Atau Lina sudah tahu suaminya pembunuh?" tanya Bram dengan suara berbisik.     

"Tutup mulutmu Bram, kamu tidam perlu mengatakan Lina kami jadikan tumbal. Yang akan kami jadikan tumbal itu adalah wanitamu, jadi bersiaplah Bram, aku tidak akan membiarkan nyawaku diambil, tapi kalau nyawamu aku tidak akan peduli sama sekali. Paham kamu!" Diman benar-benar membuat Bram emosi. Tapi dia tetap tenang karena dia tidak bisa memukul atau emosi di rumah duka.     

Bram meninggalkan Diman sendirian, Diman yang di tinggalkan Bram mengepalkan tangannya. Dia geram karena Bram tidak terpancing sedikitpun. Bram yang berada di dalam rumah melihat Deki dan anak-anaknya. Sedangkan jasad Lina sedang di mandikan oleh keluarganya di belakang.     

Deki yang melihat kedatangan Bram meminta anaknya untuk pergi sebentar. "Papa mau menemui om Bram. Kalian bisa ke tempat nenek dulu tidak?" tanya Deki kepada ke dua anaknya.     

"Bisa pah. Pagi om Bram. Mama kami sudah meninggal om hiks, kami sekarang tidak ada mama lagi," ucap anak Deki yang menumpahkan kesedihannya kepada Bram.     

Bram mengusap rambut anak Deki dengan lembut. "Kamu doakan saja mereka ya, semoga mereka selalu dalam lindungan allah dan kamu selalu tegar dan ikhlas ya," ujar Bram yang menenangkan anak Lina.     

Anak Lina menganggukkan kepala, mereka pergi ke tempat neneknya. Sekarang tinggal Deki dan Bram. Keduanya saling berhadapan satu sama lain.     

"Puas kamu Bram? Ini salah satu akibatnya jika kamu menuruti egomu. Jika kamu sudah serahkan wanita itu, maka ini tidak akan terjadi. Kamu hanya mementingkan diri kamu saja, aku membencimu Bram." Deki memandang Bram dengan geram, dia tidak bisa memaafkan Bram sama sekali.     

Bram yang mendengar apa yang di katakan Deki hanya diam dan menunjukkan wajah datarnya. Bram berbalik dan meninggalkan Deki, terlalu lama berada di sini membuat dia ingin menghajar sahabatnya ini. Deki melihat kepergian Bram begitu saja, dia tidak mau membuat acara pemakaman istrinya rusak karena egonya.     

"Mereka ternyata makin gencar mengejar Nona, sial. Aku akan melindungi Nona bagaimana pun caranya, aku akan melindunginya." Bram menggerutu sepanjang jalan menuju mobil.     

Bram tidak ingin terlalu lama berada di rumah Deki, dia ingin segera ke kantor. Diman yang melihat kepergian Bram hanya tersenyum, dia puas satu orang yang mengetahui pembunuhan yang dia dan sahabatnya lakukan akan sudah dia bunuh.     

Drt ... drt ...     

"Cari tahu kecelakaan Lina. Aku mau tahu penyebab pastinya. Aku yakin, jika dia dibunuh. Segera laporkan padaku segera." Bram mengintruksikan kepada anak buahnya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.     

"Baik bos. Akan kami cari penyebab kecelakaan yang terjadi."     

Bram pun mengakhiri panggilan dari anak buahnya. Bram curiga jika kecelakaan Lina ada kaitannya dengan masalah yang sedang terjadi.     

"Apa Lina tahu tentang masalah pembunuhan ini? Jika tahu dia masalah ini, itu berarti dia di bunuh, tapi siapa? Mana mungkin Deki, dia itu suaminya, jika Deki yang bunuh berarti dia tega, untuk menutupi kesalahan dia membunuh istrinya sendiri. Lihat saja, jika itu benar maka aku akan membunuh dia," gumam Bram dalam hatinya.     

Nona yang sudah berada di kantor bertemu dengan Dino dan sahabatnya yang lain. Dino tersenyum melihat kekasihnya. Mereka tidak mengatakan jadian tapi mereka sama-sama mengerti perasaan satu sama lain.     

"Dino, aku rindu kamu." Nona memeluk Dino dengan erat dan Dino juga membalas pelukan Nona. Dia juga rindu dengan Nona.     

"Aku juga merindukanmu Nona. Kamu baik saja kan? Tidak di sakiti oleh pria itu?" tanya Dino.     

Nona menggelengkan kepala ke arah Dino dan tersenyum. Ian, Paijo dan Toni yang melihatnya hanya terpaku.     

"Kalian jadian kah?" tanya Ian yang penasaran dengan tingkah laku ke duanya.     

Dino dan Nona melepaskan pelukannya dan menatap ke arah ketiganya. Senyuman terbit di bibir keduanya. Ian dan keduanya saling pandang dia yang tidak mendapatkan jawaban dari Dino dan Nona hanya berdecih.     

"Katakan saja tidak bisa kah?" tanya Ian yang sudah mulai kesal.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.