Dendam Winarsih

Aku Bukan Pembunuhnya



Aku Bukan Pembunuhnya

0Pemakaman Lina sudah selesai, Deki duduk di ruang kerjanya, dia melamun memikirkan tentang istrinya yang meninggal dunia. Deki masih belum bisa terima, kepergian istrinya pukulan telak untuk dia.     

"Lina meninggal tanpa pesan, dia pergi begitu saja. Aku begitu bersalah saat terakhir dia bertanya kepadaku, tapi aku malah membohonginya. Ini semua karena masa laluku, pembunuhan ini membuat aku kehilangan Lina dan nanti anakku kehilangan aku jika Narsih membalas dendam padaku." Deki bergumam pada dirinya sendiri.     

tok .. tok ...     

Pintu terketuk dua kali. Deki yang lagi melamun tersentak Dia bangun dan membuka pintu ruang kerjanya. Dekki meoihat Diman berada di depannya.     

"Man, aku pikir kamu sudah pulang." Deki mempersiilahkan Diman mask ke dalam ruangannya.     

Keduanya duduk dan saling menatap. Diman melihat sahabatnya yang termenung, tatapan kosong, tidak ada gairah sama sekali diperlihatkan oleh sahabtnya ini.     

"Hidup harus terus berjalan dan tidak bisa tetap di tempatnya. Kamu punya anak-anak. mereka butuh kamu dan mereka tidak mungkin terus bersama neneknya, jadi buat anakmu tidak kehilangan orang tuanya lagi." Diman menguatkan Deki untuk tetap tegar.     

Helaan nafas Deki terdengar jelas di telinga Diman. "Itu kalau aku tidak di bunuh oelh Narsih. Kalau aku di bunuh dia, maka anakku kehilangan kedua orang tuanya. kamu masih punya istri kamu Diman, anakmu bisa dia yang jaga, aku tidak ada sama sekali. kadang aku menyesal sudah merahasiakan semua ini. Aku yakin dia akan menerimaku, tapi aku malah berbohong demi apa? aku pun tidak tahu. Yang ada aku kehilangannya." Deeki menumpahkan semua ksedihan dan penyesalan di hatinya..     

Diman terdiam karena mendengarkan apa yang dikatakan oleh Deki. ada secerca kesedihan di hatinya, dan penyesalan di hatinya. apakah aku pembunuh? tidak aku bukan pembunuh aku hanya melindungi diri saja aku hanya takut Lina memberitahukan kasus ini ke polisi.     

"Biarkan dia tenang di alamnya. Kamu mikirin apa yang akan kamu lakukan nanti. Kita harus bisa membawat wanita Bram ke dukun itu. Dengan begitu kita selamat dari dendam Winarsih. Jimat kita juga masih belum bisa melindungi kita jadi jalan satu-satunya kita harus bisa membawa wanita Bram secepatnya." Diman menyarankan ke Deki agar bisa mendapatkan Nona.     

"Nanti saja kita bahas itu. Aku merasa untuk saat ini aku ingin sendiri, tidak mau memikirkan semua ini dulu aku harap kamu mengerti Man." Deki begitu enggan untuk membahas masalah penculikan.     

Diman paham, dia pun pamit dan langsung pulang ke rumah, Diman tidak ke kantor karena dia ingin menyendiri saja. Dua jam perjalanan menuju rumahnya. Mobil masuk ke dalam garasi. Diman turun dan berjalan menuju ke dalam rumah. Sepi tidak ada siapaun. Istri Diman sedang berada di rumah orang tuanya.     

Aku mandi saja. setelah itu aku akan istirahat saja." Diman masuk ke dalam kamar mandi . Diman membuka pakaiannya dan mennguyur tubuhnya. Diman teringat saat terakhir dia bertemu dengan Lina.     

"Aku bukan pembunuhnya, ini tidak ada kaitannya padaku. Bukan aku yang membunuh Lina. Aku yakin bukan aku." Diman bermonolog pada dirinya sendiri.     

Diman yang menatap kaca melihat ke belakang ada wajah Narsih yang tersenyum menakutkan. Diman berusaha mencari jimatnya dia merasa jimat itu di nakas, tapi kenapa tidak ada pikirnya.     

"Aku itdak boleh panik, aku yakin jmat itu pasti ketemu. Tenang Diman, kamu pasti ketemu dengan jimat kamu." Diman bergumam dalam hati sambil melirik ke atas nakas dan benar saja ada jimatnya di sana. Diman dengan sigap mengambil jimat itu, Narsih yang kalah cepat hanya memandang tajam ke arah Diman.     

"Kamu tidak tahu kan bisa mendapatkan nyawa kami. Pergilah hantu tidak tahu diri aku tidak akan membiarkan kamu mengambil nyawa kami. Kami yang akan lebih dulu memusnahkanmu. Dan dendam kamu tidak akan pernah terwujud paham kamu Winarsih." Diman mengatakan kekejengkelannya dan amarahnya ke Narsih.     

Diman sedih,, karena Narish lah yang membuat dia nekat membunuh Lina yang menyebabkan sahabatnya sedih.     

"Kamu manusia busuk. Kamu membunuh wanita dan ibu dari anak-anak yang masih membutuhkan ibunya. Kamu kejam dan tidak punya hati sma sekali." Narsih memandang tajam ke arah Diman.     

Diman yang meendengar apa yang di katakan oleh nars2ih terdiam. Dari mana dia tahu jika aku yang membunuh Lina. Diman gelang kepala dengan pelan. Dia tidak percya Narsih tahu kelakuannya.     

"Kenapa? Kamu takut ketahuan dengan temanmu itu? Jika takut, maka lepaskan Nona dan menjauhlah dari dia. Narsih bernegoisaai dengan Diman tapi itu hanya akalan Narsih, dia ingin Diman, dia ingin semuanya merasakan apa yang dia rasakan.     

"Aku tidak takut, karena bukan aku yang membunuh istri sahabatku.Jangan pernah mengancamku paham!" hardik Diman dengan wajah merah padam.     

Hahahhaha     

"Jangan mencoba untuk mendekati aku. Aku minta kamu pergi, jika tidak ingin kamu musnah karena jimat aku ini. pergi!" teriak Diman dengan kencang.     

Narsih tertawa kencang, dia benar-benar senang melihat wajah salah satu sahabatnya Bram ketakutan. Diman hanya bisa memandang tajam ke arah Narsih.     

"Tunggu lah, aku akan datang membunuhmu. Cepat atau lambat aku akan membunuhmu. Itu pasti Diman, aku pasti membunuhmu. Tunggu lah aku. Jangan mencoba lari dan satu lagi jangan dekati Nona, jika tidak mau nyawamu hilang," ujar Narsih dengan wajah yang menakutkan.     

Diman hanya diam dan tidak berkata apapun, dia benar-benar takut mendengar apa yang di katakan oleh Narsih. Diman terduduk di lantai sambil memegang jimatnya dengan erat.     

"Aku harus segera membawa wanit bram, aku harus mendapatkannya. Jika tidak maka aku akan mati di tangan wanita sialan itu." Diman bangun dan berpakaian, jimat di kalungkan oleh Diman. Dia tidak mau jimat itu hilang dan membuat dirinya di bunuh.     

Selesai berpakaian Diman duduk di ranjang. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dirinya ragu bagaimana menculik wanita Bram. Pengawalnya cukup banyak dan tidak bisa dikalahkan sama sekali. Aku harus bisa mencari cara pikir Diman dalam hati.     

Drt ... drt ...     

Diman melihat telponnya dan dia menyerngitkan keningnya dan melihat nama penelpon. Dia heran kenapa nomor telepon tidak di kenal menelpon dia.     

"Apa ini penting atau tidak ya?" tanya Diman dalam hati.     

Akhirnya Diman mengangkat telponnya. Dia tidak mendengar suara halo dari sang penelpon.     

"Siapa ini?" tanya Diman.     

"Apa masih bisa tenang sudah membunuh istri sahabat sendiri hmm? Jika belum masih ada lagi. Deka masih bisa kamu bunuh jika mau hahahah!" tawa pria yang menelepon dirinya.     

"Jangan mencoba mengancam aku. Siapa kamu hahhhh!" teriak Diman dengan kencang. Diman sudah emosi dan dia merah padam. Dia bingung siapa yang sudah mengetahui rencana dia.     

Yuk singgah di Kutukan Nyai Darsimah simpan di rak kalian dunk, di tunggu kedatangannya ya. Mauliate Godang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.