Dendam Winarsih

Bukan Aku



Bukan Aku

0Diman yang mendapatkan telpon dari seseorang yang tidak di kenal gelisah. Diman tidak bisa tidur dan hidupnya mulai tidak tenang. Penelpon yang tidak dia kenal membuat dirinya makin dihantui rasa bersalah.     

"Aku tidak salah, aku tidak melakukan itu, bukan aku yang membunuhnya. Anak buahku yang membunuhnya. Iya anak buahku," gumam Diman yang raut wajahnya gelisah.     

Diman bangun dari ranjang dan langsung pergi ke ruang kerja, dia tidak bisa tenang. hidupnya sekarang gelisah tidak menentu.     

"Aku akan menelepon anak buahmu, aku mau tahu siapa yang membocorkan rahasia ini. Jika ada yang membocorkan rahasiaku maka aku akan membunuhnya. Lihat saja, aku tidak segan untuk membunuhnya." Diman benar-benar terpekik.     

Diman mengambil teleponnya dan mulai melakukan panggilan ke anak buah yang menjalankan perintahnya.     

Tut ... tut ...     

Diman menunggu tiga kali panggilan tapi tidak juga di angkat oleh anak buahnya. Diman mengumpat sejadinya dia benar-benar geram anak buahnya tidak mengangkat telepon dari dirinya.     

"Sial! Kemana dia perginya. Aku merasa curiga dengan mereka, apa mereka yang mengatakannya dan mengancamku terus meminta uang padaku dan tidak-tidak. Aku yakin ini pasti orang lain. Iya, orang lain." Diman bermonolog sendiri, dia merasa jika anak buahnya berkhianat.     

Diman tidak tahu jika sebenarnya Bram sudah tahu karena anak buah Bram menangkap anak buah Diman dan saat ini, Bram berada di gedung tua untuk menemui anak buah Diman yang sudah babak belur dihajar oleh anak buah Bram.     

Drt ... drt ...     

bram melihat panggilan telepon dari Diman yang tentu panggilan telepon itu masuk ke telepon anak buah Diman.     

"Bosku. anak buahnya patuh juga ternyata. baiklah, kalau begitu diman sahabatku, kamu sudah mulai ketakutan kah? Kalau iya, aku akan buat kamu ketakutan. Mungkin peringatan tadi belum juga membuat kamu mengakui Diman, sekarang aku akan buat kamu lebih dari sekarang. Dasar pembunuh, kejam kamu Diman, orang yang tidak bersalah kamu bunuh. Apa salah Lina padamu hahhh! Apa kamu belum bisa menerima Lina memilih Deki, sialan kamu!" Bram benar-benar tidak percaya dengan apa yang Diman lakukan.     

Bram melihat anak buah Diman yang diikat dan tidak bergerak sama sekali. "Kalian jaga dia jangan sampai mereka kabur ingat itu. Jika mereka kabur maka aku yang akan menghabisi kalian semua."     

"Siap bos Bram." Anak buah Bram mengangguk dan mengiyakan apa yang di katakan oleh Bram.     

Bram pergi meninggalkan gedung tersebut, dia ingin menjemput Nona, karena dia ingin mengajak Nona pergi jalan-jalan.     

Di rumah Diman dia masih mencoba menghubungi anak buahnya tapi tetap sama. Akhirnya Diman menghubungi anak buahnya yang lain untuk mencari rekan mereka.     

Tut ... tut ...     

"Halo bos, ada apa bos?" tanya anak buah Diman yang saat ini di beri tugas mengawasi Nona.     

"Kalian ada bertemu dengan rekan kalian yang lain? Si Odoy dan anak buahnya? Saya hubungi si Odoy tapi dia tidak juga merespon sama sekali. Apa dia sudah jadi pengkhianat?' tanya Diman kepada anak buahnya.     

"Pengkhinat kenapa bos? Bukannya bos minta si Odoy melakukan perintah bos yang mencelakai wanita itu, kenapa bos malah mengatakan hal itu? Saya rasa tidak mungkin bos, soalnya dia pasti lagi sibuk dengan wanitanya. bos sudah hubungi anak buahnya yang lain?" tanya anak buah Diman yang lainnya yang bernama Ucup.     

"Eh Ucup. Kalau bisa saya hubungi nenek moyangnya. Kamu ini kalau ngomong itu tolong yang benar bisa? Jangan asal saja, saya itu bukan menuduh dia, tapi kalau memang dia pengkhinat bagaimana? Kamu mau gantikan nyawa si Odoy?" tanya Diman yang kesal dengan anak buahnya.     

"Jangan bos, dia saja yang bos bunuh. Coba saya hubungi dia ya, kalau ada kabar saya telepon bos lagi. Karena ini ada mobil yang kalau saya tidak salah itu mobil sahabat bos itu, bos Bram. Dia ke sini dari pagi dan sekarang dia datang lagi. Saya rasa dia mau bertemu wanita itu bos." ucup mengatakan kalau Bram datang ke kantor Nona kepada Diman.     

"Bram ke kantor Nona? Mau apa dia," gumam Diman dengan pelan.     

"Kamu awasi dan ikuti mereka. ingat jangan sampai ketahuan kamu dengan dia ya." Diman meminta anak buahnya untuk mengikut Bram dia ingin tahu Bram bersama siapa dan apa tujuannya di sana.     

Diman mengakhiri panggilannya. Diman menunggu kabar dari anak buahnya saja, dia yakin Bram bertemu dengan wanitanya.     

"Aku akan tahu di mana tempat tinggal wanita itu, aku yakin Bram menyembunyikannya. Jika sampai itu terjadi maka aku sulit mendapatkan wanita itu." Diman memijit keningnya, dia menggerutu sendiri karena tidak bisa membayangkan jika itu terjadi.     

Srettt!     

Diman menatap ke arah sekeliling, dia mencari sumber suara tapi tidak menemukannya. Mata Diman begitu tajam jadi dia tidak kesulitan mencari. Tempat pulpen bergerak dengan sendirinya. Diman bangun dari kursi kebesarannya dan mundur ke belakang.     

"Siapa di sana?" tanya Diman yang penasaran dengan suara tadi dan pergerakkan tempat pulpen.     

Brakkk!     

Akhhh!     

"Siapa itu! Keluar aku bilang! Jangan hanya menakuti saja! Aku tidak takut sama sekali. keluar aku bilang!" teriak Diman yang mulai keringat dingin.     

"Man, kenapa kamu membunuhku man? Kenapa? Salah aku apa Man?" tanya seseorang kepada Diman yang sudah mulai gelisah.     

"Apa yang kamu katakan hahh! Siapa yang membunuh kamu? Aku tidak membunuh kamu! Bukan aku yang membunuh kamu. bukan aku!" pekik Diman yang sudah kehabisan akal.     

Hahahahaha     

Gelak tawa dan suara jalan terdengar di telinga Diman. Diman mencari ke segala arah, namun tidak juga dia temui siapa yang berbicara padanya. Diman menghapus keringatnya, dia tidak bisa membayangkan jika itu Lina dan Narsih yang datang karena mereka berdua dia yang bunuh terlebih lagi Lina.     

"Aku mau kamu Man, aku ingin kamu ikut bersamaku Man. Ikut aku Man." suara seseorang lagi-lagi membuat diman merinding.     

"Pergi-pergi aku bilang. Jangan mengangguku. Aku tidak pernah melukai siapapun. Aku tidak menyakiti siapapun. Jadi jangan ganggu aku!" teriak Diman dengan kencang.     

Dua sosok muncul di depan Diman yang tentu membuat Diman menelan salivanya. Dia melihat sosok itu yang pernah dia bunuh. siapa lagi kalau bukan Lina dan Narsih. Keduanya menampakkan wujud ke arah Diman.     

"Man, aku datang Man. Aku minta kamu bertanggung jawab Man. Kamu sudah membunuhku Man. Aku tidak mau kamu pergi Man." Lina mendekati Diman perlahan dan Diman mundur sampai di sudut.     

"Man, ikut aku saja. Aku sudah lama menunggu kamu Man. Aku ingin hidup bersama kamu. Ayo ikut aku Man." Narsih mengulurkan tangannya ke arah Diman.     

Diman geleng kepala dan menjerit kencang. "Pergi aku bilang! Aku mohon pergi lah. Aku bilang pergi!" teriak Diman dengan kencang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.