Dendam Winarsih

Aku Di Teror



Aku Di Teror

0Diman yang menjerit histeris karena kedua sosok itu mendekatinya. "Mas Diman, bangun mas. Kenapa kamu tidur di sini?" tanya istri Diman Chaca.     

Chaca menepuk pipi suaminya yang tertidur di meja dengan kepala yang di topang dengan tangan. Diman yang pipinya di tepuk tersadar, dia terperanjat, karena kedatangan sang istri.     

"Kamu benaran istriku kan? Chaca?" tanya Diman kepada istrinya yang berdiri di dekatnya.     

"Iya, aku istrimu. Kamu mimpi buruk ya?" tanya Chaca kepada Diman. Diman menghela nafas panjang karena dia hanya mimpi dan beruntung dia di bangunkan oleh istrinya. Chaca yang melihat Diman hanya diam tanpa menjawab pertanyaan dari dirinya.     

Chaca menyergitkan keningnya dan menatap ke arah Diman. Chaca memegang kening Diman yang panas. Chaca terkejut karena suaminya demam.     

"Kamu demam ini? Kenapa bisa demam sih sayang? Duh kamu ini, baru di tinggal bentar udah demam dan mengigau saat tidur. Biasanya kamu tidak pernah seperti ini. Apa kamu banyak masalah ya?" tanya Chaca pada Diman.     

Chaca membawa Diman ke kamar untuk mengistirahatkan diri. Diman hanya bisa patuh, dia juga masih bingung, ini mimpi lagi apa tidak. Diman menatap ke arah istrinya dan menyentuh pipinya dengan lembut.     

"Kamu kenapa aneh gini sih mas. Ada apa sebenarnya hmm? Kamu tidak percaya aku ini istri kamu ya? Kamu pegang-pegang seperti itu. Sudah kamu istirahat aku mau ambil kompres untuk kamu, jangan kemana-mana kamu ya." Chaca keluar dan meninggalkan Diman sendirian.     

"Aku merasakan sesuatu yang aneh. Apa aku benar-benar bermimpi atau aku di teror oleh Narsih." Diman benar-benar tidak bisa berpikir.     

Diman melihat ke arah jendela, gerakan gorden membuat Diman mulai cemas dan mulai menyergitkan kening Diman tanpa sengaja melihat sosok berbaju putih.     

"Itu siapa ya?" tanya Diman dalam hati.     

Diman bangun dan mendekati jendela, Diman menyibak gorden untuuk meelihat siapa yang berdiri di sana.     

Grettt!     

Diman membuka kain jendela dengan lebar dan mencari sosok yang berbaju putih itu tapi tidak ada sama sekali. Kanan dan kiri Diman mencari sosok itu tapi tidak juga terlihat sama sekali.     

Chaca yang baru masuk heran melihat diman berdiri di jendala dan mebuka jendela. Chaca mendekati Diman dan ikut melihat ke jendela.     

"Kamu cari siapa di luar mas?" tanya Chaca yang heran melihat kelakuan Diman     

Diman terperanjat karena suara sang istri. Diman mengusap dadanya. Chaca menyerngitkan keningnya melihat suaminya yang terperanjat.     

"Kamu kenapa sih? dari tadi celingak-cleinguk. Siapa yang kamu cari hmm? Dari tadi aku tanya ada apa kamu bukan jawwab malah diam dan melamun saja. kalau ada msalah itu cerita mas. Jangan di tutup sendirian, percuma kamu punya aku tapi kamu tidak mau berbagi." Chaca hanya bisa diam dan terus memandang suaminya tidak menjawab pertanyaan dari dia.     

"Ada apa dengan suamiku ya?" tanya Chaca kepada dirinya sendiri.     

Diman duduk kembali di ranjang dan melihat chaca bediri. " Kamu kenapa di sana?" tanya Diman tanpa dosa.     

Chaca mendekati Diman dan dia mulai mengompres Diman. Diman memegang tangan Chaca. Chaca yang melihat suaminya memegang tangannya tersenyum.     

"Kamu sekarang jangan berpikir terlalu berat ya, ingat kamu harus tenang dan ingat banyak berdoa. Kita berdoa bukan karena kita banyak dosa saja. Tapi kita berdoa untuk diri kita sendiri kita sebagai manusia butuh ketenangan jiwa dan dengan berdoa kita bisa lebih dekat dengan sang pencipta. Jadi aku harap kamu jangan lupakan itu." Chaca memberikan nasehat dan semangat kepada Diman, hanya itu yang bisa Chaca sampaikan.     

"Cha. jangan tinggalkan aku ya, aku mohon padamu Cha bisa kan?" tanya Diman kepada sang istri.     

"Aku tidak akan tinggalkan suami aku yang tampan ini. Kamu harus terbuka ya. Jangan ada yang kamu tutupi dari aku. Aku tidak bisa melihat kamu seperti ini." Chaca memperlihatkan wajah sendunya.     

Diman menganggukkan kepalanya. Selesai merawat Diman. Chaca keluar untuk melihat buah hatinya. Diman tinggal sendiri di kamar. Suara ponsel Diman berbunyi. Diman mengambil ponselnya di nakas. Dia melihat nama penelpon.     

"Deki!" seru Diman dengan pelan.     

Diman mengangkat teleponnya. "Deki ada apa?" tanya Diman yang heran kenapa sahabatnya menelpon dirinya.     

"Aku di teror Man. Aku takut sekali. Narsih muncul di kamarku, aku harus apa ini?" tanya Deki kepada Diman.     

Diman yang mendengar apa yang dikatakan oleh Deki terkejut. Kenapa bisa sama dengan aku pikir Diman kepada dirinya sendiri.     

"Diman. Kamu kenapa diam saja, apa kamu mendengarkan aku?" tanya Diman kepada Diman.     

"aku Mendengarkan kamu Deki, aku cuma berpikir kenapa sama. Aku juga seperti itu. aku juga melihat dia di jendelaku dan barang-barang yang ada di ruang kerjaku berserakkan dan dia juga mengajak aku pergi Deki. Aku rasa jimat kita sudah tidak berfungsi lagi. Kita harus segera membawa wanita Bram jika tidak kita bisa meninggal." Diman menyarankan kepada Deki untuk membawa Nona ke dukun itu.     

"Tapi dia di jaga oleh Bram, kita mana bisa membawanya Man, kamu tahu kan anak buahku ketahuan berjaga di kantor wanita itu dan beruntung satu orang bisa kabur dan mengatakannya padaku. Sial sekali Bram itu, dia tidak memikirkan bagaimana sahabatnya." Deki menggurutu karena melihat kelakuan Bram yang terlalu mementingkan keinginannya sendiri.     

"Aku yakin kita bisa menmukan wanita itu. Aku sudah meminta anak buahku mencari dia. Anak buahku mengikuti Bram, tapi sampai sekarang anak buahku tidak mengabariku sama sekali. Aku juga heran kenapa anak buahku tidak mengabariku sama sekali. Aku jadi cemas apa anak buahku sekarang berada bersama Bram ya?" tanya Diman lagi.     

"Aku rasa iya. besok kamu ke rumahku saja ya. Aku mau membicarakan masalah ini." Deki meminta Diman untuk kerumahnya .     

"Baiklah kalau begitu. Aku akan kerumahmu. kamu tunggu saja aku ya di sana." Diman memutuskan untuk kerumah Deki esok hari.     

Panggilan keduanya berakhir, Diman menyimpan kembali telponnya, dia langsung mmikirkan anak buahnya yang tidak bisa dia hubungi dari tadi.     

"Apa mungkin mereka ketahuan dan apa mungkin itu suara Bram dan Bram yang mengancamku? Tidak, Bram tidak boleh tahu Lina aku yang bunuh karena Lina dan Bram masih satu keluarga, ini tidak boleh terjadi, bisa-bisa Bram memberitahukan ke Deki dan aku bisa di benci oleh Deki. Aku harus memanipulasi. Aku akan tuduh Bram yang merencanakan ini dan dengan begitu aku mudah membawa wanita Bram itu. Diman kamu pintar juga ya." Diman menemukan cara untuk membawa Nona, dia kan menjebak Bram dan dengan begitu Bram masuk penjara dan Nona bisa dia bawa dengan mudah.     

"Diman kamu benar bijak. Tidak salah otak kamu di sekolahkan, jika mengatur strategi licik ini kamu mahir. Ini akibatnya menjadi pengkhinat, aku akan buat kamu malu dan aku sekalian aku akan menghancurkan usahamu dengan kasus kematian Lina ." Diman tersenyum penuh kemenangan dia benar-benar senang karena selangkah lagi dia bisa menjauhi Narsih untuk selamanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.