Dendam Winarsih

Pergi Kamu Narsih



Pergi Kamu Narsih

0Narsih berdiri di dekat pintu kamar, Narsih melihat penghuni rumah wari wiri. Ian yang melihat Narsih berdiri menyerngitkan keningnya, dia heran kenapa Narsih berdiri di sana.     

"Mbak manisnya Dino, kenapa berdiri di pojokkan?" tanya Ian yang menghampiri Narsih.     

"Aku sedih, karena wanita dibunuh karena mengetahui masalahku." Narsih menunjukkan wajah sedihnya kepada Ian.     

Dino, Paijo yang mendengar apa yang di katakan oleh Narsih ikut mendekatinya. Narsih memandang keduanya yang menatapnya. Narsih hilang dari hadapan mereka bertiga.     

"Dia kenapa? Kenapa menghilang dari hadapan kita? Apa salah kita pada dia ya?" tanya Paijo yang heran melihat tingkah Narsih.     

Dino dan Ian mengangkat bahu menyatakan tidak tahu. Keduanya kembali duduk dan tidak lama mang Jupri dan mang Dadang datang menghampiri mereka.     

"Gagal, habis kita kali ini. Kita tidak bisa mendekati temannya Bram. Kami malah bertemu dengan wanita dan dia dekat dengan mereka. Kemungkinan istri salah satu dari mereka. Soalnya dia bertanya tentang masalah Narsih." mang Jupri menjelaskan apa yang terjadi di rumah sakit.     

"Tapi kenapa jam segini kalian baru sampai kalau gagal?" tanya Ian kepada keduanya.     

"Tadi kan sudah kami bilang. Ada wanita yang menanyakan masalah Narsih, kamu ini pikun atau apa sih, bingung aku tuh. Makanya kamu jangan kebanyakaan mikirin janda simpang, kalau mau nikahi, jangan godaiin saja." mang Dadang kesal karena Ian tidak menyimak.     

Ian menggarukkan kepalanya, dia bukan tidak menyimak tapi dia memang dia bertanya kenapa baru pulang. Bukan masalah yang lain.     

"Maksud aku itu mang, kenapa baru pulang kan selesai bicara dengan wanita itu sampai berapa lama rupanya? Kan tidak terlalu lama kan, jadi kenapa malam pulangnya. Duh, nih aki-aki buat emosi jiwa aja lah. Pengen aku ketuk ginjalnya," ketus Ian yang kesal dengan mang Dadang.     

"Ooo, bilang lah kalau begitu. Gimana lah kamu ini Ian. Pertanyaan harus jelas dan akurat. Jangan kanan kiri saja." mang Dadang membalas perkataan Ian dengan senyum jahil.     

"Ada kecelakaan, dan kalian tahu dia wanita yang kami jumpai di rumah sakit tempat teman Bram di rawat dan parahnya dia meninggal dunia dan dia ... gitu lah. Kami sedih dan kasihan lihatnya," ucap mang Dadang kepada Ian.     

"Maksudnya, wanita yang menanyakan masalah Narsih itu meninggal? Apa suaminya yang bunuh?" tanya Paijo.     

Toni datang membawa minuman dan menyuguhi ke Dino dan yang lainnya. "bisa saja itu bukan suaminya, tapi orang lain." Toni memberikan gambaran kepada mereka semua kalau bukan suaminya yang melakukannya.     

"Nah, kalau itu aku percaya sekali. Bisa saja dia melakukannya karena dia takut ketahuan dan ujung-ujungnya membunuh si wanita itu benar nggak?" tanya Paijo lagi.     

"Kasihan sekali nak Lina itu. Dia menikah dengan pria yang masa lalunya kelam." raut wajah mang Jupri terlihat sedih bila mengingat Lina yang dia jumpai.     

Narsih muncul dihadapan mereka semua. Ian memandang Narsih yang di depan mereka. "mereka sungguh kejam, dulu Narsih sekarang wanita itu, Nona bagaimana ya? apa dia baik saja ya?" tanya Ian kepada mang Jupri.     

"Nona baik saja, aku selalu mengawasi Nona. Bram aku lihat mengawasi Nona dan menjaga Nona lebih baik dan dia menjauhi Nona dari temannya itu. Dia selalu antar jemput dan pengawal di rumahnya juga banyak, aku saja heran di buatnya." mang Jupri menjelaskan apa yang terjadi di rumah Bram.     

Narsih memandang ke arah mang Jupri dengan tatapan tajam. Narsih pergi dari hadapan mereka semua. Narsih pergi ke rumah Bram dia ingin Bram menjauhi Nona. Narsih tidak menemukan Bram di rumah. Narsih pergi dari rumah Bram, dia pergi ke rumah Deki. Deki yang baru selesai menelpon langsung meletakkan telponnya.     

"Ka-kamu ke-kenapa ada di sini?" tanya Deki kepada Narsih.     

Narsih yang kepalanya masih ada golok memandang tajam ke arah Deki. Deki beringsut ke belakang, dia takut karena wajah Narsih menyeramkan. Narsih mendekati Deki yang ketakutan     

"Pergi kamu Narsih! Jangan dekati aku! pergi kamu!" teriak Deki dengan kencang di depan Narsih.     

Narsih tidak pergi sama sekali. Dia masih tetap mendekati Deki dan memandang Deki dengan tatapan tajam. Deki keringat dingin karena wajah Narsih yang menyeramkan dan nafas Narsih yang bau membuat Deki ingin muntah.     

"Tolong jangan sakiti aku. Aku mohon padamu, aku ingin kamu menjauh Narsih. aku baru berduka, jangan buat aku anak-anakku juga berduka. Tolong aku, menjauhlah," ujar Deki dengan memelas.     

"Kamu meminta aku menjauh, tapi kamu tidak tahu bagaimana aku merasakan saat kalian membunuhku. Aku mohon padamu tapi kamu tidak melakukannya, apa kalian menjauh hahhh!" teriak Narsih dengan kencang.     

Deki hanya bisa memandang dengan sendu, dia memang salah waktu itu, tapi itu bukan kesalahannya sendiri. Deki geleng kepala karena melihat Narsih yang sudah emosi.     

"Jangan mendekati aku, aku mohon padamu. pergilah!" pinta Deki dengan memohon ke arah Narsih.     

"Jauhi Nona, jika kamu tidak menjauhi dia maka aku akan menghabisimu. Kalian harus menerima hukuman dariku nanti, aku tidak akan membiarkan kalian hidup senang." Narsih pergi dan menjauh dari Deki.     

Narsih melihat ke arah Deki dan tersenyum kecil. "istrimu di bunuh oleh temanmu, sungguh menyedihkan sekali, karena mengetahui kebohonganmu, dia dibunuh. kalian benar-benar kejam sekali. Aku tidak menyangka sama sekali." Narsih mengungkapkan apa yang terjadi dengan istri Deki.     

Deki yang mendengar apa yang dikatakan oleh Narsih terdiam. Dia tidak percaya dengan yang di katakan oleh Narsih. Narsih menghilang dari hadapan Deki.     

"Lina dibunuh karena tahu bahwa aku seorang pembunuh? Tapi siapa yang membunuhnya? Sialan kalian semua, kalian sudah merebut istriku. Aku tidak akan terima, aku aja buat kalian menyesal karena sudah merampas istriku." Deki mengepalkan tangannya, dia geram karena dia mendengar apa yang di katakan Narsih.     

Narsih yang berdiri di luar jendela melihat ke dalam kamar Deki. Dia tidak beranjak sama sekali, dia ingin tahu, Deki tahu tidak siapa pelakunya. Deki masih geleng kepala dan memukul bantal.     

"Dia terlalu percaya dengan temannya, padahal temannya sudah merebut kebahagiaan dirinya. Aku akan ke rumah Nona, aku akan menanyakan apa yang terjadi dengan dia dan Bram." Narsih meninggalkan rumah Deki.     

Nona yang baru pulang langsung masuk kamar. Nona terkejut melihat Narsih berada di kamarnya. Nona mendekati Narsih yang berdiri di dekat jendela.     

"Kapan datang Mbak?" tanya Nona kepada Narsih.     

"Baru. Kamu cepat selesaikan semuanya. Jangan melupakan apa tujuan kamu di sini. Aku tidak mau kamu jatuh cinta dengan dia. kamu paham kan?" tanya Narsih dengan pandangan tajam.     

"Mbak jangan takut, aku tidak akan pernah jatuh cinta padanya. Dan akan melanjutkan misi ini secepatnya." Nona juga memandang tajam ke arah Narsih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.