Dendam Winarsih

Narsih Kenapa



Narsih Kenapa

0"Aku tidak tahu apa-apa. Aku hanya pusing memikirkan semua ini. kamu boleh pergi sekarang." Bram meminta sekretarisnnya untuk pergi dari ruangannya.     

Diman menatap ke arah Bram, dia bangun dan pergi begitu saja. Dia gagal untuk meminta baik-baik saatnya dia mengambil dengan paksa. Bram melihat kepergian Diman begitu saja. Bram menyandarkan kepalanya dan menghela nafas panjang. Bram mengusap wajah dengan kasar.     

"Aku harus bisa melindungi Nona, sepertinya dia akan mengambil secara paksa Nona." Bram menduga jika Diman akan mencari cara untuk mengambil Nona dengan paksa.     

Di rumah Dino hanya menatap Narsih yang menjerit, menangis itu saja yang dia lakukan sejak dia datang ke sini. Ian, Paijo dan Toni hanya menatap sendu ke arah Narsih. Mang Dadang yang duduk sambil nonton berita hanya melirik sekilas.     

"Kamu kenapa? Datang-datang nangis. Apa permen kamu diambil orang ya?" tanya Mang Dadang.     

"Aku benci dia? Aku sangat membencinya." Narsih menancapkan goloknya di dinding rumah Dino.     

Dino yang melihat tembok rumahnya bolong hanya bisa memijit keningnya. "Dino, mbak manis kamu kenapa? Apa dia kesambet jin atau setan ya?" tanya Ian yang memandang Dino yang wajahnya sudah kusut.     

"Iya benar, Narsih kenapa? Apa dia ada masalah atau dia sudah bertemu pacar baru tapi di tolak?" tanya Paijo yang berbisik.     

Paijo tidak mau Narsih tahu yang ada bisa kena sebat dengan goloknya. "bisa jadi mas. siapa tahu pacarnya ketahuan selingkuh," sambung Toni yang juga berbisik.     

Ketiganya terkekeh karena saling bertanya tapi semuanya salah. Mang Dadang yang melihat ketiganya tertawa sedangkan Narsih yang mengamuk dan Dino hanya diam sambil memijit kening membuat jiwa ke bapakaan mang Dadang muncul.     

"Narsih, jangan kamu rusakkan dinding itu. Dino tidak bisa memperbaikinya, genteng saja dia harus ngutang ke panglong, sekarang dia harus utang ke siapa lagi untuk perbaiki dindingnya yang kamu buat jebol itu. Kalau marah jangan seperti itu. Katakan apa masalahnya," kata mang Dadang kepada Narsih.     

Narsih menghentikan kegiatannya dan memandang ke arah mang Dadang. "dia menghinaku, dia jijik denganku dan dia tidak takut padaku mang," ujar Narsih.     

Malam-malam mereka harus mendengarkan isi hati Narsih. Tentu membuat mereka semua ikut kesal dan marah karena Narsih di hina. Ian mengepalkan tangannya dengan kencang.     

"Aku tidak menyangka, jika ada yang menghina mbak manis kita ini. Siapa orangnya mbak Narsih?' tanya Ian kepada Narsih.     

"Bram." Narsih mengatakan singkat padat jika Bram yang menghinanya.     

Semua orang yang mendengar apa yang dikatakan oleh Narsih mengangga. "Ka-kamu tidak salahkan?" tanya Dino yang tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Narsih.     

Narsih mengangguk, dia tidak mungkin salah sama sekali, dia mendengar sendiri apa yang di katakan oleh Bram.     

"Kamu ketemu dengan dia? Di mana? Apa kamu sudah membunuhnya?" tanya mang Dadang.     

Narsih geleng kepala dan tertunduk. Dia tidak bisa berkata apapun. "kita harus tahu, dia berkata seperti itu benar-benar dari hati dia atau dari mulut saja." mang Dadang memberikan penjelasan kenapa Bram mengatakan itu.     

"Maksud mamang apa? Apa dia takut dengan mbak Narsih makanya dia berkata seperti itu?" tanya Ian kepada mang Dadang.     

Mang Dadang mengganggukkan kepala dengan pelan. "mbak bilang apa ke dia? Hanya muncul saja atau mengatakan yang membuat dia marah?" tanya Dino lagi.     

"Aku meminta dia meninggalkan Nona, dia tidak mau dan dia juga menangkap anak buah Diman, karena Diman temannya itu membunuh istri temannya juga yang ingin menangkap Nona. Mereka sepertinya sudah pecah dan saling serang," ujar Narsih kepada semuanya.     

"Apa maksudnya? Gila sekali, ini benar-benar gila. Kemana hati si Diman itu. Apa yang dia bunuh temannya si Deki itu? Mang bukannya ada wanita yang bertemu mang waktu itu kan, jadi dia istri Deki yang di bunuh oleh Diman. di saat dia tahu kebusukkan suaminya." Dino menjelaskan apa menurut dia kejadian sebenarnya.     

"Wanita yang kami jumpai meninggal, sadis sekali, mungkin dia mengatakan kepada Diman itu. dan Diman marah pada wanita itu juga tidak terima karena wanita itu tahu kejahatan mereka. Tapi, suaminya tidak tahu pasti jika temannya yang bunuh. Duh, kejam sekali mereka, saya sedih melihat wanita itu." Mang Dadang masih ingat bagaimana wanita itu yang sendu menerima kenyataan suaminya seorang pembunuh.     

"Sudah jangan kamu pikirin lagi mbak, semua sudah terjadi juga, jangan kamu ikut campur masalah mereka, kamu harus jaga Nona saja, karena kita tidak tahu bram berubah atau tidak. Mang kita harus segera ke rumah sakit itu lagi, jimat teman Bram itu harus segera kita ambil." Dino meminta Narsih untuk tidak memikirkan apa yang Bram katakan dan meminta segera mengambil jimat.     

"Kenapa tidak kita biarkan dia meninggal sendirinya, jika dia tidak meninggal itu karena umurnya panjang. Mbak manis ingin membunuh dia, tapi dia tidak meninggal bagaimana?" tanya Toni lagi.     

"Kali ini mang setuju, kita biarkan dia. Kamu tidak masalahkan Narsih. Jika kamu tetap membunuhnya tapi dia masih selamat mau bagiamana lagi coba. Jadi kamu kejar Bram dan keduanya saja, dia yang kamu incarkan. itu semua ada di tangan kamu." mang Dadang menyerahkan semua kepada Narsih.     

"Mang, apa mang Jupri tidak ada kabar bagaimana Nona di sana. Nona sedikit jarang menghubungi aku, di kantor dia katakan sulit karena Bram terus menempel dengan dia. apa sulit dia merampas jimat itu?" tanya Dino.     

Mang Dadang memandang Dino, dia tidak tahu sulit atau mudah. Karena dia tidak melakukannya.     

"Aku tidak tahu sulit tidaknya. Jika dia mau mudah mendapatkannya ya, menikah dengan Bram. Itu pun jika Nona setuju, jika tidak maka ya gitu lah." mang Dadang mengatakan apa yang menurut mereka mudah.     

"Itu nggak benar mang, nggak ada dalam misi menikah mang. Aku tidak setuju. Lebih baik kita langgar dia hingga mobilnya terbalik dan dia masuk rumah sakit atau paling kejamnya meninggal." Dino menolak apa yang dikatakan oleh mang Dadang.     

"Kan kalian tanya ke mamang kan? Ya mamang kasih tahu lah. Apa salah? Tidak kan? Jadi jika tidak terima ya sudah. kita harus tunggu malaikat maut datang dan cabut nyawanya." Mang Dadang pun hanya bisa memberikan saran ke pada ke empatnya dan Narsih.     

"Kenapa makin rumit ya? Aku pikir dengan Nona di sana Bram mau menuruti apa yang Nona katakan, aku yakin jika Nona minta jimat itu di buka Bram akan buka." Ian lagi-lagi mengatakan apa yang di pikirkan.     

"Aku berpikiran sama dengan mang Dadang, bukan berarti aku menginginkan Nona menikah dengannya, tapi aku rasa jika tidak seperti itu maka kita tidak mendapatkannya." Paijo menambahkan apa yang mang Dadang katakan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.