Dendam Winarsih

Mampu Kah Aku



Mampu Kah Aku

0Nona yang selesai solat bangun dan melihat Narsih ada di belakangnya. dia menyerngitkan keningnya ke arah Narsih yang berdiri di sudut pintu.     

"Kenapa mbak? Apa yang mengganggu pikiran mbak Narsih?" tanya Nona sambil melipat telekungnya.     

Narsih hanya geleng kepala ke arah Nona. Nona duduk di sofa ujung sambil menatap ke arah luar. Narsih yang berdiri di sudut sudah tiba di samping Nona. Nona hanya geleng kepala melihat Narsih yang gelisah.     

"Kalau tidak di bawa cerita akan sulit dan bisa sakit kepala itu bagiku nggak tahu dengan mbak ya, karena kita beda alam." Nona tersenyum ke arah Narsih.     

Akhirnya Narsih membuka suaranya ke Nona. "mampu kah aku membalaskn dendamku, bila ada pihak yang akan di sakiti dan akan kehilangan nantinya," ucap Narsih.     

"Kalau masalah mampu atau tidak mampunya, itu terserah mbak saja, saya karena mampu nggaknya mbak itu tergantung oleh mbak sendiri. Saya tidak bisa mengatakan jangan dan iya lakukan, itu terpulang oleh diri kita masing-masing saja, mbak maunya seperti apa, mbak yang tahu bukan saya," ucap Nona kepada Narsih.     

Narsih pun tidak menjawabnya, dia hanya bisa diam mendengar apa yang Nona katakan. Dendam dia terhadap pembunuh dirinya membuat dirinya harus memikirkan lebih dalam lagi, terlebih melihat anak kecil yang tadi bermain dengannya sanggupkah dia membunuh ayahnya sedangkan ibu mereka di bunuh juga.     

Nona melihat di sebelah dan ternyata Narsih sudah tidak ada di sebelah. Nona masih tetap duduk dia tidak bisa mengatakan jika dia itu dalam keadaan tidak baik. Sampai kapan dia di sini dan menunggu jimat itu di ambil oleh dirinya sendiri.     

Di tempat berbeda, Deka yang koma akhirnya bangun dia membuka matanya di saat tidak ada yang tahu dia sudah siuman. Wajah Deka yang masih terlihat pucat tersenyum kecil.     

"Aku sudah sadar, aku tidak boleh berada di sini lama-lama, karena aku harus segera membalas dendam kepada Narsih yang sudah membuat aku seperti ini dan juga wanita yang wajahnya mirip dengan Narsih." Deka yang sadar tiba-tiba berkata seperti itu, dia ingin membalaskan dendamnya kepada Narsih dan Nona.     

Ceklekk!     

Pintu ruang inap Deka terbuka, terlihat suster datang dan terkejut pasiennya sudah membuka mata. Dengan cepat suster menekan tombol biru untuk memanggil dokter, Tidak berapa lama dokter datang ke kamar Deka. Dokter memeriksa keseluruhan Deka dan Deka sudah pulih walaupun masih belum pulih benar dia harus banyak istirahat dan tidak banyak bergerak terlalu banyak.     

"Pak Deka. Anda harus banyak istirahat jangan banyak gerak, masa pemulihan Anda bisa seminggu lebih, jadi anda tidak boleh banyak gerak ya," ujar dokter kepada Deka.     

"Baik dokter. Terima kasih karena sudah mau membantu saya selama saya sakit seperti ini. Saya harap saya bisa segera pulang." Deka berharap dia pulang dan membuat perhitungan dengan keduanya.     

Deka melihat kedatangan istri yang senantiasa menemaninya, Deka sudah dipindahkan ke ruang inap biasa, ruangan VVIP.     

"Mas, aku senang kamu sudah sehat dan pulih, jangan buat aku sedih dan karena kamu koma, aku takut kamu tidak bangun lagi. anak-anak merindukan kamu di rumah," ucap istri Deka yang bernama Dila.     

"Aku juga merindukan mereka, aku ingin bertemu dengan mereka. Apa yang terjadi selama aku koma? Apa temanku ada datang ke sini?" tanya Deka kepada istrinya.     

Istri Deka mulai sedih, dia mendengar kabar meninggalnya istri Deki. Meninggal karena kecelakaan mobil dan tidak bisa di selamatkan. Deka yang melihat istrinya Dila sedih curiga, apa ke tiga temannya sudah di bunuh pikirnya lagi.     

"Apa mereka meninggal? Temanku meninggal dunia kah?" tanya Deka kepada Dila.     

Dilla geleng kepala ke arah Deka. "Bukan mereka yang meninggal, tapi istri Deki yang meninggal. Dia meninggal kecelakaan dan membuat Deki terpukul. Sekarang dia di rumah bersama anaknya, Diman bilang dia belum bekerja sama sekali. Kasihan dengan anaknya si Della itu, dia masih kecil dan pasti mencari ibunya." ucap Dila kepada Deka suaminya.     

Deka terdiam mendengar apa yang terjadi, dia juga sangat sedih, karena yang dia tahu Deki dan istrinya sangat serasi. Dila mengusap pelan tangan suamnya yang melamun.     

"Kita lupa memberitahu jika kamu sudah siuman, aku akan kasih tahu temanmu ya," ujar Dila kepada Deka.     

Deka pun mengangguk pelan, dia mau temannya tahu jika dia sudah siuman dari komanya. Dilla menghubungi Diman tapi tidak di angkat sama sekali, dia juga menghubungi Bram dan Deki keduanya tidak di angkat juga. Deka yang melihat istrinya tidak bisa menghubungi temannya tersenyum.     

"Sudah, nanti saja kamu telepon mereka, aku tidak masalah mereka tidak tahu. Lagian mereka juga kan banyak kerjaan jadi biarkan saja. Nanti kalau sudah keluar dari sini, aku akan jumpai mereka satu persatu." Deka meminta istrinya tidak menghubungi mereka bertiga.     

Dila pun menganggukkan kepalanya dan menyimpan kembali teleponnya. "Kamu makan dulu, jangan terlalu lama makan kamu, nanti sakit pula."     

Dila pun mengganggukkan kepalanya, dia menunjuk ke arah nakas yang sudah ada makanan yang dibawa dari rumah. Dilla bangun dan langsung ke arah nakas untuk menyiapkan makanannya.     

"Kenapa mereka tidak mau mengangkat telpon dari Dila? Apa selama ini tidak ada satu orang pun yang datang ke sini untuk menjengukku?" tanya Deka dalam hatinya.     

Deka tersenyum ke arah Dilla, dia tidak mau Dila tahu kalau dia memikirkan sahabatnya itu. Di tempat lain, tepatnya di kantor, Diman bangun dan melihat sekitar, dia tertidur di kantor semalam. Diman memijit keningnya yang sedikit pusing.     

"Aku begitu banyak minum, aku tidak pernah seperti ini, apa semalam terjadi sesuatu, ruanganku berserak sekali, akhh! pusingnya kepalaku," gumam Diman yang kepalanya sedikit nyut-nyut.     

Ceklekkk!     

Pintu kantor Diman terbuka terlihat OB yang masuk dan ingin membersihkan ruangannya. OB kaget karena bosnya berada di ruangannya.     

"Maaf Pak, saya tidak tahu anda di sini. Saya pikir bapak tidak ada di sini," ucap OB Diman.     

"Tidak apa, saya juga yang ketiduran di sini. Sudah jam berapa ini ya?" tanya Diman kepada OBnya.     

"Masih jam setengah tujuh pak Diman. Anda mau pesan sesuatu? Jika iya, nanti saya buatkan!" tawar OB kepada Diman untuk dibuatkan minuman.     

"Tidak, saya mau pulang dan ganti pakaian." Diman langsung bergerak pulang, dia sudah gerah dan dia yakin istrinya pasti mencari dia karena tidak pulang. Diman juga merasakan kalau wajah sedikit sakit karena pukulan Bram semalam dan berujung dia minum dan tidur di kantor.     

"Sepertinya aku melihat ada Narsih semalam di kantor, apa dia ke kantorku?" tanya Diman yang sedikit melamun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.