Dendam Winarsih

Salah Kamar Mang



Salah Kamar Mang

0"Makanya jangan asal masuk saja, kayak rumah sakit ini punya dia saja. Lihat kan salah kamar mang kita. Mang harus tanggung jawab, kita harus segera keluar dari sini," ujar Ian yang mulai kesal dengan pertanyaan dari mang Jupri.     

"Saya sudah tua, jadi wajar saya lupa dan bisa saja saya rabun, tidak rabun kali tapi saya tidak jelas dan bisa saja saya ngantuk," ucap mang Jupri sekenanya.     

Ian mendengus melihat mang Jupri berbicara ngelantur. "Ini kalau ikut orang tua, tahunya alasan terus, tadi sudah tua, terus beralih ke rabun ayam sekarang ngantuk. Kalau begitu ya mang, lebih baik kita tidur saja. Malam-malam kerayapan kayak kalong." Ian kesal karena mang Jupri terlalu banyak alasan.     

"Sudah, jangan buat masalah di kamar ini. Lihat mereka tidak bisa tidur dengan tenang," Toni membuat candaan garing yang tentu Ian emosi.     

"Paijo, bunuh orang satu dengan orang dua sama tidak hukumannya?" tanya Ian kepada Paijo.     

Paijo tertawa mendengar apa yang temannya katakan, dia hanya bisa geleng kepala melihat ketiganya, di saat serius mereka malah bermain. Mang Jupri tersenyum kecut dia tahu jika dia salah. Mang Jupri berjalan ke pintu untuk melihat situasi. Dino heran dengan mang Jupri bukannya mau diskusi dia malah mengintip.     

"Ini sebenarnya kita mau apa di sini, katanya cari tempat aman, tapi kenapa malah seperti ini jadinya. Emang kalau bawa orang tua dalam misi ini ya seperti ini, Paijo kalau dia orang bunuh satu orang hukumannya sama tidak?" tanya Dino yang mulai kesal.     

Paijo lagi-lagi terkekeh karena ulah dari keduanya sahabatnya. Ian yang tahu Dino kesal hanya bisa mencibir.     

"Emang enak di buat kesal sama pak tua itu. makanya aku dengan dia jarang pas, ya kayak gini lah. Menyebalkan bukan?" tanya Ian yang tersenyum mengejek.     

"Emang menyebalkan," sambung Toni.     

Semua tertawa geli melihat kelakuan mang Jupri. Mang Jupri yang di masih mengintip melihat kearah mereka yang menertawakan dirinya. Mang Jupri berjalan kearah mereka dan memandang ke arah ke empatnya.     

"Kalian kenapa? Kita ini sedang mencari jimat itu kenapa malah tertawa kalau mereka bangun baru tahu kalian," ketus mang Jupri yang melihat mereka tertawa.     

Brakkk!     

"Mati anak ayam goreng!" Ian latah mendengar suara yang cukup kencang dari ruangan itu.     

Semua merapat ke arah mang Jupri dan mang Dadang. Mang Dadang juga ikut memeluk mang Jupri. Dia takut jika ada yang bangun di antara mayat yang tidak di ambil oleh keluarganya.     

"Su-suara apa itu?" tanya Toni.     

"Yang pasti bukan suaraku. Jadi, kamu harus bedakan. Mang, maju sana cepat kita keluar dari sini. Kita pura-pura mau ambil bekas piring makan mereka atau sampah saja," Ian memberikan saran kepada mang Jupri agar mereka bisa keluar dari sini.     

"Kenapa baru sekarang kamu kasih tahu Ian Sutian! Sekarang kita harus apa coba?" tanya Mang Jupri yang kesal Ian baru memberikannya ide.     

"Lagian mamang juga, kenapa pakai acara ngintip, aku akan bingung, padahal dia sendiri yang katakan cari ide dia yang seperti ini. Dasar pak tua," sindir Ian yang teramat kesal dengan mang Jupri.     

"Teman-teman, apa kita hanya berdiam diri saja, coba lihat itu, dia sudah bangun. Ayo kita pergi segera, aku takut sekali. Kabur!" Teriak Ian dan di susul Toni yang ikut kabur dari hadapan ke tiganya.     

"Eh, kita di tinggal. Ayo kita pergi dari sini. Kita tidak aman di sini, kita segera ke tempat temannya Bram." mang Jupri pun akhirnya pergi bersama yang lain.     

Dino melihat troli bekas makanan, dia berjalan mendekati troli dan membawa kabur. Mang Dadang yang melihat Dino membawa troli makanan langsung membantu Dino. Mang Jupri mengacungkan jempol ke arah keduanya.     

"Aku di sini saja ya, aku tidak kuat lagi. Dadaku sesak sekali, tolong ya kalian saja. Anak berdua itu benar-benar pergi, kemana perginya anak itu," gumam mang Jupri kepada dirinya sendiri,     

Dino dan mang Dadang mengetuk pintu ruangan inap sahabat Bram. Tok ... tok ... istri Deka yang mendengar suara ketukan beranjak dari tempat duduknya menuju pintu.     

Ceklekkk!     

Dino dan Mang Dadang tersenyum ke arah wanita yang membuka pintu. "Ada apa ya?" tanya istrinya Deka yang bernama Dila.     

"Maaf kami mau ambil piring kotor dan sampah. Apa bisa bu?" tanya mang Dadang dengan sopan.     

"Oh, bisa masuk saja. Ada sampah juga itu tolong ya," ucap Dila dengan lembut dan mempersilahkan keduanya masuk ke dalam kamar Deka.     

Dino melihat ke arah tempat sampah yang di tunjukkan oleh wanita yang menurut perkiraan dia adalah istrinya. Mang Dadang melirik Dino dan tentu saja Dino juga melirik ke arah mang Dadang.     

"Permisi ya," ucap mang Dadang kepada wanita yang mempersilahkan dia masuk.     

Mang Dadang dan Dino terus menyisir di mana tempat diletakkan jimat oleh sahabat Bram. Dino mendengar bisik-bisik di telinganya. Dino menoleh dan melihat ada Narsih di sebelahnya. Dino terkejut melihat ada Narsih.     

"Jimatnya di lehernya, kita kalah cepat Dino, harusnya kita datang saat dia belum sadar. Lebih baik kamu pergi, karena temannya akan datang. Ketiganya datang ke sini dan jika kalian tidak segera pulang maka kalian akan ketahuan oleh mereka," ujar Narsih yang mengatakan kalau Bram dan yang lainnya akan datang ke sini.     

Dino yang mendengar apa yang di katakan oleh Narsih mulai panik, Dino bergegas membawa semuanya dan memberikan kode ke mang Dadang. Mang Dadang yang tahu kode dari Dino langsung pergi sebelum itu, mereka pun pamitan dengan wanita yang telah memperbolehkan mereka masuk.     

"Kami permisi dulu bu, terima kasih dan semoga bapak cepat sembuh." mang Dadang menundukkan kepala ke arah Dila.     

"Terima kasih," jawab Dila dengan lembut.     

Dino dan mang Dadang yang berada di ruang inap sahabat Bram mendorong troli dan bergegas keluar. Sampai di luar, mereka berjalan cepat. Troli di biarkan begitu saja. Dino dan mang Dadang bersembunyi dan sekali-kali mereka melihat ke arah kamar sahabatnya Bram, benar saja ketiganya masuk ke kamar. Dino melihat wajah Bram sedikit datar dan tidak ada senyum begitu juga ke tiganya.     

"Mereka sudah mulai pecah kongsi. Aku merasa Bram tidak mau ke sini tapi di paksa oleh temannya itu." Mang Dadang berasumsi jika mereka sedang pecah karena masalah Nona yang mau mereka culik.     

"Kita lebih baik pergi dari sini. Kita tidak mungkin mendengar apa yang mereka katakan. Sekarang, kita cari mang Jupri dan yang lainnya. Takutnya, mereka nyasar, bahaya kalau ketahuan," ucap Dino yang segera pergi dari tempat persembunyiannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.