Dendam Winarsih

Jangan Sentuh Dia



Jangan Sentuh Dia

0"Punya anak buah tidak ada yang benar. Semuanya selalu membuat aku muak, aku minta cari wanita itu kalah dia mencari hantu itu. Kalau mau cari hantu itu nanti saat wanita itu di tangan kita, dasar bodo," Deka kesal anak buahnya tidak juga dia dapatkan.     

Anak buah Deka yang sudah meninggalkan ruang inap bosnya memandang ke arah bosnya dan tentu saja saat di mobil wajahnya cemberut. Anak buahnya memandang ke arah bos mereka.     

"Kenapa bos Oceng, kita di pecatkah?" tanya anak buahnya yang bertubuh tambun.     

"Bukan di pecat Doni, tapi diminta untuk ke dukun, kita ini menculik manusia bukan hantu. Kenapa harus culik hantu semalam. Bukannya cari mati namanya. Kamu tahu sendiri kan bagaimana kejamnya hantu semalam. Jadi, mana berani aku." Oceng menjelaskan ke anak buahnya yang lain.     

"Dia bilang apa bos?" tanya rekannya yang lainnya.     

"Dia minta kita bawa wanita dan pria tua yang waktu itu kita culik. Dan wanitanya aku tanya ke dia tidak tahu kan dia ingat kan, dia bilang apa ke kita. Nah, kita di minta untuk pergi menangkap wanita tapi pakai jimat agar hantu semalam tidak bisa mendekati kita, setelah itu kita serahkan wanita itu dan biarkan wanita hantu itu yang bos Deka tangkap. Nah, kalau hantu itu datang pas kita tangkap wanita itu bagaimana?" tanya Oceng.     

"Benar kata bos Deka. Kita harus pakai jimat, biar saat kita tangkap wanita itu, hantu itu tidak bisa ganggu kita, setelah itu baru kita serahkan wanita itu, biarkan saja hantunya ganggu Bos Deka. Kita jangan ikut campur juga, bagaimana?" tanya anak buah Oceng.     

Oceng berpikir sejenak, dia tidak mungkin salah menanggapi maksud bosnya tadi. Oceng menepuk jidadjya, dia benar-benar salah dalam menanggapi apa yang bosnya katakan.     

"Ayo kita ke dukun itu, kita tidak mungkin menangkap gadis itu tanpa pegangan yang bos Deka katakan. Bisa mati konyol kita di buatnya." Oceng meminta anak buahnya untuk pergi ke dukun.     

Anak buah Oceng akhirnya menurut apa kata bosnya. Dia akan ke dukun, jarang tempuh lumayan jauh jadi mereka segera ke sana.     

Dino yang sudah selesai mandi dan berpakaian bergegas ke luar untuk sholat berjamaah, yang lain sudah pada menunggu. Selesai sholat mereka duduk sebentar sambil berbincang.     

"Kalian tidak makan dulu, saya sudah masak bubur ayam ada juga nasinya sama lauk pauknya." mang Dadang menawarkan mereka untuk sarapan.     

"Nanti saja mang, masih pagi kali, takutnya kita kelaparan dan tahu sendiri kan kami ini perut karet semua." Arya kelakar ke arah mang Dadang dan membuat si mamang tertawa geli.     

"Sudah, kalau tidak mau makan juga tidak apa, lagian masih pagi juga, nanti kalau kamu lapar boleh makan langsung," mang Dadang tidak memaksa siapapun untuk makan.     

Dino termenung memikirkan apa yang terjadi, dia heran kenapa bisa Deka yang baru sadar berani menculik dirinya. Pundak Deka di tepuk pelan. Deka pun tersentak dan tersenyum kepada mang Dadang.     

"Apa yang kamu pikirkan? Kenapa kamu melamun hmm? Jangan mikirkan Deka, saya yakin kalau dia pasti ingat waktu di rumah sakit itu, dia mengincar Nona. Jadi, dia mencariku dan menanyai di mana Nona. Tapi, yang anehnya, kenapa dia bisa tahu saya? Apa ada kamera yang mengawasi kami ya?" tanya Mang Dadang kepada Dino.     

Dino menatap mang Dadang yang lagi-lagi menyebut Nona yang di incar oleh sahabat Bram. Yang mengincar Nona adalah orang yang baru sembuh dari koma. Mang Dadang tahu jika Dino sedikit mengkhawatirkan Nona.     

"Yakin saja, kalau Nona baik dan bisa aman sampai misi ini berhasil. Tidak lama lagi kok kita akan selesaikan semuanya. Nona pasti bisa mengambil jimat itu," ujar Mang Dadang kepada Dino.     

Ketiga sahabat Dino mengangguk pelan, mereka juga ikut mengkhawatirkan Nona yang terus menjadi incaran sahabat Bram. Mang Dadang bangun dan mengajak mereka makan.     

"Ayo makan, kalian kan mau kerja, nanti telat. Sekalian kasih tahu Nona akan masalah ini. Mamang mau dia waspada, karena ada satu yang mengincar dia, dengan begitu dia menghindar dan bisa mencari cara menjauh dari dia, walaupun Narsih menjaga dan mengawasi mereka, tetap Nona harus bisa jaga diri," ujar mang Dadang.     

"Kami akan mengatakan ke Nona mang, kami juga akan menjadi penjaga Nona di kantor, karena di luar tidak mungkin, karena Nona bersama Bram." Ian pun tidak mau Nona menjadi tumbal mereka semuanya.     

"Nona, pasti akan bisa menjauhi si pasien itu. Kalian jangan lupa, Nona lebih cerdik dari kita," ujar Paijo kepada sahabatnya.     

Semua menganggukkan kepala dan tersenyum kecil. Mereka akhirnya sarapan bersama. Hari berganti malam, Dino mengatakan ke Nona apa yang terjadi, dan tentu Nona sedikit sedih karena ada lagi yang menginginkannya.     

"Nona, kamu tahu tidak kalau aku selalu mengkhawatirkan kamu, aku tidak mau kamu pergi bersama dia, rasanya aku tidak rela," ucap Dino yang tengah duduk di atas gedung kantor yang ada tempat khusus untuk karyawan untuk menenangkan diri dari jenuhnya pekerjaan.     

"Aku juga, aku ingin menjadi diriku sendiri, aku tidak ingin menjadi orang lain. Orang yang bisa kemana-mana tanpa di buru. Tapi, kita harus bisa lebih baik dan tidak mempermasalahkan, kita juga sudah berjanjikan untuk membantu Narsih, jadi kita lanjutkan terus kan Dino, jangan setengah jalan. Aku sudah ada ide, aku akan Terima tawaran untuk menikah dengan dia karena dengan begitu kita cepat selesaikan, aku juga mudah melakukan semuanya," ucap Nona yang membuat Dino terkejut.     

"Kamu tidak seriuskan? Jangan ambil keputusan yang membuat aku kecewa Nona. Bagaimana dengan aku Nona, kamu tidak mikirkan aku hmm? Kamu tidak mencintai aku kah?" tanya Dino kepada Nona.     

Nona hanya diam, dia menikmati malam yang tidak ada bintang dan kilatan petir terlihat di awan yang akan hujan. Nona bisa apa jika dia tidak bisa mundur lagi dan tidak bisa berbuat apapun. Nona mengingat saat Bram memberikan pilihan untuk dirinya. Menikahi dia atau dia akan melihat Dino terluka dan terbunuh. Kali ini, Bram menunjukkan sifat aslinya.     

Nona hanya bisa menerima, dia tidak mau Dino terluka. Biarkan dia yang merasakan sakit dari pada orang yang dia cintai. Dino yang tidak mendapatkan jawaban dari Nona hanya pasrah. Bram yang datang menjemput Nona tidak mendapatkan keberadaan Nona. Bram bertanya kepada karyawan yang ada di kantor berita Nona.     

"Dia di atap khusus pak, naik saja dari tangga itu. nanti bisa lihat ada pintu dan di sana lah atap khusus untuk karyawan bersantai. Bram pun menganggukkan kepala dan langsung ke sana. Tapi saat membuka pintu ada Nona dan sahabatnya di sana. Bram mengepalkan tangan melihat keduanya sedang membahas masalah yang terjadi.     

Bram masuk dan mendekati keduanya. Bram berdehem dengan keras. Keduanya terdiam dan memandang ke arah belakang.     

*Jangan ganggu dia dan jangan sentuh dia. Karena dia milikku sekarang dan selamanya paham kamu!" Bram memperingati Dino agar menjauhi Nona.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.