Dendam Winarsih

Pengorbanan Nona



Pengorbanan Nona

0Nona terkejut dengan perkataan Bram dan kedatangan dia. Siapa yang mengatakan dia di sini tidak mungkin ini perbuatan temannya. Bram mendekati Nona dan memandang tajam ke arah Nona dan Dino.     

Tarik kan tangan Bram membuat Nona terseret kencang dan masuk dalam tubuh Bram. Dino yang melihatnya hanya bisa mengepalkan tangannya dengan erat.     

"Jangan mencoba memperngaruhi Nona dengan aksi heroik kamu sialan. Kamu dan dia hanya sahabatan dan tidak akan pernah bisa bersama, harusnya kamu sadar diri saja. Ayo Nona, kita pulang. Sudah malam, tidak baik keluar terlalu malam, takutnya kamu bisa sakit." Bram membawa Nona pergi dan meninggalkan Dino begitu saja.     

Nona pasrah karena dia sudah mengambil keputusan untuk bisa dekat dengan Bram demi jimat itu, dengan dia dekat Bram sahabatnya tidak akan mendekati dia dan mereka bisa cepat membayar kesalahannya di masa lalu.     

Ketiganya datang menghampiri Dino yang hatinya kini kecewa dan bukan hanya dia saja yang datang Narsih juga datang dan mendekati Dino. Ian tahu jika saat ini Dino tidak mau di ganggu jadi dia hanya duduk dan diam.     

"Ayo kita pulang. Kasihan mang Dadang di rumah. pasti dia menunggu kita. Kalian sudah makan belum. Ayo kita makan dulu, tapi kita bawa pulang saja. Makan bersama dengan mang Dadang saja, biar akrab kita semua." Dino berusaha untuk tetap tenang dan tidak terbawa suasana.     

Dino tahu hal ini pasti akan terjadi konsekuensi ini benar-benar akan dia rasakan. Tidak mungkin, dia tinggal di sana tapi misinya tidak dilaksanakan dengan baik, yang ada Narsih tidak akan mendapatkan keadilan, entah dalam bentuk apa yang penting keadilan yang pantas di dapat Narsih .     

"Ayo lah. Kita cari apa nih? Ayam bakar apa ikan? Kalau aku ikan saja, lagian nambah sedikit saja uangnya." Ian pun ikut apa yang Dino katakan, dia paham, Dino tidak mau menunjukkan kesedihan dirinya. lebih baik dia diam dan tidak menanyakan hal ini. Jika dia akan menceritakannya kepadanya, Ian pasti mendengarnya.     

"Baiklah. Kita akan pulang sekarang. Ngomongin masalah Narsih, aku lihat dia tadi, dia seperti menunggu sesuatu lah. Tapi, aku tahu apa dia pikirkan. Apa dia memikirkan emak dan abahnya ya?" Tanya Ian kepada yang lainnya.     

Ian dan yang lainnya turun ke bawah, mereka membahas banyak hal. Tanpa Mereka sadari, mereka semua sudah sampai dia parkiran. Paijo yang bertugas sebagai supir masuk mobil disusul oleh yang lainnya dan langsung melesat ke rumah.     

Bram yang bersama dengan Nona di mobil, tidak ada yang membuka pembicaraan. Mereka tidak tahu jika Narsih ada di depan mereka. Narsih sedih melihat pengorbanan Nona, yang luar biasa untuk membantu dirinya. Mobil akhirnya sampai di rumah Bram, keduanya keluar dari mobil dan masuk ke dalam kamar masing-masing.     

Bram yang di dalam kamar hanya bisa mengepalkan tangannya dan benar-benar ingin membunuh Dino. Dia takut jika Dino akan merebut dan mempengaruhi Nona.     

"Sial! Kenapa di saat seperti ini, dia harus muncul? Aku tidak mau, jika Nona terpengaruh dan membatalkan apa yang sudah dia katakan kepadaku bagaiamana? Sial kamu Dino! Awas saja jika dia tidak mau menikah denganku, aku akan buat kamu menyesal dan menerima akibatnya." Bram benar-benar emosi dia tidak akan menerima penolakan yang mengakibatkan dia dan Nona tidak jadi menikah.     

Malam sebelumnya, Nona yang sudah menjalankan solat untuk menentukan pilihannya harus segera memutuskan apa yang akan dia lakukan. Saat melihat Narsih yang sedih, di saat itu dia mulai merasakan jika dia tidak bisa melakukan apapun. Dan saat itu juga, dia memutuskan untuk menerima lamaran dari Bram dan dengan begitu dia akan bisa dan mudah mengambil jimat itu. Dia yakin kalau jimat itu akan di lepas, tapi kapan dia tidak tahu sama sekali.     

Nona berjalan menuju kamar Bram dan mengetuk pintunya. Bram yang mendengar suara ketukkan pintu membuat menyerngitkan keningnya. Bram berjalan ke arah pintu dan membuka pintunya.     

Ceklekk!     

Bram terkejut Nona di depan kamarnya. Nona tersenyum ke arah Bram. "ada apa Nona? Kamu butuh sesuatu ya?" tanya Bram kepada Nona.     

"Aku mau bicara empat mata nih, bisa tidak ya?" Tanya Nona kepada Bram.     

"Bisa Nona, ayo kita ke sana. Lebih santai dan tidak kaku. Kamu ini, mau bicara saja wajahnya kaku sekali. Ada apa sih?" tanya Bram yang sudah berjalan keluar menuju ruang keluarga di lantai dua.     

Keduanya duduk dengan santai, tidak ada yang berbicara sama sekali. Keduanya diam dan hanya saling pandang, Bram memecahkan kesunyiannya yang terjadi.     

"Ada apa? Katanya kamu mau bicara? Kenapa tidak bicara juga hmm?" Tanya Bram.     

Nona tersenyum kecil. Dia menarik nafas dan melihat ke arah Bram. "apa yang waktu itu masih berlaku?" Tanya Nona dengan tatapan penasaran.     

Bram yang mendapatkan pertanyaan dari Nona merasa heran dan tidak tahu arah pembicaraan dia ke mana. "Maksudnya apa Nona?" tanya Bram llagi     

Bram tidak mau berkata apapun, dia harus tahu maksudnya apa, karena Bram takut salah. nona menarik nafas panjang dan melihat ke arah Bram     

"Kamu waktu itu melamar aku kan? Apa itu masih berlaku?" tanya Nona kepada Bram.     

Bram yang mendengar apa yang Nona katakan sedikit terkejut, dia tidak tahu kalau dia akan menerima kenyataan kalau Nona bertanya tentang masalah lamaran yang dia katakan tempo hari.     

"Kenapa kamu bertanya seperti itu? Apa kamu tidak salah bicara Nona?" Tanya Bram kepada Nona lagi.     

"Aku mau menjawabnya dan aku bersedia menikahi kamu, itu pun jika masih berlaku dan jika tidak berlaku tidak apa, mungkin aku akan pindah dari sini saja. Tidak enak, kalau tinggal tanpa status, aku akan hadapi semua yang terjadi, termasuk teman kamu yang mau jadikan aku tumbalnya, aku tidak masalah Bram mungkin sudah takdir aku seperti ini, jadi harus terima," Nona berusaha membuat Bram menerimanya, walaupun dia tahu kalau Bram pasti menerimanya.     

Bram mendekati Nona dan meraih tangannya dan menggenggam tangan Nona. "aku masih memberlakukan itu Nona. Aku tidak tahu harus jawab apa saat ini. Apakah aku senang atau tidak. Aku tidak menduga kamu mau menerimanya. Kamu tidak ada paksaan kan? Aku tidak mau kamu menerima aku karena terpaksa, kamu tahu aku orang yang tidak baik, makanya aku pikir kamu tidak pernah menerimaku. Tapi, aku salah kamu mau menerimaku." Bram benar-benar merasakan kebahagiaan saat itu.     

Kembali ke saat sekarang, Bram mengacak rambutnya. Dia sudah salah karena membuat Nona berpikir dia orang yang egois. Bagaimanapun dia adalah sahabatnya dan dia yang memutuskan memilih siapa. Kenapa aku harus cemburu pikirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.