Dendam Winarsih

Narsih Sok Cantik



Narsih Sok Cantik

0"Kamu bilang apa?" tanya Deka yang tidak begitu yakin dengan apa yang di katakan dengan oleh Deki.     

Deki menarik nafas panjang dan tentu membuat dia mengingat bagaimana istrinya meninggal dengan tragis. Deka masih memandang ke arah Deki yang belum menjawabnya pertanyaannya. Deki menjawab ke arah Deka dan menjawab pertanyaan dari Deka.     

"Sebenarnya aku tidak mau kalau ini terbongkar. Hanya padamu saja aku katakan, Diman dan Bram saja tidak aku katakan. Entahlah, aku tidak tahu kenapa aku tidak mau mengatakan itu kepada mereka, karena Narsih yang mengatakan kalau Lina dibunuh oleh orang terdekatku dan Lina, aku tidak tahu siapa, aku tidak bisa menebaknya." Deki menjelaskan ke Deka agar Deka tahu dan bisa membantunya.     

"Kamu percaya dengan dia? Dia hantu, kenapa bisa kamu percaya padanya? Jangan percaya pada hantu, aku tidak pernah percaya pada dia. Dia tidak tahu apapun, tidak mungkin kalau sahabat kita yang membunuh Lina. Buat apa coba?" tanya Deka yang emosi karena Deki percaya dengan Narsih.     

"Kata polisi, rem mobil Lina di potong, dan kamu tahu kalau itu mustahil sekali. Rem mobil Lina tidak pernah sedikitpun mengalami hal seperti itu. Aku yang selalu mengeceknya, aku tahu itu tidak akan terjadi, jika tidak ada yang melakukan itu, Aku tidak percaya tapi itu terjadi, aku tidak mungkin salah menuduh, masalahnya siapa yang melakukannya!" seru Deki kepada Deka.     

Deka tidak bisa berkata apapun, dia tidak percaya, tapi melihat wajahnya Deki yang begitu meyakinkan dia pun yakin, tapi siapa pikirnya kepada dirinya sendiri.     

****     

Dino dan Ian bersiap untuk ronda, selama ini jarang mereka ikut ronda, alasannya sibuk dan kali ini Dulloh akan menemani keduanya lebih tepatnya semuanya. Paijo, Toni dan mang Dadang ikut ke pos ronda juga. Mereka ingin ikut dikarenakan bosan di rumah dan karena besok adalah hari libur tidak apa bangun agak siangan.     

"Kalian sudah siap?" tanya Dino kepada yang lainnya.     

"Aku sudah. Ayo lah kita pergi karena, Dulloh pasti menunggu kita." Ian membawa sarung serta beberapa cemilan.     

Keempatnya bergegas keluar, mereka ingin segera sampai ke pos ronda. Sampai di pos ronda Ian duduk di sebelah Dulloh yang sedang minum kopi. Ian mengambil cangkir dan langsung menuangkan kopi di gelas.     

"Dino, apa kakak cantikmu itu sudah dapat keadilan?" tanya Dulloh yang menatap Dino.     

Dino geleng kepala dia tidak tahu harus berkata apa pada temannya sekompleknya ini. "Belum. Makin ke sini makin alot saja. Dan makin ke sini tidak ada titik terangnya. Teman kami sudah berkorban untuk masalah ini. Semoga masalah ini cepat selesai dengan baik ya," ucap Dulloh dengan tulus.     

"Amin, makasih ya. Aku harap, kita akan tahu akhirnya. Apakah dendam Winarsih akan terbalaskan atau tidak, aku tidak tahu." Dino menepuk pundak Dulloh.     

Suasana hening dan tidak akan yang berbicara, Ian sibuk menonton TV yang ada di pos ronda. Terdengar suara yang aneh dari samping pos ronda, semua saling pandang satu sama lain.     

"Aku dengar ada yang ketawa, siapa ya?" tanya Dulloh kepada Ian.     

Ian bangun dan melihat ke arah samping, tidak ada apa-apa sama sekali. Dino bergerak ke sebelah dan melihat Narsih yang duduk di pohon dan ada juga temannya. Keduanya melihat ke arah Dino dan yang lainnya.     

"Itu mbak Narsih. Dan lihat itu dia tertawa entah apa yang di tertawakan. Cobalah, kalian lihat." Dino menunjuk ke arah atas.     

Semua orang melihat ke arah yang di tunjuk Dino, terlihat Narsih sedang berdandan bersama dengan yang lain. Ian hanya berdehem dan duduk kembali.     

"Narsih sok cantik. Entah apa yang dia lakukan, seperti ada saja yang dia ajak jalan, urus tuh kakak kamu Dino. menyebalkan sekali," ucap Ian yang kesal karena kelakuan Narsih.     

Gubrakkkk!     

Suara jatuh terdengar sangat keras dan pohon yang tadi di naikki oleh Narsih bergoyang. Dino kembali ke arah pohon yang Narsih naikki. Dino tidak melihat Narsih sama sekali.     

"Kakak kamu jatuh kah?" Tanya Dulloh kepada Dino.     

"Iya, dia jatuh. Aku tidak tahu dia jatuh karena apa," ucap Dino kepada Dulloh.     

Dulloh hanya terkekeh karena perkataannya. Dino hanya diam dan kembali melihat ke arah TV. Paijo dan mang Dadang melihat ke arah luar dan terlihat Narsih berdiri dan memandang Dino.     

"Dino, kakak manis kamu lihat itu, dia seperti mau mencari kamu tanya saja sana," sambung mang Dadang.     

"Ada apa mbak?" tanya Dino.     

"Mereka ingin bertemu dengan dukun itu, dan dia sudah merencanakan membunuh Bram. Aku dengar dia mengatakan itu, dan aku tidak tahu kenapa dia bilang seperti itu. Aku hanya mau kamu selamatkan Nona, jika Bram benar di bunuh oleh mereka, maka Nona tidak akan selamat di sana," ucap Narsih kepada Dino.     

Ian yang mendengar apa yang di katakan oleh Narsih terkejut. "Apa yang mbak Narsih katakan?" tanya Ian lagi.     

"Kita harus selamatkan mbak Nona ini, jika tidak maka kita akan melihat mbak Nona meninggal," kata Toni kepada Dino.     

"Mereka kan teman, tapi kenapa mereka mau membunuh satu sama lain? Apa tidak salah itu? Mereka tidak mungkin melakukannya kan?" tanya Paijo kepada Dino.     

Mang Dadang geleng kepala mendengar apa yang di tanya oleh Paijo. "kalau bisa aku tebak mereka pasti mereka mau menghindari Bram karena Bram tidak mau memberikan Nona kepada mereka. Dengan dibunuhnya Bram, maka Bram tidak menghalangi mereka lagi."     

"Bisa jadi, mungkin dengan seperti itu dia bisa membuat Nona bisa dibawa dan memudahkan apa yang mereka inginkan. Hati mereka busuk sekali, kita harus bilang ke Nona ini Dino, kalau tidak bisa saja Nona di culik mereka." Ian menyarankan ke Dino untuk mengabari Nona agar Nona hati-hati.     

"Makin ribet sahabat si Bram itu, nyawa yang satu saja tidak bisa mereka pertanggungjawaban ini mau bunuh orang lagi, duh! Mati saja lah kalian semua, jimat itu harus segera kita ambil, jika tidak maka habis lah, makin banyak yang jadi korban selanjutnya," ucap Paijo kepada Dino.     

Dino terdiam memikirkan apa yang akan terjadi jika mereka mendapatkan Nona maka tumbal itu akan terjadi. Ian menepuk pelan pundak Dino, Ian mengangguk pelan memberikan semangat pada Dino.     

"Kami ada bersamamu Dino. Kita akan selalu bersama, karena dari awal kita akan membantu mbak manis kamu," ucap Ian sambil tersenyum,     

Narsih yang melihat ke arah Dino ikut tersenyum dan merapikan rambutnya. Ian yang melihatnya hanya mendengus. Paijo yang melihat ke arah Ian dan Narsih hanya tertawa geli.     

"Narsih sok cantik tuh Toni, menyebalkan sekali bukan." Ian menunjuk dengan mulutnya ke arah Narsih yang seperti orang sedang jatuh cinta.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.