Dendam Winarsih

Akan Ada Tumbal Lagi



Akan Ada Tumbal Lagi

0"Ayo kita pergi, nanti kita tidak tahu kemana dia perginya, " Ucap Ian yang sudah duduk di mobil menunggu mang Jupri datang.     

Dino berjalan menuju mobil, dia sudah siap dan duduk di sebelah Toni. Mang Dadang melihat jam tangan, jarak dari sini ke rumah Bram tidak begitu jauh, tapi kalau jalan kaki tetap saja jauh pikirnya.     

"Aku rasa kita harus menunggu lebih lama lagi, karena bisa saja Bram sudah di rumah," Ucap mang Dadang.     

"Mana mungkin mang, kan dia kerja, paling pulang dari rumah sahabatnya dia langsung ke kantor." Ian tidak percaya kalau Bram di rumah.     

"Tadi katanya dia pergi dengan Nona, bisa saja dia sudah balik dan Nona bertanya dengan mang Jupri panjang lebar, tahu sendiri kan gimana gimana Nona, banyak tanya hingga kita sulit untuk menjawabnya." Mang Dadang mengatakan apa yang sebenarnya.     

"Iya juga ya, Nona saja di tanya. Dia mah orangnya kalau belum puas pasti bertanya tentang semua yang menurut dia kurang pas," Sambung Dino kepada Ian.     

Toni dan Paijo terkekeh karena perkataan Dino. Mereka berbincang ke sana ke mari dan lewat Dulloh pun mereka ganggu. Tidak berapa lama, mang Jupri datang dengan wajah yang sedikit kesal.     

"Maaf, aku telat. Si Nona, ganggu aku saja, di depan Bram dia terus bertanya, ingin sekali aku bawa dia ke taman bermain," Ujar mang Jupri yang duduk di sebelah Dino.     

Mang Dadang hanya geleng kepala melihat kelakuan mang Jupri, Ian dan yang lainnya juga tertawa karena mang Jupri mengomel tiada hentinya.     

"Sudah lah mang, jangan ngomel saja, kita ini harus segera berangkat, nungguin mamang, selak kita lumutan dan karatan. Lihat tuh, karena kita si Dino ngantuk dan Toni lapar," Sindir Ian yang bicara sambil nguap.     

Dino membolakan matanya dan tentu membuat dia sedikit merengut karena sindiran Ian. Toni hanya ngekek, karena dia memang lapar.     

"Kita cari makanan atau cemilan saja? Kalau aku ikut saja." Paijo hanya ikut saja karena dia sebagai supir ikut saja asal makan dan tidak ngantuk.     

"Terserah dia saja, aku sama saja, karena aku tidak mungkin asal saja kan, mau beli ayam bakar mana mungkin, karena aku tahu ayamnya belum bakar-bakar jadi cemilan saja sama air minum." Ian menyarankan membeli cemilan untuk makan di jalan.     

"Ayolah, kita cari cemilan di supermarket serba serbi yang di ujung sana. Aku rasa, si Diman masih di kantor." Paijo langsung membawa mobil membelah jalan dan menuju tempat yang sudah di sepakati.     

Perjalanan hari ini luar biasa panas, mobil yang membawa mereka sampai di tempat supermarket yang Paijo katakan. Dino dan Paijo yang keluar dan langsung masuk ke supermarket.     

"Mang, apa yang Nona lakukan selama di rumah si Bram itu? Apa si Bram itu berubah atau gimana mang?" Tanya Ian yang menyandarkan kepalanya dia sandaran kursi.     

"Lakukan apa maksud kamu?" Tanya mang Jupri kepada Ian.     

"Maksud aku, apa dia menjadi baik atau tidak, soalnya terakhir ketemu, dia dan Dino tidak cocok, itu karena si Nona. Mereka memperebutkan Nona, Nona serba salah karena misi ini, apa dia ke Nona baik atau malah tidak? Dan mereka mau persiapkan pernikahan kah?" Tanya Ian dengan suara pelan dan sendu.     

Toni yang duduk di sebelah Ian ikut sendu, karena dia melihat bagaimana Dino sedih karena perkataan Nona dan Bram kalau keduanya mau menikah. Mang Jupri hanya menghela nafas panjang. Karena dia saja tidak tahu apa yang terjadi.     

"Aku hanya ikut saja, karena mereka yang menentukannya, karena kalau mereka bertanya padaku, akan aku kasih tahu dan dia juga kelihatan baik, penjagaannya saja kamu bisa lihat kan, rame sekali," Kata mang Jupri mengungkap apa yang terjadi.     

"Aku rasa, kalau di sudah berubah, maka Narsih tidak akan bisa membunuh dia, benar nggak mang?" Tanya Ian yang ragu jika dia tidak dibunuh, karena sudah berubah dan apa lagi mengakui kesalahannya.     

Mang Dadang tidak bisa jawab, karena itu yang tahu hanya Tuhan saja, dia hanya manusia yang tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya.     

Tidak ada yang berbicara sama sekali sampai Dino dan Paijo masuk dan membawa cemilan dan minuman. Mobil melajukan ke arah kantor Diman. Tidak berapa lama, mobil berada di kantor Diman.     

"Kita aman di sini kah?" Tanya Ian kepada Dino.     

"Aku rasa iya, tapi lihat itu di sana. Bukannya itu orang yang sering ikut dengan dukun yang jahat itu? Kenapa dia ada di sini? Bukannya dia berhubungan dengan Deka ya?" Tanya Dino yang menunjukkan ke arah anak buah si mbah dukun itu.     

Anak buah dukun itu duduk di tempat pos dan itu pun di luar. "Aku kasihan dengan dia, apa yang dia cari dengan dukun sialan itu. Hidup bukan di jalan benar, masih saja diikuti oleh mereka semua," Ucap Ian yang kasihan melihat anak buah dukun duduk di kursi sambil makan dan minum.     

"Seperti tidak laku saja ya, apa kita pengaruhi dia saja? Kita bilang saja surga neraka ke dia," Sambung Paijo sambil melirik ke arah mang Dadang.     

Pletakkk!     

Mang Jupri menjentik kening Ian dan membuat yang di jentik terkejut dan meringis kesakitan. "Kenapa aku yang di jentik, aku kan tidak salah mang, yang ngomong itu si Paijo mang, menyebalkan sekali si mamang ini." Ian mendengus karena keningnya kesakitan.     

"Eh, lihat itu, Diman keluar dan anak buah dukun itu juga ikut bangun tapi kenapa dia jalan dan oh, ya Tuhan, dia seperti punya ilmu, lihat dia langsung hilang dan ke mana dia?" Tanya Ian yang terkejut karena anak buahnya hilang.     

"Paijo, ikuti dia cepat, aku harap kamu cepat ikuti dia, aku yakin dia sekarang berada di dalam mobil Diman, gawat kalau benar, akan ada korban selanjutnya." Dino cemas dan karena akan ada korban lagi.     

Paijo terus mengikuti mobil Diman, dia tidak tahu Diman mau kemana. Dino melihat ke arah jalan, dia merasakan ini ke rumahnya Diman.     

"Ini rumah dia kan? Kalau iya, berarti anak buahnya tidak ada di dalam mobil Diman." Dino menunjuk rumah Diman.     

Paijo berhenti tidak jauh dari rumah Diman, dan tanpa mereka sadar anak buah dukun itu mengetuk jendela mobil Paijo. Semua yang di dalam mobil terkejut karena ketukan kaca mobil.     

"Akhhhh!" Teriak mereka semua.     

Mang Jupri mengelus dadanya dan mengumpat begitu juga Ian yang memakai si pengetuk pintu. Paijo meletakkan kepalanya di setir mobil dan tentu memegang dadanya yang berdegup kencang,     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.