Dendam Winarsih

Rumah Sakit



Rumah Sakit

0"Menjauh dari dia, walaupun dia sudah pingsan, tetap menjauh. Dang, kita harus bawa dia pergi, tidak mungkin dia di sini saja Dang, yang ada dia akan mencelakai kita, tidak mungkin kita harus pukul tengkuk dia terus kan kalau dia bangun?" Tanya mang Jupri kepada mang Dadang.     

"Benar mang, tadi aku nanti siapa lagi, ayo kita bawa dia ke mana saja, kita buang saja, lagian buat apa kita bawa dia tadi, orang seperti ini kenapa harus kita bawa dan tidak akan dia mau berubah mang," ujar Paijo yang merasakan kalau lehernya sakit.     

Mang Dadang yang melihat Paijo dicekik akhirnya memutuskan untuk membawa pria ini keluar. "Ayo, bantu aku untuk membawa dia pergi dari sini. Aku tidak mau ambil resiko dan aku juga takut kalau kita dibunuhnya saat kita tidur."     

Toni dan Ian mengangguk, mereka bergegas membawa Paimin anak buah dukun itu pergi dari rumah mereka. Dino juga membantu temannya membawa Paimin ke mobil. Dino yang membawa mobil karena Paijo tidak mungkin bawa mobil dalam keadaan seperti itu.     

"Kita mau bawa ke mana mang?" tanya Dino kepada mang Dadang.     

"Kita bawa kerumah sakit, dan kita bilang kalau kita menemukan dia di jalan dan dia minta tolong dan pingsan, dah gitu saja, habis itu kita pergi langsung, jangan berikan keterangan apapun, kalau diminta kita bilang iya, habis itu kita pergi sekarang, kalian paham kan?" tanya mang Dadang pada mereka semua.     

Semuanya mengangguk mengerti. Dino langsung menyalakan mobil dan langsung keluar rumah menuju rumah sakit yang terdekat dan tidak terlalu ketat untuk hal yang lainnya. Mobil membelah jalan menuju rumah sakit terdekat. Tidak berapa lama perjalanan mereka tempuh akhirnya mereka sampai di rumah sakit.     

"Mamang yang akan keluar, kalian di sini saja, nanti bersikap tenang dan jangan buka suara, Jupri, ayo kita selesaikan, sebelum dia bangun." Mang Dadang mengajak mang Jupri untuk turun memanggil suster untuk membawa dia ke dalam.     

"Baiklah, aku akan ikut dengan kamu, kita minta suster membawa dia ke dalam," ucap mang Jupri kepada Mang Dadang.     

Keduanya turun dari mobil, sedangkan yang lain menunggu di mobil, tidak berapa lama mobil keluar dan suster membawa bankar untuk membawa Paimin keluar. Beberapa petugas medis langsung menuruni Paimin yang pingsan dan mendorong bankar untuk masuk ke dalam rumah sakit.     

"Pak, tolong isi data administrasi untuk dia, walaupun tidak kenalan, kami bisa hubungi bapak semua jika dia sudah siuman," ucap suster kepada mang Dadang.     

"Baik, kami akan isi. Kami parkiran mobil dulu ya, silahkan saia lanjutkan ke dalam suster semoga dia cepat sembuh dan siuman kembali." Mang Dadang berpura-pura mengatakan akan memarkirkan mobil dan akan kembali.     

Mang Dadang masuk ke mobil dan langsung memberikan kode ke Dino. Dino tersenyum kecil dan langsung menyalakan mesin, dia ikut berpura-pura walaupun sedikit gugup, tetap dia kelihatan tenang di depan suster yang di sebelah pintu mobilnya.     

Pelan tapi pasti, mobil bergerak, mang Jupri melihat ke belakang untuk melihat apakah ada yang tidak mencurigai mereka atau tidak. Suster yang tadi tidak kelihatan sama sekali, Dino langsung tancap gas dan pergi dari rumah sakit menuju keluar. Mereka semua senang karena bisa lepas dari anak dukun itu.     

"Mang apa kita selamat setelah ini mang? Aku kenapa merasa kalau kita akan dia buru oleh dia, terlebih kita sudah bawa dia ke rumah kita dan kita buat dia pingsan dua kali lagi." Ian gelisah karena mereka sudah membuat anak dukun itu pingsan dua kali.     

"Kalau tidak pingsan bagaimana coba kita mau buat dia melepaskan Paijo, dan kalau kita nanti jadi tumbal mereka bagaimana, kan pusing kitanya," Ujar mang Dadang kepada Ian dan ke yang lainnya.     

"Mengerikan sekali kita, sepertinya kita harus lebih hati-hati nanti malam mang, takutnya dia datang ke sini, bisa bahaya kita." Toni mulai resah kalau si Paimin anak dukun itu datang.     

Dino yang memarkirkan mobil di warung makan menghela nafas panjang. "Kita makan dulu, setelah itu baru kita pikirkan bagaimana caranya untuk menghadapi dia, paling tidak kita harus bisa membuat dia menjauhi rumah kita, aku yakin dia tidak akan tahu rumah kita dan jimat dia sudah kita buang kan mang?" Tanya Dino sebelum turun mobil.     

"Sudah, yang tadi itu jimat dia, sekarang kita harus bersikap tenang, untuk masalah Diman kita harus apa kita bahas setelah ini. Ayolah kita turun sekarang." Mang Dadang mengajak semuanya turun untuk makn sekalian berbincang.     

Dino keluar dari mobil dan berjalan menuju warung makan bersama sahabat dan si mamang. Sampai di dalam, mereka pesan makanan. Sambil menunggu makanan diantar, mereka berbicara ringan.     

"Mang, apa Bram sering bertemu dengan sahabatnya di rumah?" Tanya Ian yang penasaran sejauh mana mereka pecah kongsi dalam persahabatan mereka.     

"Sejauh yang mamang tahu, hanya waktu saat kami di sana saja, si Diman itu, habis tuh nggak ada lagi. Kalian tahu kan kalau mereka itu tidak sepaham karena masalah tumbal Nona, jadi mereka seperti ini dan apa lagi lihat sendiri istri mereka jadi tumbal, aku takutnya Nona di jadikan tumbal karena menikahi Bram. Tapi, kata Nona itu tidak akan terjadinya. Entahlah, aku tidak mengerti sama sekali dengan jalan pikiran Nona seperti apa." Mang Jupri menjelaskan apa yang terjadi pada Nona sejak tinggal di rumah Bram.     

Dino tidak berkomentar sama sekali, dia merasakan kalau dia saat ini belum menerima apa yang Nona putuskan dalam hidupnya. Bagi Dino keputusan Nona tidak bisa dia ganggu dan bantah sama sekali, karena dia bukan siapa-siapa, kekasih yang harus merelakan kekasihnya pergi.     

Pukkk!     

"Sudah, jika kalian berjodoh pasti ada caranya, jika tidak maka jangan dipaksakan juga dengan kita, sakit memang, tapi mau bagaimana lagi kan, kita itu harus bisa lebih menerima suratan takdir. Tidak semua yang kita inginkan bisa menjadi yang kita inginkan." Mang Dadang yang duduk di sebelah Dino memberikan dia semangat agar Dino tidak bersedih.     

"Iya, mang Dadang benar Dino, kamu masih ada kami, kami akan selalu bersama kamu dan sampai kamu menikah lagi kan," cicit Ian yang terkekeh.     

"Aku belum nikah kok dikatain nikah lagi. Tuh, mang Jupri yang mau nikah lagi, ya kan mang?" tanya Dino yang ikut menimpali apa yang dikatakan oleh Ian.     

Mang Jupri hanya mencibir apa yang dikatakan oleh Dino. "Kalau saya nikah lagi, istri tercinta saya akan nikah lagi dengan si Dadang ini, mana mau saya."     

Semua orang yang mendengar apa yang di katakan oleh mang Jupri tertawa beda dengan mang Dadang yang mendengus kesal karena namanya dibawa-bawa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.