Dendam Winarsih

Was Was



Was Was

0Dino dan ketiga sahabatnya juga mang Dadang duduk dengan tenang di sofa, mereka sudah mengantar mang Jupri pulang dan sekarang mereka berkumpul di rumah. Tidak ada yang berbicara sama sekali, semuanya hanya terdiam memikirkan apa yang terjadi. Ada rasa was-was di hati mereka.     

"Mang, apa benar kita aman? Dia tidak mencari kita kan? Dukun itu pasti tahu kita tinggal di sini, nanti dia akan kirim hantu lagi ke kita, kita harus bagaimana mang?" tanya Ian yang gelisah karena takut jika dukun itu mengirim sesuatu ke dia.     

Mang Dadang yang melihat kegelisahan Ian hanya bisa menatap ke arah Ian dengan tatapan sendu. Dia tahu kalau dukun itu pasti tidak akan tinggal diam dan pasti akan datang untuk menemui mereka.     

"Kita berdoa saja, semoga tidak ada hal aneh, jika pun ada kita harus berdoa karena dengan doa kita bisa terbebas dari semuanya dan kalau takdir kita mengatakan kita harus meninggal ya sudah kita meninggal, ikhlas saja. Ingat Allah tidak akan membuat kita kesulitan, jika kita selalu mengingat dia, ingat itu ya," ujar mang Dadang kepada ke empat pria muda yang di depan matanya.     

Dino mengangguk, mang Dadang benar, karena dengan doa kita bisa lebih baik dan dekat dengan pencipta. Hari menjelang malam, mang Dadang dan yang lainnya solat berjamaah. Selesai solat mereka langsung makan malam.     

"Mang, bagaimana dengan istri Diman ya? Apa dia selamat ya?" tanya Ian yang memulai membuka suaranya.     

"Entah lah, aku tidak tahu, aku hanya bisa memastikan kalau dia aman dan semoga saja Diman bisa membantu istrinya. Hanya dia yang bisa lakukan itu, bukan kita atau Narsih." mang Dadang mengunyah dan mengatakan hal yang membuat ian menganggukkan kepalanya.     

"Tapi, kalau dia datang untuk meminta membantu kita bagaimana?" tanya Toni.     

Paijo tersedak karena perkataan Toni. "kamu pikir dia mau gitu meminta bantuan ke kita? Cihhh! Bodoh amat dah, aku tidak percaya dengan dia."     

Dino hanya senyum mendengar perdebatan mereka semua. Selesai makan, mereka membereskan sisa makanan dan duduk sambil nonton TV. Dino memandang ke arah lampu yang kelap kelip dan tentu membuat semua saling pandang.     

"Dinosaurus, kamu sudah bayar listrik kan?" tanya Ian kepada Dino yang menatap ke arahnya.     

"Sudah, mana mungkin aku tidak bayar, bisa padam benaran lampu kita," ujar Dino dan tanpa di sangka lampu padam.     

Helaan nafas terdengar cukup kasar terdengar dari mereka semua. Suara petir terdengar dengan sangat keras dan membuat cahaya di langit terang. Paijo mencabut kabel TV dan lainnya, dia takut akan meledak bila ada aliran listrik.     

"Mang, aku merasa ada yang manggil aku lah, apa aku tidak salah dengar ya," cicit Toni yang memulai merinding.     

Toni merapat ke mang Dadang, Dino mengambil lilin dan lampu yang bahan bakarnya minyak lampu untuk penerang mereka. Angin di luar terus berbunyi membuat bulu kuduk merinding dan hujan turun dengan kencang. Angin dan hujan saling berlomba menunjukkan kekuatan.     

"Aku merasakan ada yang terjadi, mang Dadang aku merasakan ada yang meniup tengkukku, aku takut mang," cicit Ian yang menempel ke lengan mang Dadang.     

"Kenapa kalian pada menempel padaku?" tanya mang Dadang yang kedua pria menempel di lengannya.     

Paijo melihat ke arah luar ada yang berdiri di depan. Paijo mundur dan duduk di sebelah Dino, dia sedikit takut karena sosok itu benar-benar menakutkan. Dino juga melihat ke arah luar dan melihat ada sosok yang berdiri di tengah hujan lebat dan angin itu.     

"Mang, kita kedatangan tamu tidak di undang sama sekali. Lihat itu, dia berdiri di luar, apa itu Narsih ya mang?" tanya Dino yang duduk di sebelah Paijo.     

Mang Dadang yang mau berdiri tertahan karena kedua pria yang dari tadi bergelantungan di lengannya. Ian dan Toni tidak mau melepaskan dia sama sekali dan tentu membuat dia kesulitan untuk bangun.     

"Kalian bisa tidak sebentar lepaskan aku, lihat nih, aku mau jalan dan berdiri saja sulit, kalian ini bagaimana lah, duh pusing aku lihatnya." Mang Dadang sedikit kesal karena keduanya tidak mau melepaskannya.     

Akhirnya keduanya melepaskan tangan mereka dari lengan mang dadang. Mang Dadang bangun dan berjalan ke arah jendela dan benar saja apa kata Dino dan yang lebih menakutkan sosok itu makin mendekat ke arah rumah, beruntung pintu di tutup, tapi namanya hantu bisa menembus tembok pikir mang Dadang. Mang Dadang mendekati keduanya dan mengidikkan tubuh mereka.     

"Aku mulai merinding sekali, rasanya aku tidak tahu dia siapa, mana hujan, petir, angin dan sekarang lampu padam lagi." mang Dadang mengomel tidak jelas dan tanpa mereka sangka sosok itu langsung berdiri di depan pintu memandang kelimanya.     

Dino menelan salivanya melihat kedatangan dari sosok yang tadi berada di luar. Mereka saling merapat dan tentu saja membuat mereka ketakutan. Mang Dadang membaca doa untuk menghindari sosok itu mendekati mereka. Lampu menyala dan terlihat sosok yang menyeramkan melebihi sosok yang pernah mereka lihat.     

Sosok itu berusaha mendekat, tapi Narsih muncul di depan sosok itu. Keduanya benar-benar menyeramkan malah lebih dari kata menyeramkan. Sosok yang ditakuti oleh Dino dan kawan-kawannya juga mang Dadang memulai mengeluarkan ular yang sangat berbisa dari belakangnya. Narsih hanya diam dan tidak membalasnya, dia menunggu apa lagi yang sosok itu lakukan.     

"Kembali ke dukun itu, bilang ke dia aku tidak takut. Aku yang akan membunuh dia, ingat itu, jangan pernah mendekati mereka, pergi sebelum aku menghabisimu," ucap Narsih kepada sosok itu.     

"Aku tidak takut sama sekali, tugasku untuk membuat mereka mati, jadi kamu jangan halangi aku, jika tidak aku yang akan menghabisi kamu dengan ini, ular ini yang akan membuat kamu binasa Winarsih!" seru hantu itu pada Narsih.     

Tidak ada yang mau mengalah sama sekali, mereka tidak pernah mengalah sama sekali, dan yang ada keduanya saling adu kekuatan. Narsih dan sosok itu sama-sama kuat dan tidak ada yang mengalah sama sekali. Golok Narsih dilayangkan ke arah sosok itu dan tentu saja membuat sosok itu terkena sayatan, tapi dia balik lagi.     

"Kamu akan binasa Narsih, aku pastikan itu." sosok itu melihat ke arah Dino.     

Dengan cepat tangan sosok itu langsung menjulurkan tangan ke leher Dino yang tengah menatap keduanya. Dino yang terkejut panik karena tangan sosok itu mulai menarik lehernya.     

"Akhh! Mang, tolong aku, aku mohon mang! Akhhh! Sakit Mang!" jerit Dino kepada mang Dadang dan ketiga temannya.     

Paijo dengan keberaniannya memukul sosok itu agar melepaskan dari leher Dino. Ian dan Toni juga memukul dengan sekuat tenaga agar tangan itu lepas. Narsih yang melihatnya langsung menebas tangan sosok itu hingga lepas, dan tangan sosok itu masih mencekik di leher Dino. Mang Dadang mendekat dan membacakan doa dan mendekati tangan sosok itu berharap lepas dari leher Dino.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.