Dendam Winarsih

Jangan Dia



Jangan Dia

0Diman yang sudah kembali ke rumah lebih cepat dari sebelumnya membuat istri Diman menyerngitkan kening. Tidak biasanya dia pulang lebih awal. Diman memeluk istrinya dengan erat, dia juga merasakan hidupnya lebih tenang jika sudah melihat sang istri.     

"Kenapa? Kamu romantis sekali sayang, ada apa ini? Kamu menang tender ya?" tanya Sinta kepada Diman yang memeluknya.     

"Aku mau memeluk kamu, dan jangan menolak aku sayang, karena keinginan aku memelukmu, jadi, aku mohon jangan lepaskan pelukkan aku, ya," ucap Diman dengan tulus dan lembut.     

Sinta hanya mengangguk dalam pelukan hangat suaminya, aroma keringat bercampur parfum suaminya membuat dia merasa tenang dan tentu membuat dia nyaman. Pelukkan keduanya lepas dan tersenyum.     

"Sudah ya, ayo mandi dan kita akan menunggu makan malam, kamu pulang cepat sekali sayang, makanya kita belum siapkan apapun," cicit Sinta kepada suaminya.     

"Tidak apa, lagian aku juga ingin bisa bersama kamu dan anak-anak, jarang aku melakukan ini kan, jadi izinkan aku ya sayang untuk bisa bersama kalian," ucap Diman dengan suara lembut dan mengusap pipi sang istri.     

Sinta menganggukkan kepala dan menarik suaminya ke kamar. "dah, mandi sana cepat jangan lama-lama ya, yang ada nanti kamu ketinggalan makan malam. Aku akan habisi makanan kalau kamu telat sayang." Sinta mengedip kan matanya dan keluar dari kamar sembari tersenyum lebar.     

Diman ikut tersenyum dan melihat kepergian istrinya dan menghilang di balik pintu. Diman menghela nafas panjang karena dia masih bisa melihat istrinya.     

"Bagaimana aku bisa menyetujui apa yang di minta dukun sialan itu, aku tidak bisa membuat dia jadi tumbal, walaupun anak buah tadi mengatakan hal yang sebaliknya, aku tahu dia pasti minta itu padaku, tapi dia beralasan dukun itu mau bertemu padanya," gumam Diman pada dirinya sendirinya.     

Diman masuk ke dalam kamar dan memandang ke arah kaca kamar mandi, Diman menyesal karena berhubungan dengan dukun itu. Diman yang mengingat apa yang dikatakan oleh anak buah dukun itu seperti ancaman secara tidak langsung.     

"Kang Diman, apa kabar?" tanya anak buah dukun itu yang tiba-tiba ada di sebelahnya.     

Diman yang terkejut mengusap dadanya. Pak supir juga ikutan terkejut karena kehadiran Paimin yang entah dari mana datangnya. Diman pucat karena kedatangan pria ini.     

"Dari mana kamu datang hmm?" tanya Diman dengan suara bergetar.     

Pandangan mata anak buah dukun itu datar dan tidak ada senyum sama sekali. Diman menelan salivanya dan melihat ke arah depan, dia tidak berani untuk melihat ke arah depan. Diman tidak berani untuk memandang anak buah dukun itu. Dia takut akan terpengaruh dengan anak buah dukun itu.     

"Jangan berpura tidak tahu, aku hanya mau kamu datang, jumpai dia ini mengenai masalah waktu itu, teman kamu juga ikut, aku harap kamu tidak menolaknya." Paimin mengatakan apa yang seharusnya dia katakan saat ini agar Diman mau ikut dengan dia.     

"Nanti aku akan ke sana bersama dengan temanku, jika dia meminta kami datang bersama maka kami akan datang bersama, jadi pergilah jangan ganggu aku," ucap Diman dengan suara tegas dan keras.     

Anak buah dukun itu hanya diam dan pergi dan menghilang dari pandangan Diman. Sejak pertemuan itu Diman tidak tenang dia makin gelisah dan dia tidak bisa memikirkan apapun, baginya dia hanya orang yang bodoh mempercayai dukun.     

Tok ... tokk     

"Mas, kenapa lama sekali di dalam? Apa kamu tidur ya di kamar mandi? Satu jam kamu di kamar mas!" seru Sinta kepada Diman.     

Diman tersentak karena ketukkan dan panggilan dari istrinya. "iya sayang, sebentar. Aku sudah siap ini. Kamu mau masuk ke kamar mandi juga ya?" tanya Diman dengan sedikit menggoda.     

"Tidak, kamu jangan menggodaku, aku hanya mau panggil karena sudah terlalu lama juga kamu di dalam, anak-anak cariin kamu tuh. Ayo cepat ya," jawab istri Diman.     

Diman tersenyum kecut dia mendengar anaknya memanggil dan mendengar suara istrinya membuat dia terenyuh. dia tahu kalau dia tidak bisa mengelak, dia harus bertemu Bram dan yang lainnya, semoga mereka bisa membantu pikir Diman dalam hati.     

Diman menyelesaikan urusan dia di kamar mandi dan keluar dari kamar, dia melihat sesuatu di balik gorden jendela, Diman memicingkan matanya ke arah tempat dia berdiri.     

"Siapa di sana ya? Kenapa aku melihat sesuatu di sana ya? Apa aku salah lihat atau apa ya?" tanya Diman dalam hati.     

Ceklekk!     

Diman yang ingin melangkah langsung melihat ke arah pintu kamar yang terbuka. Istri Diman masuk dan menatap Diman dengan tatapan tajam, Diman tahu kalau dia pasti sedang masalah karena terlalu lama.     

"Aku mau tutup jendela, karena kain gordennya berterbangan, aku pikir kan lebih baik aku menutupinya, aku tidak mau kamu terlalu lelah sayang, jadi aku membantumu. Hari juga mau hujan, jadi takutnya air masuk ke kamar kita." Diman memberikan alasan agar istrinya tidak tahu.     

Diman berjalan ke arah jendela dan menutupnya, terlihat Narsih berdiri dan menatapnya, Diman menelan salivanya, tapi dia masih berani karena jimat itu, dia pasrah karena sudah tidak ada gunanya untuk mundur apa lagi kalau dia mundur dia akan masuk penjara atau tidak dia akan meninggal.     

Selesai menutup kain gorden dan jendela, Diman pergi ke arah istrinya dan pergi keluar. Keduanya berjalan ke arah meja makan, satu persatu anak tangga mereka turunin, terlihat anak-anak melambai ke arah dirinya. Lagi-lagi Diman merasakan hatinya tidak enak apa lagi bila dukun itu mau melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan dukun itu ke sahabatnya.     

"Papa, aku senang Papa bisa bersama kami, Papa harus sering kumpul dengan kami ya, kalau bisa kita liburan ya Pah, Mah," ucap anak sulung Diman.     

Diman yang sampai di meja makan dan duduk di depan anak-anaknya, mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya, Diman hanya bisa senyum kecil dan menganggukkan kepala.     

"Ya Tuhan, aku banyak dosa, tapi aku mohon padamu, jangan dia yang yang pergi, aku tidak bisa hidup tanpa wanita di sebelah aku ini. Aku mohon Tuhan, kabulkan doa pendosa ini." Diman lirih saat mengatakan itu dalam hati.     

Sinta memegang tangan Diman dan tersenyum ke arah Diman dan menganggukkan kepala pelan. Diman pun menarik nafas panjang serta membuangnya.     

"Kita akan pergi sekarang ya, ayo kita pergi liburan, Papa akan ajak kalian kemana saja kalian mau, Papa harap kalian senang kita liburan bersama," jawab Diman dengan semangat.     

Diman akan mencari cara untuk melindungi anaknya, masa bodoh dengan dukun itu, dia tidak kan menjumpai dukun itu, biarkan dukun itu marah, lagian ini urusan dengan Deka bukan dia lagi pikir Diman yang melanjutkan makan malam dengan anak dan istrinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.