Dendam Winarsih

Kita Bisa Mati



Kita Bisa Mati

0"Nona, aku akan ke kantor, kamu aku antar dulu ke kantor ya," ucap Bram kepada Nona.     

"Ok." Nona menjawab semuanya dengan cepat.     

Bram yang mendengar jawaban singkat dari Nona tersenyum kecil. Bram tidak tahu kenapa Nona menjawab seperti itu. Bram pun tidak memperdulikan sikap yang Nona tunjukkan.     

Selesai sarapan pagi Nona dan Bram pergi ke kantor, Nona enggan pergi dengan Bram tapi Bram tidak mau alasannya takut jika Nona di culik. Mobil melesat ke luar dan membelah jalanan menuju kantor Nona. Tidak ada pembicaraan, diam dan diam. Nona juga tidak tahu kenapa dia begitu enggan melanjutkan apa yang sudah dia janjikan ke Bram dan Dino.     

Tidak berapa lama, mobil sudah sampai di kantor, Nona turun begitu saja tanpa mengucapkan sesuatu ke Bram. Bram tidak memaksa karena akan berakibat suasana makin tidak baik.     

"Jalan pak, kita ke kantor saja," ucap Bram kepada supir pribadinya.     

Anggukkan kepala pak supir mengiyakan perintah Bram. Bram mendapatkan pesan dari Deki, yang akan ke kantornya. Bram menyerngitkan keningnya dan bingung apa yang terjadi kenapa dia mau menemuinya, apa dia sudah tidak mau menculik Nona atau ini hanya trik dia saja pikir Bram saat membaca pesan dari Deki.     

Sampai di kantor, Bram turun dari mobil dan langsung ke dalam kantor. Bram bertemu dengan sekretaris pribadinya. "pak, sahabat anda menunggu di ruang tunggu, saya sengaja tidak meminta beliau di sana, maaf jika tidak mengizinkan sahabat Anda masuk ke ruangan Anda pak Bram."     

Bram mengerti dengan apa yang sekretarisnya lakukan. Dia tidak akan marah sama sekali, karena saat ini hubungan dia dengan sahabatnya kurang baik. Bram masuk ke dalam ruang tempat Deki menunggu. Sekretaris Bram membuka pintu ruangan tunggu.     

Ceklekkk!     

Bram melihat ke arah Deki yang duduk menghadapi keluar. Tatapan mata Deki berbeda seperti yang sebelumnya, dia tidak tahu apakah karena kepergian istrinya atau karena masalah lain pikir Bram.     

"Ada apa? Tumben sekali kamu ke sini menghampiriku?" tanya Bram kepada Deki.     

Deki yang melamun tersentak, dia tidak tahu kalau Bram sudah berada di ruangan ini. Bram yang melihat wajah kaget Deki hanya mencibirnya. Bram duduk di sofa depan Deki. Sekretaris meninggalkan Bram dan sahabatnya itu, dia tidak mau menganggu keduanya.     

"Tidak baik melamun, kamu mengertikan, nanti kamu bisa kesambet, dan itu juga karena kamu terlalu banyak dosa kalau tidak banyak dosa mungkin tidak akan kesambet." Bram lagi-lagi mengatakan sindiran ke Deki.     

Deki yang mendengar apa yang dikatakan oleh Bram tentang dosa hanya mencibir mulutnya. "jangan bicara dosa, jika yang kamu banyak dosa. Aku ke sini hanya mau katakan kalau aku ingin tahu apa yang akan kita lakukan saat ini, dukun itu sudah main tumbal, aku tidak tahu apakah Lina istriku akan menjadi tumbal atau malah ada yang sengaja membunuhnya," ucap Deki menatap Bram.     

Bram tidak bisa mengatakannya, dia saja bingung mau bilang pelaku sebenarnya, dia tidak mau membuat mereka saling menyakiti walaupun dia tahu kalau perbuatan dari Diman tidak baik. Tidak berapa lama, suara ketukkan pintu terdengar. Bram dan Deki menoleh ke arah pintu.     

"Masuk." Sahut Bram dari dalam ruangan.     

Pintu terbuka dan terlihat sekretaris Bram muncul dan menundukkan kepala ke hadapan Bram. "ada sahabat anda ke sini, apa Anda mau bertemu dengan dia pak?" tanya sekretaris Bram yang bernama Riko.     

"Suruh ke sini saja Ko, saya harus tahu mereka mau apa ke sini," ucap Bram kepada mereka semuanya.     

Sekretaris Bram mengangguk dan keluar, tidak berapa lama Diman dan Deka masuk ke dalam. Keduanya kaget karena melihat Deki sudah lebih dulu ke sini. Diman yang dihantui rasa bersalah hanya diam dan mengikuti Deka masuk.     

"Sudah lama kita tidak bertemu, aku yakin ini semua pasti karena kita satu masalah yang sama. Aku rasa kita hanya di jadikan tumbal untuk dukun itu Bram. Istriku jadi tumbal dia dan tentu ini karena ketamakan dukun itu yang mau jadikan kita budaknya, Diman semalam jadi orang yang akan mengorbankan istrinya untuk menjadi tumbal, benar kan?" tanya Deka kepada Diman.     

"Aku tidak menjadikan istriku tumbal aku melindungi dia, anak buah dukun pilihanmu itu datang katanya kita di minta untuk kesana. Apa kalian tahu akan hal itu?" tanya Diman kepada ke tiganya.     

"Kamu gila apa ya? Narsih saja kita hampir bingung menyingkirkan dia ini harus bertemu dengan dukun sialan itu? Yang ada kita bisa mati. Kamu tahu sendiri bukan, kalau kita ini sedang terjepit antara dukun dan Narsih jadi kita tidak bisa keluar dari keduanya. Aku tidak mau anakku jadi tumbal keserakahan dia. Kalau kalian mau bertemu silahkan saja," jawab Deki yang tidak mau ke temu dukun itu. Dia masih sayang pada anaknya yang jadi piatu.     

"Ya sudah, jangan kalian pergi. Aku tidak akan ke sana, karena menurutku kita masih aman pakai ini, jika tidak mana mungkin kita bisa di sini sampai saat ini, kegunaan jimat ini juga lebih baik kan, tidak ada yang meragukannya sama sekali, walaupun dukun kita meninggal, tapi jimatnya sudah bisa kita rasakan untuk melindungi kita dari Narsih. Jadi, tidak perlu lah kita ke sana, yang ada hanya buang waktu dan tenaga juga akan menjadi tumbal dia saja," ucap Bram dengan tegas.     

Sahabat Bram hanya diam tidak ada yang bicara sama sekali, mereka hanya bisa diam dan memikirkan apa yang Bram katakan kepada mereka semua. Bram tahu sahabatnya ini mau menghindari Narsih, tapi sudah jadi bubur, semuanya harus di pertanggungjawaban.     

"Jika dia datang kita bilang apa?" tanya Deki kepada Bram.     

"Kalian usir saja, kecuali kalian melayani dia dan berbicara dengan dia yang ada kalian terpengaruh dan akan mengikuti kemauan dia, aku yakin kita akan habis di tangan dia," jawab Bram.     

"Aku akan minta sekuriti mengatakan melarang dia untuk mendekatiku. Apa lagi anak buahnya itu, dia ada di sini, setelah itu aku tidak tahu lagi dia di mana, aku tidak memperdulikan dia." Diman mengatakan ketidakpeduliannya dengan anak buah dukun itu.     

"Baiklah, jadi sudah jelaskan, menjauhi dia dari pada kita mendekati dia, karena tidak salah kalau kita menjauhi dia, yang ada kita akan terus tergantung pada dia, kalau aku lebih baik cari cara sendiri menghindari Narsih," ujar Bram lagi.     

"Dengan mendekati wanita yang mirip dengan dia begitu maksudnya?" tanya Deka kepada Bram.     

Ketiga sahabat Bram memandang ke arah Bram dan tentu saja yang di pandang hanya diam dan acuh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.