Dendam Winarsih

Selamat Kita



Selamat Kita

0"Eh, pak ustad, ada apa ya?" tanya Dino yang wajahnya sedikit lebih pucat tapi senang karena bisa selamat dari anak buah dukun itu.     

"Kalian kenapa pada seperti ini? Kalian tahu tidak, si Dulloh terkapar di jalan itu, wajahnya pucat seperti kehabisan darah, itu warga sudah bawa dia ke rumahnya, saya tadi sudah lihat dan sepertinya dia terkena sesuatu lah, tapi apa ya?" tanya pak ustad yang sedikit merasa heran kenapa bisa Dulloh seperti itu.     

"Mak-maksudnya bagaimana ya?" tanya mang Dadang yang tidak mengerti apa yang dikatakan oleh pak ustad.     

"Lah, kalian tidak tahu kalau dia pingsan di depan rumah kalian dan dia juga tidak bergerak matanya melotot seperti menahan sakit, kalian tidak dengar keributan kah?" tanya pak ustad yang heran dengan penghuni rumah ini yang tidak tahu kalau warga ke sini dan ada keributan juga ya?" tanya pak ustad kepada Dino dan mang Dadang.     

Dino dan mang Dadang lagi-lagi geleng kepala karena mereka benar-benar tidak tahu sama sekali. Mang Dadang melirik ke arah Dino dan menanyakan ke Dino dengan kode menaikkan alis sebelah. Dino yang tahu geleng kepala, dia tidak tahu sama sekali.     

"Kami tadi di belakang sana, jadi kami tidak tahu sama sekali, dan ini si Ian dan Toni pingsan karena terkejut karena pak ustad datang," ujar Dino dengan sedikit berbohong.     

Pak ustad melihat ke arah Dino dan mang Dadang yang mengangguk pelan, Paijo sudah mengusap keringatnya, dia benar-benar takut dan gugup, dia juga mencari keberadaan pria tadi, dia takut jika pria tadi datang dan membuat keributan lagi.     

"Kita selamat saja sudah bersyukur apa lagi tidak, duh habis lah aku jika dia datang lagi," cicit Paijo dalam hati.     

"Ya sudah, saya mau pamit pulang, saya ke sini hanya mau kasih tahu saja, kejadian di luar," jawab pak ustad kepada Dino dan yang lainnya.     

"Hati-hati pak ustad, kalau jatuh bangun sendiri ya," ucap Paijo yang sedikit senyum kecil.     

Pak ustad tersenyum dan berbalik menuju pintu, mang Dadang mengantar pak ustad sampai di pintu rumah. Mang Dadang langsung masuk setelah kepergian pak ustad dan langsung mengunci pintu juga mengambil kuncinya.     

"Bawa mereka masuk ke kamar cepat, aku rasa dia tidak akan kembali lagi, kita harus waspada, kita selamat untuk hari ini entah nanti, aku tidak tahu sama sekali." ucap mang Dadang kepada Dino.     

"Iya benar, kita tidak tahu apa yang terjadi nanti, karena aku tidak tahu apakah aku bisa melewati ini mang, dia datang dan menghilang saat tidak terduga ini sungguh mengerikan sekali, aku rasa kita perlu pakai garam kasar untuk taburi sekeliling rumah agar tidak masuk ke dalam rumah kita mang," ucap Paijo kepada Dino dan mang Dadang.     

Mang Dadang dan Dino saling pandang dan tentu membuat keduanya keheranan. "kamu tahu dari mana Paijo?" tanya Dino yang aneh karena Dino mengatakan hal itu.     

"Mang pernah dengar, hantu tidak bisa masuk jika kita melakukan itu, nah Narsih juga tidak bisa masuk jika benar itu kita lakukan," ujar mang Dadang.     

"Kasihan lah Narsih kalau tidak bisa ke sini, aku ikut saja lah kalau begitu, lagian mana yang baik saja saat ini, tapi kita mau kerja mang, apa mamang ikut kita saja, aku takut kalau mamang sendirian di rumah, ikut kita kan aman mang." ajak Dino yang menatap mang Dadang.     

Dino khawatir kalau mamang di rumah sendirian, apa lagi kejadian ini pasti si mamang tidak aman dan tidak ada yang tahu jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.     

"Baiklah, mamang akan ikut kalian saja, mamang tidak mau kalian khawatir dengan mamang, lagian tidak aman juga sendiri, tapi mamang tidak masalahkan ke kantor kalian?" tanya mang Dadang.     

"Iya, tidak masalah, waktu itu juga mamang ke kantor kami kan, jadi tidak apa mang, ayo lah kita bersiap. Mereka aku bangunin dulu, Paijo ambil air kita harus ke cipratkan ke wajah mereka, nanti dia bangun kita langsung pergi kerja," ujar Dino kepada mang Dadang.     

Mang Dadang mengangguk pelan dan bangun tempat tidur untuk bersiap. Paijo datang bawa air untuk mencipratkan ke wajah Ian dan Toni. Sekali dicipratan dia langsung bangun dan memandang ke arah sekeliling.     

"Apa yang terjadi?" tanya Ian dengan wajah yang sedikit bingung karena dia sudah di dalam kamar.     

"Kamu aman, sekarang kalian cepat bangun dan bersiap ke kantor aku tidak mau kita telat ke kantor, bisa bahaya dengan kerjaan kita." Dino meninggalkan kamar dan bersiap mengambil barang untuk ke kantor.     

Ian dan Toni ikut bangun dan bersiap ke kamar mandi untuk cuci muka, setelah siap Dino dan yang lainnya keluar dari rumah dan bergerak menuju ke kantor. Tidak ada yang berbicara, semuanya diam, sampai saat suara perut Ian berbunyi.     

Kriukkk!     

"Aku lapar, tadi mau masak kan tidak jadi, jadi kita makan dulu bagaimana? Mau tidak?" tanya Ian dengan wajah penuh harap.     

"Ayo kita cari makan sekarang, aku cari bubur yang Nona belikan waktu itu saja ya, aku mau kita ke sana saja," jawab Paijo yang langsung menuju tempat jual bubur ayam.     

"Aku ikut saja karena yang penting makan, sejak melihat pria kampret itu menghilang aku jadi pusing dan terkejut kenapa bisa dia menghilang," cicit Ian yang kesal karena dirinya harus pingsan.     

"Aku heran, dia kenapa bisa menghilang ya mas Ian?" tanya Toni kepada Ian.     

Ian mencibir mulutnya karena dia tidak suka dengan pertanyaan dari Toni, dia tidak mungkin tahu kenapa bisa menghilang.     

"Kamu pikir aku ini dukun juga, kenapa dia menghilang aku mana tahu sama sekali, aku tidak sempat tanya karena pandangan aku menghilang dari hadapannya, puas kamu?" tanya Ian dengan wajah kesal.     

"Kan siapa tahu kalau mas Ian tahu gitu. Mang apa dia akan datang lagi kah?" tanya Toni.     

"Entah lah, aku tidak tahu dia datang apa tidak, jadi aku rasa kita harus waspada. Kita selamat juga Allah mengirimkan kita bantuan, pak ustad datang membantu kita dan sekarang kita selamat, jadi kita harus hati-hati, dia belum pulang ke rumah dukun itu, dia pasti sedang menunggu Bram dan sahabatnya ikut dengan mereka," ucap mang Dadang.     

"Apa dia akan pergi? Aku tidak yakin mang kalau Bram akan melakukan kesalahan lagi, dia tidak kan pergi, apa lagi sahabatnya itu, tinggal Diman saja kan yang belum dijadikan tumbal dan jangan lupakan teman kita Nona ikut terlibat jadi tumbal." Paijo mengatakan kalau dia tidak percaya dengan Bram yang akan datang ke rumah dukun itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.